Kedudukan Mu’amalah dalam Bursa Efek dan Kaitannya dengan Zakat

 
Kedudukan Mu’amalah dalam Bursa Efek dan Kaitannya dengan Zakat

Mu’amalah dalam Bursa Efek

Pertanyaan :

Bagaimana kedudukan mu’amalah dalam Bursa Efek dan kaitannya dengan zakat ?.

Jawab :

Setelah melakukan pembahasan dengan seksama maka Muktamar Nahdlatul Ulama ke 28 berpendapat bahwa, ternyata mu’amalah dalam Bursa Efek (Pasar Modal) itu terdapat praktek gharar.  

Keterangan, dari kitab:

1. Mauhibah Dzi al-Fadhl [1]

وَتَرْجِيْحُ الْجِهَّةِ اْلأُوْلَى هُوَ اْلأَوْلَى لِأَنَّهُ يُعْلَمُ بِالضَّرُوْرَةِ أَنَّ الْمَقْصُوْدَ عِنْدَ الْمُتَعَاقِدَيْنِ إِنَّمَا هُوَ الْقَدْرُ الْمَعْلُوْمُ مِمَّا تَضَمَّنَتْهُ اْلأَوْرَاقُ لاَ ذَوَاتُهَا

Dan mengunggulkan bagian pertama itu yang utama, karena diketahui secara nyata bahwa yang maksud oleh dua orang yang bertransaksi itu adalah kadar yang dimaklumi dari nominal yang dikandung oleh uang kertas itu dan bukan kertas itu sendiri.  

2. Kifayah al-Akhyar [2]

وَقَدْ نَهَى رَسُوْلُ الله r عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

Dan Rasulullah Saw. melarang jual beli yang mengandung tipu daya.  

3. Kifayah al-Akhyar [3]

(وَبَيْعُ شَيْءٍ مَوْصُوْفٍ فِيْ الذِّمَّةِ فَجَائِزٌ وَبَيْعُ عَيْنٍ غَائِبَةٍ لَمْ تُشَاهَدْ فَلاَ يَجُوْزُ)

الْبَيْعُ إِنْ كَانَ سَلَمًا فَسَيَأْتِيْ وَإِنْ كَانَ عَلَى عَيْنٍ غَائِبَةٍ لَمْ يَرَهَا الْمُشْتَرِيْ وَلاَ الْبَائِعُ أَوْ لَمْ يَرَهَا أَحَدُ الْمُتَعَاقِدَيْنِ وَفِيْ مَعْنَى الْغَائِبَةِ الْحَاضِرَةُ الَّتِيْ لَمْ تُرَ وَفِيْ صِحَّةِ بَيْعِ ذَلِكَ قَوْلاَنِ أَحَدُهُمَا وَنَصَّ عَلَيْهِ فِيْ الْقَدِيْمِ وَالْجَدِيْدِ أَنَّهُ يَصِحُّ وَبِهِ قَالَ اْلأَئِمَّةُ الثَّلاَثَةُ وَطَائِفَةٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا وَأَفْتَوْا بِهِ مِنْهُمْ الْبَغَوِيُّ وَالرَّوْيَانِيُّ قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَهَذَا الْقَوْلُ قَالَهُ جُمْهُوْرُ الْعُلَمَاءِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَاللهُ أَعْلَمُ قُلْتُ وَنَقَلَهُ الْمَاوَرْدِيُّ عَنْ جُمْهُوْرِ أَصْحَابِنَا قَالَ وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِيْ سِتَّةِ مَوَاضِعَ وَاحْتَجُّوْا لَهُ بِحَدِيْثٍ إِلاَّ أَنَّهُ ضَعِيْفٌ ضَعَّفَهُ الدَّارُ قُطْنِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَاللهُ اَعْلَمُ

وَالْجَدِيْدُ اْلأَظْهَرُ وَنَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِيْ سِتَّةِ مَوَاضِعَ أَنَّهُ لاَ يَصِحُّ لِأَنَّهُ غَرَرٌ

Dan menjual barang yang ditetapkan kriterianya dalam tanggungan (terpesan) itu boleh, dan menjual barang yang tidak ada di tempat serta belum dilihat itu tidak boleh.   Apabila yang dimaksud adalah salam (pesan) maka akan dijelaskan nanti. Dan apabila penjualan barang yang tidak ada di tempat akad dan belum di lihat oleh pembeli dan penjual atau salah satu dari keduanya, semakna dengan barang yang tidak ada di tempat akad, barang yang ada di tempat akad namun beleum dilihat, maka keabsahan jual beli barang semacam  itu ada dua pendapat. Pertama, sah. Dalam qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafi’i menjelaskan, bahwa jual beli tersebut sah. Imam Tsalatsah, sekelompok Imam madzhab Syafi’i pun berpendapat begitu, dan mereka berfatwa dengannya. Di antaranya al-Baghawi dan al-Rauyani. Dalam Syarh al-Muhadzdzab al-Nawawi berkata: “Pendapat ini disampaikan mayoritas ulama sahabat dan tabiin. Wallahu A’lam. Saya berkata: “Al-Mawardi mengutipnya dari mayoritas murid Imam Syafi’i. Beliau berkata: “Imam Syafi’i menjelaskannya dalam enam tempat.” Mereka berhujjah dengan suatu hadits, hanya saja hadits tersebut lemah, yang dinilai lemah oleh al-Daruduthni dan al-Baihaqi.” Wallahu a’lam.   Sementara al-qaul al-jadid al-azhhar dan dijelaskan Imam Syafi’i dalam enam tempat menyatakan bahwa jual beli tersebut tidak sah, karena merupakan jual beli barang yang masih samar/simpangsiur.

[1] Mahfud al-Termasi, Mauhibah Dzi al-Fadhl, (Mesir: al-Amirah al-Syarafiyah, 1326 H) Juz IV, h. 29.

[2] Abu Bakar bin Muhammad al-Khishni, Kifayah al-Akhyar fi Hill Ghayah al-Ikhtishar, (Damaskus: Dar al-Khair, t. th.), Juz I, h. 234.

[3] Abu Bakar bin Muhammad al-Khishni, Kifayah al-Akhyar fi Hill Ghayah al-Ikhtishar, (Semarang: Toha Putra, t. th.), Juz I, h. 195.

Sumber : Ahkamul Fuqaha no. 387 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-28 Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta Pada Tanggal 26 - 29 Rabiul Akhir 1410 H. / 25 - 28 Nopember 1989 M.