Memperbolehkan Wanita Keluar Rumah dengan Membuka Aurat karena Alasan Darurat

 
Memperbolehkan Wanita Keluar Rumah dengan Membuka Aurat karena Alasan Darurat
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Dalam Islam, terdapat prinsip-prinsip yang mengatur tata cara berpakaian dan perilaku bagi para wanita Muslim. Salah satu aspek yang penting adalah menutup aurat, yang merupakan kewajiban untuk melindungi diri dari pandangan yang tidak senonoh. Namun, agama juga memperhitungkan situasi-situasi darurat yang memungkinkan seorang wanita untuk melanggar aturan tersebut demi kepentingan yang lebih besar.

Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan atau kebutuhan mendesak, Islam memperbolehkan wanita untuk keluar rumah dan membuka aurat dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya, jika ada kebakaran atau bencana alam yang mengancam keselamatan jiwa, seorang wanita diperbolehkan untuk keluar rumah tanpa harus mematuhi aturan menutup aurat secara ketat. Hal ini sejalan dengan prinsip kemaslahatan (maṣlaḥah) dalam Islam, yang menempatkan keselamatan jiwa sebagai prioritas utama.

Namun demikian, pengecualian ini tidak berarti bahwa wanita dapat mengabaikan sepenuhnya kewajiban menutup aurat. Islam tetap menekankan pentingnya menjaga kesucian dan kemuliaan diri, bahkan dalam situasi darurat. Oleh karena itu, wanita diharapkan untuk menggunakan kewenangan ini dengan bijaksana dan hanya dalam keadaan yang benar-benar mendesak.

Pada akhirnya, prinsip-prinsip Islam tentang aurat dan kemaslahatan dirancang untuk menciptakan keseimbangan antara menjaga nilai-nilai spiritual dan kebutuhan dunia. Dalam keadaan darurat, agama memahami bahwa prioritas utama adalah keselamatan dan kesejahteraan individu. Namun, hal ini tidak boleh dijadikan pembenaran untuk melanggar aturan secara sembarangan. Sebaliknya, pengecualian tersebut harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan rasa tanggung jawab terhadap nilai-nilai agama dan moralitas.

Akan tetapi, bagaimana ulama menyikapi kaidah, “Darurat itu memperbolehkan mengerjakan larangan”, atau kaidah “apabila urusan itu sempit, maka menjadi longgar”, untuk memperbolehkan keluarnya perempuan dengan membuka auratnya di samping lelaki lain, karena telah menjadi biasa di Indonesia?

Dalam beberapa literatur menyatakan bahwa, tidak boleh menggunakan dalil tersebut, karena menutup aurat waktu keluar itu, tidak membahayakan diri, karena dharurat yang memperbolehkan menjalankan larangan itu, apabila tidak mengerjakan larangan, dapat membahayakan diri, atau mendekati bahaya.

Keterangan, dari kitab:

  1. Al-Asybah wa al-Nazha’ir [1]

الضَّرُورِيَّاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ بِشَرْطِ عَدَمِ نُقْصَانِهَا عَنْهَا ... فَالضَّرُوْرَةُ بُلُوْغُهُ حَدًّا إِنْ لَمْ يَتَنَاوَلِ الْمَمْنُوْعُ هَلَكَ أَوْ قَارَبَ وَهَذَا يُبِيْحُ تَنَاوُلَ الْحَرَامِ.

Dharurah dapat menghalalkan larangan dengan syarat kadarnya tidak lebih kecil dari pada kadar larangan tersebut. … Pengertian dharurah itu adalah seseorang mencapai batas bila tidak memakan sesuatu yang dilarang, maka ia akan mati atau mendekati mati. Dan kondisi ini membolehkannya memakan barang haram.

[1] Jalaluddin al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha’ir, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1403 H), h. 60-61. []

Sumber: Ahkamul Fuqaha no.265 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-15 Di Surabaya Pada Tanggal 10 Dzulhijjah 1359 H. / 9 Pebruari 1940 M.


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 2018-08-26. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar