Ada sejumlah kontradiksi yang secara faktual dihadapi oleh perempuan di Indonesia, terlepas dari klaim dukungan negara dan masyarakat terhadap peran serta kontribusi perempuan bagi kehidupan publik.
Perempuan tidak pernah berhenti mencoba keluar dari batas-batas keterkungkungannya. Selalu ada cerita perempuan melawan kultur dan mitos-mitos yang meminggirkanya.
Sumber-sumber pengetahuan agama yang dijadikan rujukan masih belum berubah dari produk lama yang dipahami secara tekstual. Misalnya laki-laki adalah makhluk superior dan hanya laki-laki yang berhak menduduki posisi puncak, baik dalam ranah domestik maupun publik.
Kesadaran tentang sebuah tindakan yang mengandung kekerasan pada perempuan tidak otomatis tumbuh kesadaran yang sama pada tindakan lain yang juga mengandung kekerasan pada perempuan. Artinya, kita benar-benar perlu membangun kesadarannya tindakan demi tindakan.
"Dianjurkan menikah hanya dengan satu perempuan saja, khawatir ada penindasa dan tidak adil. Dan kedua alasan ini tidak terdapat dalam diri Nabi SAW."
Bahasa iklan merupakan komunikasi yang “agresif” dan “imperatif” dengan berupaya “memaksa” publik untuk mengubah perilaku, pola-pikir dan gaya hidup, hingga menjadi konsumen setia terhadap setiap produk-produk yang dihasilkan oleh mesin-mesin kapitalisme modern (global).
Setiap perempuan itu harus sadar bahwa ia punya banyak pilihan dan bebas untuk memilih mau menjadi seperti apa. Baik itu menjadi perempuan karir, IRT atau menjalankan keduanya. Kita (perempuan) bebas memilih dan berhak untuk berkarir, termasuk berkarir dalam keluarga.
Feminisme memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan. Setara dengan laki-laki, artinya setara sebagai manusia. Ini yang paling fundamental. Di masa lalu, perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki. Itu anggapan yang dibuat oleh masyarakat, kemudian dianut juga oleh perempuan.
"Bila ada Ahlul Bait Nabi (habib) yang tidak mengikuti jalan pendahulunya, seyogyanya kita tetap menghormati dan memuliakannya karena adanya hubungan kekerabatan dengan Rasulullah."
Anda semua yang hidup di Jakarta atau di kota-kota besar, kalau khawatir anak-anak remajanya terjerumus dalam pergaulan yang salah atau terpengaruh kenakalan remaja, ada baiknya memang mengarahkan anak-anak remajanya ke pondok pesantren. Insya Allah aman. Demikian saya juga telah melakukannya.