Tanggungjawab Pihak Asuransi atas Sisa Kredit Rumah

 
Tanggungjawab Pihak Asuransi atas Sisa Kredit Rumah

Tanggungjawab Pihak Asuransi atas Sisa Kredit Rumah

Tuntunan ibadah terkait akad atau transaksi asuransi dengan jaminan dalam bentuk pembayaran sisa kredit, manakala debitur asuransi meninggal dunia.

A. Deskripsi Masalah

Perusahaan asuransi yang bergerak di bidang jasa semakin banyak bermunculan, seiring dengan semakin banyaknya orang yang merasa perlu jaminan atas kemungkinan resiko yang akan menimpanya. Untuk memperoleh jaminan dari perusahaan asuransi, seseorang diharuskan membayar kepadanya sejumlah dana tertentu (premi), baik secara kredit maupun kontan. Transaksi penjaminan asuransi terkadang juga menyertai trasnsaksi kredit Rumah Sederhana dan Sehat (RSS). Dalam transaksi penjaminan asuransi tersebut terdapat perjanjian, bahwa pihak perusahaan asuransi akan menanggung resiko untuk melunasi sisa kredit rumah manakala debitur meninggal dunia. Akan tetapi, jika debitur tidak meninggal dunia, ia tidak memperoleh sesuatu apa pun dari jumlah dana (premi) yang telah dibayarkan.

B. Pertanyaan

Apakah sah menurut hukum Islam, sistem penjaminan perusahaan asuransi untuk menanggung pembayaran sisa kredit, manakala debitur asuransi meninggal dunia?.

C. Jawaban

Akad atau transaksi asuransi dengan jaminan dalam bentuk pembayaran sisa kredit, manakala debitur asuransi meninggal dunia, adalah haram dan tidak sah. Sebab akad atau transaksi asuransi tersebut mengandung unsur gharar (tipuan/ketidakjelasan), qimar (ketidakpastian), dan riba.  

D. Dasar Penetapan Al-Qur’an

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. Al-Nisa’: 29).

1. Ma’alim al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil [1]

وَقَوْلُهُ تَعَالَى:  بِالْحَرَامِ يَعْنِي بِالرِّبَا وَالْقِمَارِ وَالْغَصَبِ وَالسَّرِقَةِ وَالْخِيَانَةِ وَنَحْوِهَا وَقِيلَ هُوَ الْعُقُودِ الْفَاسِدَةِ

Dan firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” dengan jalan haram, yaitu riba, perjudian, ghasab, mencuri, khianat, dan lainnya. Dan dalam satu versi, dengan jalan akad-akad yang fasid.”  

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)  

Al-Sunnah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ : نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَبَيْعِ الْغَرَرِ

“Dari Abu Hurairah, sungguh Rasulullah Saw. telah melarang praktik jual beli (dengan) lemparan dan jual beli yang mengandung ketidakjelasan.” (HR. Ahmad)  

2. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim [2]

وَأَمَّا النَّهْيُ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ فَهُوَ أَصْلٌ عَظِيمٌ مِنْ أُصُولِ كِتَابِ الْبُيُوعِ وِلِهَذَا قَدَّمَهُ مُسْلِمٌ وَيَدْخُلُ فِيهِ مَسَائِلٌ كَثِيرَةٌ غَيْرُ مُنْحَصَرَةٍ كَبَيْعِ الْآبِقِ وَالْمَعْدُوْمِ وَالْمَجْهُولِ وَمَا لَا يُقْدَرُ عَلَى تَسْلِيْمِهِ وَمَا لَمْ يَتِمَّ مِلْكُ الْبَائِعِ عَلَيْهِ وَبَيْعِ السَّمَكِ فِي الْمَاءِ الْكَثِيرِ وَاللَّبَنِ فِي الضَّرْعِ وَبَيْعِ الْحَمْلِ فِي الْبَطْنِ وَبَيْعِ بَعْضِ الصُّبْرَةِ مُبْهَمًا وَبَيْعِ ثَوْبٍ مِنْ أَثْوَابٍ وَشَاةٍ مِنْ شِيَاه وَنَظَائِرِ ذلِكَ وَكُلُّ هَذَا بَيْعُهُ بَاطِلٌ لِأَنَّهُ غَرَرٌ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ وَقَدْ يُحْتَمَلُ بَعْضُ الْغَرَرِ بَيْعًا إِذَا دَعَتْ إِلَيْهِ حَاجَةٌ كَالْجَهْلِ بِأَسَاسِ الدَّارِ وَكَمَا إِذَا بَاعَ الشَّاةَ الْحَامِلَ وَالَّتِي فِي ضَرْعِهَا لَبَنٌ فَإِنَّهُ يَصِحُّ لِلْبَيْعِ لِأَنَّ الْأَسَاسَ تَابِعٌ لِلظَّاهِرِ مِنَ الدَّارِ وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ تَدْعُوْ إِلَيْهِ فَإِنَّهُ لَا يُمْكِنُ رُؤْيَتُهُ وَكَذَا الْقَوْلُ فِي حَمْلِ الشَّاةِ وَلَبَنِهَا

