Hukum Tidak Bermazhab Tapi Berpedoman Al-Qur’an dan Hadis

 
Hukum Tidak Bermazhab Tapi Berpedoman Al-Qur’an dan Hadis
Sumber Gambar: Istimewa, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Tidak semua umat Islam memilih untuk mengikuti salah satu dari empat Mazhab yang diikuti oleh mayoritas. Sebagian mereka memilih untuk hanya berpedoman kepada Al-Quran dan Hadis, karena berpandangan bahwa keduanya adalah pedoman yang paling benar sebagaimana petunjuk Allah SWT.

Namun, sikap ini menjadi satu persoalan yang meresahkan bahkan mengkhawatirkan. Sebab tidak jarang pemahaman yang didapat justru muncul kerancuan dan terkesan sembarangan.

Memang sumber utama yang menjadi pendoman umat Islam adalah Al-Quran dan Hadis, namun ketika satu persoalan yang ada di dalam Al-Quran dan Hadis tidak ditemukan atau tidak bisa dipahami karena kurangnya ilmu yang mendukung, maka perlu rujukan ulama yang kredible dalam memahaminya. Bukan dengan langsung meyakini pemahaman yang didapatnya sendiri, tanpa mengikuti petunjuk dari ulama.

Dalam hal ini, sumber rujukan para ulama dalam memahami Al-Quran dan Hadis yang kemudian menghasilkan satu penggalian hukum sebagai dasar dalam menjalankan agama, tidak lain adalah para ulama Mazhab yang kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh para pengikutnya dengan tetap berpegang pada manhaj atau metodologi yang dipakai oleh ulama Mazhab dalam merespons hal-hal kontekstual.

Alasan harus bermazhab, tidak lain adalah karena pemahaman para ulama Mazhab yang telah dikodifikasikan dan menjadi pedoman yang telah dikembangkan sejak dulu, yang tentu semuanya mempunyai landasan dasar sumber pedoman utama umat Islam, yakni Al-Quran dan Hadis.

Karena itu, tidak dibenarkan orang yang memilih untuk tidak bermazhab dan berpedoman hanya kepada Al-Quran dan Hadis.

Di dalam Kita Tanwirul Qulub, Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi menjelaskan dengan sangat tegas bahwa orang yang mempunyai pandangan tersebut tidak dibenarkan dan cenderung sesat menyesatkan.

Berikut redaksi keterangannya:

وَمَنْ لَمْ يُقَلِّدْ وَاحِدًا مِنْهُمْ وَقَالَ أَنَا أَعْمَلُ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ مُدَّعِيًا فَهْمَ اْلأَحْكَامِ مِنْهُمَا فَلاَ يُسْلَمُ لَهُ بَلْ هُوَ مُخْطِئٌ ضَالٌّ مُضِلٌّ سِيَّمَا فِيْ هَذَا الزَّمَانِ الَّذِيْ عَمَّ فِيْهِ الْفِسْقُ وَكَثُرَتْ فِيْهِ الدَّعْوَى الْبَاطِلَةُ  لِأَنَّهُ اسْتَظْهَرَ عَلَى أَئِمَّةِ الدِّيْنِ وَهُوَ دُوْنَهُمْ فِي الْعِلْمِ وَالْعَدَالَةِ وَاْلإِطِّلاَعِ

“Dan barangsiapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (para Imam Mazhab) dan berkata: ‘Saya beramal berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis’, dan mengaku telah mampu memahami hukum-hukum Al-Qur’an dan Hadis, maka orang tersebut tidak bisa diterima, bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan, terutama pada masa sekarang ini di mana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwah-dakwah yang salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama, padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisis.” (Tanwirul Qulub fi Mu’ammalah ‘Allam Al-Ghuyub, hlm. 75)

Jadi, tindakan orang yang tidak bermazhab dan hanya berpedoman pada Al-Quran dan Hadis ini tidak bisa dibenarkan dan diikuti. Sekalipun demikian, kita tidak boleh menghakimi dengan memandangnya sebelah mata. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 24 Agustus 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim