Hukum Memungut Uang untuk Bayaran Sekolah

 
Hukum Memungut Uang untuk Bayaran Sekolah

Memungut Uang dan Bayaran Sekolah

Pertanyaan :

Bagaimana pendapat Muktamar tentang madrasah yang memungut uang pangkal Rp. 5,- misalnya, bagi tiap anak yang masuk dan setiap bulan memungut bayaran sekolah sejumlah uang yang ditentukan termasuk juga bulan libur seperti bulan puasa dan lain-lain.

Halalkah uang tersebut?

Dan apakah para guru juga mendapatkan pahala dari Allah Swt?

 

Jawab :

Uang tersebut hukumnya halal, namanya hadiah (pemberian) adapun dinamakan uang pangkal itu boleh saja, karena kata-kata istilah itu tidak ada halangannya, dan uang bayaran sekolah tiap bulan itu juga halal, bila wali murid memakluminya, karena termasuk honor yang sah (jualah) dan para guru mendapatkan pahala, asalkan mempunyai niat berbakti kepada Tuhan dan tidak bermaksud memamerkan diri (riya).

Keterangan, dalam kitab:

  1. Bughyah al-Mustarsyidin[1]

تَجُوْزُ الْجُعَالَةُ عَلَى الرُّقِيَّةِ الْجَائِزِ كَالْقُرْآنِ وَالدَّوَاءِ لِتَمْرِيْضِ مَرِيْضٍ وَعِلاَجِ دَابَّةٍ ثُمَّ إِنْ عَيِّنَ لَهَا حَدًّا فَذَاكَ وَإِنْ لَمْ يُعَيَّنْ مَا جُوعِلَ فِيْهِ بِضَبْطٍ فَلَهُ أُجْرَةُ مِثْلِهِ

Boleh meminta honor/bayaran atas ruqyah (pengobatan) dengan hal yang diperbolehkan seperti al-Qur’an dan obat untuk menyembuhkan pasien dan mengobati hewan. Lalu  bila bayaran tersebut telah ditentukan jumlahnya maka perkaranya sudah jelas (harus dibayar sesuai ketentuan). Dan jika jumlah bayaran tidak ditentukan, maka pihak yang mengobati berhak dibayar sesuai dengan tarif umum.

  1. Tuhfah al-Habib[2]

وَقَالَ ابْنُ حَجَرٍ إِنْ قَصَدَ الْعِبَادَةَ يُثَابُ عَلَيْهِ بِقَدْرِهِ وَإِنْ انْضَمَّ إِلَيْهِ غَيْرُهُ مِمَّا عَدَا الرِّيَاءَ وَنَحْوِهِ مُسَاوِيًا أَوْ رَاجِحًا إهـ ع ش فَعَلَى كَلاَمِ ابْنِ حَجَرٍ يَحْصُلُ ثَوَابٌ مُطْلَقًا فِيْ جَمِيْعِ اْلأَحْوَالِ مَتَى وُجِدَ قَصْدُ الْعِبَادَةِ وَلَوْ مَغْلُوْبًا. إهـ.

Ibn Hajar berpendapat, apabila seseorang (berwudhu untuk ibadah dan supaya mendapat kesegaran) berniat ibadah maka ia mendapatkan pahala sesuai dengan kadar niatnya, walaupun bercampur dengan tujuan lain, asalkan bukan riya dan semisalnya, yang menyamai dengan kadar niat ibadah ataupun lebih dominan. Demikian pendapat beliau yang dikutip Ali Syibramallisi. Maka berdasarkan pendapat Ibn Hajar tersebut, pahala bisa diperoleh secara mutlak di segala keadaan, selama terdapat tujuan ibadah, walaupun kadarnya lebih kecil dibanding tujuan lain.

[1]   Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, (Surabaya: al-Hidayah, t. th.), h. 169.

[2]   Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘ala al-Khatib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1424 H/2003 M), Jilid I, h. 199. Sumber: Ahkamul Fuqaha no.74 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-4 Di Semarang Pada Tanggal 14 Rabiuts Tsani 1348 H. / 19 September 1929 M.