Dan pelarangan jualbeli gharar (yang mengandung ketidakjelasan) merupakan prinsip penting dari beberapa prinsip dalam kitab tentang jualbeli. Karenanya, Imam Muslim mendahulukannya (dari pada yang lainnya). Jualbeli gharar mencakup banyak kasus, seperti jualbeli budak yang melarikan diri, barang yang tidak ada, barang yang tidak diketahui, barang yang tidak bisa diserahterimakan, barang yang belum dimiliki secara sempurna oleh penjual, ikan yang masih dalam air banyak, air susu yang masih dalam tetek (belum diperah), janin yang masih di kandungan, sebagian barang tumpukan tanpa kadar yang jelas, sepotong pakaian dari beberapa pakaian, seekor kambing dari beberapa kambing, dan semisalnya. Semuanya merupakan jualbeli yang tidak sah, sebab mengandung ketidakjelasan tanpa adanya hajat (yang melegalkannya). Ada pula sebagian ketidakjelasan yang diperbolehkan dalam praktik jualbeli. Seperti ketidakjelasan pondasi rumah, jualbeli kambing yang sedang hamil, dan kambing yang dalam teteknya ada air susunya, maka semuanya sah. Sebab, pondasi itu mengikuti bagian rumah yang tampak, dan sebab hajat mengharuskan begitu. Sebab, tidak mungkin melihatnya. Demikian pula pada janin dan air susu kambing.  

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ نَبِىَّ اللهِ  : نَهَى عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْكُوْبَةِ وَالْغُبَيْرَاءِ وَقَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Dari Abdullah bin Umar, sungguh Nabi Allah Saw. telah melarang khamr, perjudian, permainan dadu, dan minuman keras dari jagung (produksi Etopia).” Dan beliau bersabda: “Segala (minuman) yang memabukkan adalah haram.” (HR. Abu Dawud)  

Aqwal al-Ulama

3. Takmilah al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab [3]

وَيَنْقَسِمُ التَّأْمِيْنُ مِنْ حَيْثُ الشَّكْلِ إِلَى نَوْعَيْنِ أَسَاسَيْنِ وَهُمَا   

