Mendayagunakan Harta Zakat dalam Bentuk Usaha Ekonomi

 
Mendayagunakan Harta Zakat dalam Bentuk Usaha Ekonomi

Mendayagunakan Harta Zakat dalam Bentuk Usaha Ekonomi

Pertanyaan :

Agar kehidupan ekonomi mustahiq itu lebih meningkat bagaimana mendayagunakan harta zakat dalam bentuk usaha ekonomi ?.

Jawab :

Mendayagunakan harta zakat (mal) dalam bentuk usaha ekonomi untuk meningkatkan kehidupan ekonomi itu boleh dengan seizin lebih dahulu dari mustahiq itu sendiri.  

Keterangan, dari kitab:

1. Al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab [1]

وَلاَ يَجُوْزُ لِلسَّاعِيْ وَلاَ لِلإِمَامِ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيْمَا يَحْصُلُ عِنْدَهُ مِنَ الْفَرَائِضِ حَتَّى يُوْصِلَهَا إِلَى أَهْلِهَا لِأَنَّ الْفُقَرَاءَ أَهْلُ رُشْدٍ لاَ يُوَالَى عَلَيْهِمْ فَلاَ يَجُوْزُ التَّصَرُّفُ فِيْ مَالِهِمْ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ

Bagi petugas penarik zakat dan penguasa tidak boleh mengelola harta zakat yang mereka dapat, sehingga menyampaikannya kepada yang berhak. Sebab, para fakir adalah golongan orang-orang cakap yang tidak dikuasai orang lain. Maka tidak boleh mengelola harta mereka tanpa seizinnya.  

[1] Yahya bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, (Beirut: Dar al-Fikr,  1996), Juz II, h. 303-304.    

Rekomendasi Kepada PBNU

  1. Untuk membentuk LAJNAH BAHTSUL MASAIL DINIYAH yang bersifat permanen dengan tujuan untuk membahas masalah-masalah yang mauquf dan masalah-masalah waqi’ah yang harus segera mendapat kepastian hukumnya.
  2. Agar mengembalikan lambang NU kepada asli dengan tanpa tulisan NU.
  3. Agar merealisasikan Keputusan Muktamar ke 27 tentang thalaq di Pengadilan Agama bagi umat Islam.
  4. Agar menghubungi Pemerintah c.q. Departemen Agama untuk menjelaskan kepada jamaah haji bahwa shalatnya di pesawat itu hanya semata-mata untuk menghormati waktu.
  5. Perlu menyebarkan informasi secara mendalam dan teliti mengenai Bursa Efek/Pasar Modal (Saham maupun Obligasi) sehingga dapat diketahui dan dipahami bahwa dalam mu’amalah ini terdapat gharar.
  6. Perlu dilakukan ikhtiyar untuk menata TRI sedemikian rupa sehingga pelaksanaannya terwujud saling ridha antara muta’aqidain (dua orang/ pihak yang mengadakan transaksi) dengan tidak menyalahi ketentuan syariat.

Sumber : Ahkamul Fuqaha no. 394 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-28 Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta Pada Tanggal 26 - 29 Rabiul Akhir 1410 H. / 25 - 28 Nopember 1989 M.