Apakah Shalat Jum'at dapat Menggantikan Shalat Dzuhur bagi Wanita?

 
Apakah Shalat Jum'at dapat Menggantikan Shalat Dzuhur bagi Wanita?
Sumber Gambar: Foto Istimewa (ilustrasi foto)

Laduni.ID, Jakarta - Hari Jum'at merupakan hari yang sangat agung bagi umat Islam. Hari Jum'at adalah hari yang paling utama dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Allah SWT memberikan kemuliaan kepada umat Nabi Muhammad SAW di hari Jum'at yang tidak Allah berikan kepada umat-umat nabi sebelumnya. Keutamaan hari Jum'at tersebut terdapat dalam berbagai dalil dan pendapat para ulama. Salah satu hadits yang menyatakan kemuliaan hari Jum'at adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam As-Syafi'i dan Imam Ahmad dari Sa'ad bin 'Ubadah:

سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

"Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fithri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali shilaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat"

Baca Juga: Hukum Mengucapkan Insya Allah Ketika Khatib Menyeru "Ittaqullah"

Kemudian Al-Qhutb Al-Ghauts Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad mengungkapkan tentang kemuliaan hari Jum'at yang dikutip oleh Syekh Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi dalam kitab Hasyiyah I’anatut Thalibin

(واعلم) أسعدك الله أن يوم الجمعة سيد الأيام وله شرف عند الله العظيم وفيه خلق الله أدم عليه السلام وفيه يقيم الساعة وفيه يأذن لأهل الجنة في زيارته والملائكة تسمى يوم الجمعة يوم المزيد لكثرة ما يفتح الله فيه من أبواب الرحمة ويفيض من الفضل ويبسط من الخير وفي هذا اليوم ساعة شريفة يستجاب فيها الدعاء مطلقا وهي مبهمة في جميع اليوم كما قاله الإمام الغزالي وغيره

"Ketahuilah (semoga Allah membahagiakanmu) bahwa hari Jumat merupakan pimpinan hari-hari, hari Jumat mempunyai kemuliaan di sisi Allah yang Maha Agung, pada hari itu Allah menciptakan Nabi Adam AS, pada hari itu Allah mendatangkan kiamat, pada hari itu Allah memberikan izin bagi penduduk surga untuk berziarah kepada-Nya, para malaikat menamakan hari Jumat dengan nama Yaumul Mazid (hari tambahan), karena Allah banyak membuka pintu rahmat dan mencurahkan anugerah serta menyebarluaskan kebaikan-Nya, pada hari itu ada satu waktu yang mulia di mana doa pasti dikabulkan dan satu waktu tersebut disamarkan di dalam hari Jumat sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Ghazali dan selainnya"

Kemulian hari Jum'at erat kaitannya dengan aktifitas ibadah yang khusus dilakukan oleh orang Islam pada hari Jum'at. Salah satu aktifitas khusus yang dilakukan pada hari Jum'at adalah shalat Jum'at sebagai pengganti shalat Dzuhur yang diwajibkan kepada muslim lelaki mukaalf dan tidak berhalangan. Sementara untuk wanita, shalat Jum'at tidak diwajibkan.

Kewajiban shalat Jum'at memang tidak dibebankan kepada seorang wanita, namun tidak ada juga dalil khusus yang menyatakan wania dilarang mengikuti shalat Jum'at. Tidak diwajibkannya shalat Jum'at bagi seorang wanita sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud berikut:

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ  إلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ  أَوْ امْرَأَةٌ  أَوْ صَبِيٌّ  أَوْ مَرِيضٌ

"(Shalat) Jum'at adalah hak yang wajib atas setiap Muslim, kecuali bagi empat golongan, yaitu Hamba Sahaya, Wanita, Anak kecil, dan Orang sakit"

Baca Juga: Membaca Shalawat di Antara Dua Khutbah dengan Suara Keras dan Panjang oleh Bilal

Namun jika ada wanita yang melaksanakan shalat Jum'at, maka hukum shalat Jum'atnya adalah sah. Hal ini dijelasakan dalam kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Al-Bantani berikut:

ومن صحت ظهره ممن لا تلزمه جمعة صحت جمعته وتغني عن ظهره كالصبي والعبد والمرأة والمسافر

"Orang yang sah salat duhur dan tidak memiliki kewajiban salat jum’at, maka jum’atnya tetap sah. Seperti anak kecil, budak sahaya, wanita, dan musafir"

Jika ada wanita yang melaksanakan shalat Jum'at, apakah shalat Jum'atnya dapat menggugurkan kewajiban shalat Dzuhur wanita tersebut?

Mengutip dari jawaban Forum Muktamar ke-3 Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan di Surabaya, Jawa Timur, pada 28 September 1928. Para Muktamirin saat itu menjawab: "Shalat Jum’at bagi kaum wanita itu cukup sebagai pengganti shalat Dzuhur, dan bagi kaum wanita tidak cantik, tidak banyak aksi dan tidak bersolek itu sebaiknya ikut menghadiri shalat Jum’at"

Jawaban para Muktamirin mengacu kepada kitab Bughyah Al-Mustarsyidin karya Abdurrahman Ba’alawi sebagai berikut:

   مَسْأَلَةٌ: يَجُوْزُ لِمَنْ لاَ تَلْزَمُهُ الْجُمُعَةُ كَعَبْدٍ وَمُسَافِرٍ وَامْرَأَةٍ أَنْ يُصَلِّيَ الْجُمُعَةَ بَدَلاً عَنِ الظُّهْرِ وَتُجْزِئُهُ بَلْ هِيَ أَفْضَلُ  لِأَنَّهَا فَرْضُ أَهْلِ الْكَمَالِ وَلاَ تَجُوْزُ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا بَعْدُ حَيْثُ كَمُلَتْ شُرُوْطُهَا.

"Diperkenankan bagi mereka yang tidak berkewajiban Jum’at seperti budak, musafir, dan wanita untuk melaksanakan shalat Jum’at sebagai pengganti Dzhuhur, bahkan shalat Jum’at lebih baik, karena merupakan kewajiban bagi mereka yang sudah sempurna memenuhi syarat dan tidak boleh diulangi dengan shalat Dzhuhur sesudahnya, sebab semua syarat-syaratnya sudah terpenuhi secara sempurna"

Dari keterangan di atas bisa kita simpulkan bahwa wanita yang sudah melaksanakan shalat Jum'at tidak perlu lagi untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Bahkan diutamakan bagi wanita untuk mengikuti shalat Jum'at daripada shalat Dzuhur dengan syarat wanita tersebut bukan orang-orang yang memiliki potensi akan mengundang syahwat dan fitnah bagi kaum laki-laki, baik karena penampilannya maupun karena tingkal lakunya dan sudah mendapatkan izin dari suami atau walinya agar menghindari timbulnya fitnah.

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Sunan Abu Dawud
2. Kitab Hasyiyah I’anatut Thalibin karya Syekh Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi
3. Kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Al-Bantani
4. Kitab Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam No. 5