(أ) التَّأْمِيْنُ التَبَادُلِيُّ التَّعَاوُّنِيُّ   

(ب) التَّأْمِيْنُ بِقِسْطٍ وَسَوْفَ تَكُوْنُ دِرَاسَتُنَا حَوْلَ الشَّكْلِ الثَّانِي لِأَنَّهُ هُوَ الَّذِى يَدُوْرُ حَوْلَهُ الْخِلَافُ وَهَذَا النَّوْعُ مِنَ التَّأْمِيْنِ تَقُوْمُ بِهِ الشَّرِكَاتُ عَلَى أَسَاسٍ تِجَارِيٍّ وَتُقَوِّمُ الشَّرِكَةُ بِدَوْرِ الْمُؤَمَّنِ وَتَتَّفِقُ مَعَ عَمَلَاتِهَا (كُلٌّ عَلَى حِدَّةِ) الْمُؤَمِّنِ لَهُمْ عَلَى تَعْوِيضِهِمْ وَذَلِكَ بِدَفْعِ مَبْلَغِ التَّأَمِيْنِ عَنِ الْإِضْرَارِ تَلْحَقُ بِهِمْ عِنْدَ تَحْقِيْقِ خَطَرٍ مُعَيَّنٍ دُفِعَ قِسْطٌ مُعَيَّنٌ وَهَذَا الشَّكْلُ مِنَ التَّأْمِيْنِ يَضُمُّ أَنْوَاعًا كَثِيْرَةً تَبَعًا لِلْأَخْطَارِ الَّتِى يَتَعَرَّضُ لَهَا اْلإِنْسَانُ وَيُمْكِنُ حَصْرُهَا فِى ثَلَاثَةِ أَنْوَاعٍ   

(أ) التَّأْمِيْنِ الشَّخْصِيِّ (وَمِنْهُ التَّأْمِيْنُ عَلَى الْحَيَاةِ)   

(ب) تَأْمِيْنُ الْمُمْتَلَكَاتِ (التَّأْمِيْنُ عَلَى الْاَشْيَاءِ)   

(ج) تَأْمِيْنِ الْمَسْؤُلِيَّةِ الْمَدَنِيَّةِ (التَّأْمِيْنُ مِنَ الْمَسْؤُلِيَّةِ) وَلَقَدْ انْقَسَمَتْ الْآرَاءُ إِلَى ثَلَاثَةِ اتِّجَاهَاتٍ حَوْلَ

الْحُكْمِ عَلَى التَّأْمِيْنِ بِأَنْوَاعِهِ ... الْإِتِّجَاهُ الْأَوَّلُ تَحْرِيْمُ التَّأْمِيْنِ عَلَى أَسَاسِ

   1- الضَّمَانُ فِيْهِ الْتِزَامُ مَا لَا يَلْزَمُ

   2- فِيهِ أَكْلُ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ

3- فِيهِ رِهَانٌ وَقِمَارٌ أَوْ شِبْهُ قِمَارٍ عَلَى الْأَقَلِّ

  4- فِيهِ غَرَرٌ وَجَهَالَةٌ وَبِهِمَا لَا تَصْلُحُ الْعُقُوْدُ

5- يُخَالِفُ قَوَاعِدَ الْمِيْرَاثِ وَالْوَصِيَّةِ

   6- يَتَضَمَّنُ الرِّبَا

   7- مُعْظَمُ شُرُوطِهِ الْفَاسِدَةِ

8- لَا تُوجَدُ ضَرُورَةٌ اقْتِصَادِيَّةٌ تُوجِبُهُ

Ditinjau dari segi bentuk dasarnya asuransi dibagi menjadi dua macam: (1) al-Ta’min al-Tabadduli al-Ta’awuni (Asuransi Kolektif), (2) Al-Ta’min bi al-Qishti (Asuransi Premi). Kita batasi pembahasan pada jenis kedua saja. Sebab, inilah yang masih diperselisihkan. Asuransi jenis ini dijalankan oleh perusahan asuransi dengan berdasar asas niaga. Perusahan asuransi menentukan harga rumah yang diasuransikan dan bersepakat dengan nasabah (yang masing-masing punya ketentuan sendiri) yang dijamin untuk diberi ganti rugi. Yakni dengan membayar sejumlah harta sebagai asuransi dari musibah, ketika benar-benar terjadi musibah maka mereka akan diberi sejumlah harta tertentu. Asuransi semacam ini memiliki banyak varian, sesuai dengan resiko yang mungkin dihadapi seseorang, dan bisa diklasifikasikan menjadi tiga varian: (a) Asuransi pribadi, temasuk di dalamnya asuransi jiwa. (b) Asuransi properti. (c) Asuransi tanggungan sosial. Terkait asuransi dan berbagai variannya, pendapat para ulama terbagi menjadi tiga … Pendapat pertama mengharamkannya dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (1) Jaminan dalam asuransi merupakan kesanggupan pada hal yang belum pasti terjadi. (2) Menguasai harta orang lain dengan cara-cara yang tidak benar. (3) Mengandung unsur taruhan, judi atau setidaknya nmenyerupai judi. (4) Ketidakjelasan dan ketidakpastian, sehingga tidak layak dengan standar akad (yang diperbolehkan). (5) Bertentangan dengan aturan warisan dan wasiat. (6) Mengandung unsur riba. (7) Mayoritas persyaratannya fasid (rusak menurut hukum). (8) Tidak terdapat tuntutan ekonomi yang mengharuskannya.  

