Kontrasepsi dengan Vaksin yang Bahan Mentahnya Sperma Lelaki

 
Kontrasepsi dengan Vaksin yang Bahan Mentahnya Sperma Lelaki

Kontrasepsi dengan Vaksin yang Bahan Mentahnya Sperma Lelaki

Pertanyaan :

Sebuah rekayasa laboratoris telah mampu menghasilkan vaksin yang bahan mentahnya adalah sperma laki-laki. Vaksin tersebut dimanfaatkan untuk proses pengebalan (imunisasi), agar wanita yang telah memperoleh injeksi vaksin tersebut diharapkan tidak hamil. Dalam rangka menyukseskan program KB, bolehkah melakukan kontrasepsi (menghambat kehamilan) dengan menggunakan cara tersebut?.

Jawab :

Melakukan kontrasepsi (menghambat kehamilan) dengan cara imunisasi menggunakan injeksi vaksin yang bahan mentahnya sperma laki-laki adalah boleh, karena sifat istiqdzar (menjijikkan) sudah luntur dan sudah hilang.

Catatan: Tidak boleh mengeluarkan air sperma dengan cara yang tidak muhtaram.

Keterangan, dari kitab: 

1. Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib [1]

(قَوْلُهُ وَلاَ لِاسْتِقْذَارِهَا)

 أَيْ وَلَيْسَ تَحْرِيْمُ تَنَاوُلِهَا لِاسْتِقْذَارِهَا وَهَذَا الْقَيِّدُ لِإِخْرَاجِ الْمَنِيِّ وَنَحْوِهِ مِنَ الْمُخَاطِ وَالْبُزَاقِ كَمَا سَيَذْكُرُهُ فَإِنَّهُ وَإِنْ حَرُمَ تَنَاوُلُهُ لَكِنْ لِاسْتِقْذَارِهِ فَلَيْسَ بِنَجَسٍ، وَمَحَلُّ حُرْمَةِ تَنَاوُلِهِ إِذَا خَرَجَ مِنْ مَعْدَنِهِ

(Ungkapan Syaikh Ibn Qasim al-Ghazi: “Dan bukan karena menjijikkannya.”), maksudnya keharaman mengkonsumsinya bukanlah karena menjijikkannya. Ketentuan ini untuk mengecualikan mani dan semisalnya, yaitu ingus dan ludah seperti yang akan disebutkannya. Sebab, meski air mani haram dikonsumsi, namun karena menjijikkannya. Maka air mani tidak najis, dan keharaman mengkonsumsinya itu bila keluar dari tempat keluarnya.  

2. Tuhfah al-Thullab dan Hasyiyah al-Syarqawi [2]

(وَإِنْ كَانَ)

 غَيْرُ الْمُسْكِرِ (طَاهِرًا فَإِنْ كَانَ مُضِرًّا) بِمَنْ يَتَنَاوَلُهُ كَالسُّمِّ (أَوْ مُسْتَقْذَرًا غَالِبًا كَمُخَاطٍ فَحَرَامٌ) تَنَاوَلُهُ لِتَضَرُّرِهِ بِهِ وَاسْتِقْذَارِهِ لَهُ ... (فَإِنِ انْتَفَى ذَلِكَ) أَيْ مَا ذُكِرَ مِمَّا يَقْتَضِيْ التَّحْرِيْمَ (فَحَلاَلٌ)

(قَوْلُهُ مِمَّا يَقْتَضِيْ التَّحْرِيْمَ)

وَهُوَ أَرْبَعَةٌ اْلإِسْكَارُ وَاْلإِسْتِقْذَارُ وَاْلإِضْرَارُ وَالنَّجَاسَةُ

(Dan bila) minuman yang tidak memabukkan itu (suci, maka bila membahayakan) pada orang yang mengkonsumsinya seperti racun, (atau secara umum menjijikkan seperti ingus, maka haram) mengkonsumsinya karena bahaya dan menjijikkannya … (Bila hal itu tidak ada), maksudnya unsur yang membuatnya haram, (maka halal). (Ungkapan Syaikh Zakaria al-Anshari: “Unsur yang membuatnya haram.”), yaitu ada 4, yaitu memabukkan, menjijikkan, membahayakan dan najis.  

Referensi Lain :

  1. Al-Syarqawi, Juz II, h. 332.
  2. Al-Majmu’, Juz II, h. 556.
  3. Hasyiyah al-Syarwani  ‘ala al-Tuhfah, Juz VIII, h. 241.

[1] Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, (Beirut: Dar al-Fikr, t. th.), Jilid I, h. 103.

[2] Zakarita al-Anshari dan Abdullah al-Syarqawi, Tuhfah al-Thullab dan Hasyiyah al-Syarqawi, (Indonesia: Dar al-Kutub al-Islamiyah, t. th), Juz  II, h. 451.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 399 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-29 Di Cipasung Tasikmalaya Pada Tanggal 1 Rajab 1415 H. / 4 Desember 1994 M.