4. Al-Mu’amalah al-Maliyah al-Mu’asyirah [4]

التَّأْمِيْنُ التِّجَارِيُّ أَوْ ذُوْ الْقِسْطِ الثَّابِتِ عَقْدٌ فَاسِدٌ شَرْعًا لِأَنَّهُ مُعَلَّقٌ عَلَى خَطَرٍ أَوِ احْتِمَالٍ تَارَةً يَقَعُ وَتَارَةً لَا يَقَعُ فَهُوَ قِمَارُ مَعْنِيٌّ وَيَشْتَمِلُ عَلَى خَمْسَةِ أَسْبَابٍ تَجْعَلُهُ حَرَامًا وَهِيَ الرِّبَا (بِسَبَبِ الزِّيَادَةِ عَلَى الْأَقْسَاطِ الْمَدْفُوْعَةِ بِلَا عِوَضٍ) وَالْغُرُوْرُ الْفَاحِشُ لِقِيَامِهِ عَلَى أَمْرٍ إِحْتِمَالِيٍّ غَيْرِ ثَابِتٍ وَلاَ مُحَقَّقِ الْوُجُوْدِ وَالْقِمَارُ فَقَدْ يَدْفَعُ الْمُسْتَأْمِنُ قِسْطًا وَاحِدًا وَيَقَعُ الْحَادِثُ وَقَدْ يَدْفَعُ جَمِيْعَ الْأَقْسَاطِ وَتَضِيْعُ عَلَى دَافِعِهَا وَقَدْ تَغْرُمُ شَرِكَاتُ التَّأْمِيْنُ مَبْلَغًا كَبِيْرًا دُوْنَ مُقَابِلٍ بِسَبَبِ الْغُرُرِ وَفِيْهِ غَبْنٌ فَاحِشٌ لِعَدَمِ وُضُوْحِ مَحَلِّ الْعَقْدِ وَيَشْتَمِلُ عَلَى قِمَارٍ لِمَا فِيْهِ مِنْ مُخَاطَرَةٍ لِتَعْرِيْضِ النَّفْسِ وَالْمَالِ لِفُرْصَةٍ مَجْهُوْلَةٍ وَيَتَضَمَّنُ أَيْضًا جَهَالَةً لِأَنَّ مَا يَدْفَعُهُ الْمُسْتَأْمِنُ مَجْهُوْلُ الْقَدْرِ لِكُلٍّ مِنَ الْعَاقِدَيْنِ وَمَا يَدْفَعُهُ الْمُؤَمِّنُ (الشَّرِكَةَ) لَا يُعْرَفُ مِقْدَارُهُ وَالْجَهَالَةُ وَاضِحَةٌ فِي مِقْدَارِ عِوَضِ التَّأْمِيْنِ وَزَمَنِ وُقُوْعِ الْحَادِثِ

Asuransi niaga atau model premi tetap merupakan transaksi fasid (gugur dalam hukum). Sebab akad ini bergantung pada spekulasi kecelakaan dan ketidakpastian, yang terkadang terjadi dan terkadang tidak. Maka transaksi ini secara subtantif sama dengan judi. Ada lima sebab yang mengharamkannya, yaitu: (1) Riba, dengan sebab adanya tambahan pembayaran premi tanpa imbal balik. (2) Gharar atau ketidakpastian yang cukup kuat, sebab akad ini berdasarkan pada spekulasi yang simpangsiur dan belum wujud. (3) Perjudian. Terkadang seorang nasabah (pemengang polis) baru membayar premi sekali dan mengalami kecelakaan sekali (sudah bisa mengajukan klaim). Terkadang ada pula yang sudah lunas membayar semua premi, namun sia-sia belaka (tidak bisa mengajukan klaim karena belum mengalami kecelakaan). Terkadang perusahaan bangkrut, sebab menanggung sejumlah klaim yang tidak sebanding dengan premi yang ia terima, yang disebabkan gharar atau ketidakjelasan (dalam akad ini). (4) Potensi kerugian besar, karena ketidakjelasan obyek akad. Selain itu, juga mengadung unsur perjudian. Sebab mempertaruhkan keselamatan jiwa dan harta sampai batas waktu yang tidak ditentukan. (5) Jahalah (ketidakjelasan), sebab jumlah nominal premi yang harus dibayar oleh nasabah tidak diketahui secara pasti oleh kedua belah pihak. Begitu pula kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Bahkan jahalah atau ketidakjelasan ini tampak sekali dalam jumlah premi yang dibayar oleh nasabah dan masa terjadi terjadinya resiko.  

5. Al-Mu’amalah al-Maliyah al-Mu’asyirah [5]

وَكَانَ الاتِّجَاهُ الْجَمَاعِيُّ وَالْإِجْمَاعِيُّ الْقَائِلُ بِحِلِّ التَّأْمِيْنِ التَّعَاوُّنِي وَالْإِجْتِمَاعِي وَاعْتِمَادُهُ مَنْهَجًا وَأَسَاسًا لِعُقُوْدِ التَّأْمِيْنِ الْمُخْتَلِفَةِ وَتَحْرِيْمُ التَّأْمِيْنِ التِّجَارِيِّ مُتَمَثَّلًا فِي مُؤْتَمَرِ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنِ الثَّانِي فِي الْقَاهِرَةْ عَامَ 1385هـ وَمُؤْتَمَرِ عُلَمَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ السَّابِعِ فِيْهَا أَيْضًا عَامَ (1392هـ/1972م) وَمَجْمَعِ الْبُحُوْثِ الْإِسْلَامِيَّةِ فِي الْأَزْهَرِ الشَّرِيْفِ وَمَجْمَعِ الْفِقْهِ الْإِسْلَامِيِّ فِي رَابِطَةِ الْعَالَمِ الْإِسْلَامِيِّ فِي مَكَّةَ الْمُكَرَّمَةِ عَامَ (1398هـ/1978م) وَقَرَارِ مَجْلِسِ هَيْئَةِ كُبَّارِ الْعُلَمَاءِ بِالْمَمْلَكَةِ الْعَرَبَّيِة السُّعُوْدِيَّةِ عَامَ (1397هـ/1977م) وَقَرَارِ النَّدْوَةِ الْفِقْهِيَّةِ الثَّالِثَةِ فِي بَيْتِ التَّمْوِيْلِ الْكُوَيْتِي عَامَ (1413هـ/1993م) وَقَرَارِ مَجْمَعِ الْفِقْهِ الَإِسْلَامِيِّ الدَّوْلِيِّ رَقْمُ 9(9/2) ف/ثَانِيًّا ذَلِكَ لِأَنَّ عَقْدَ التَّأْمِيْنِ التِّجَارِيِّ عَقْدٌ فَاسِدٌ شَرْعًا لِأَنَّهُ مُتَعَلَّقٌ عَلَى خَطَرٍ تَارَةً يَقَعُ تَارَةً لَا يَقَعُ فَهُوَ قِمَارٌ مَعْنًى وَلَا يَنْدَرِجُ تَحْتَ عَقْدِ الْمُضَارَبَةِ وَلاَ يُلْحَقُ بِهِ لِأَنَّ رَبَّ الْمَالِ يَتَحَمَّلُ الْخَسَارَةَ وَحْدَهُ فِي الْمُضَارَبَةِ عَلَى عَكْسِ التَّأْمِيْنِ وَلَوْ مَاتَ رَبُّ الْمَالِ فِي الْمُضَارَبَةِ فَلَيْسَ لِوَرَثَتِهِ إِلَّا مَا دَفَعَهُ مُوْرِثُهُمْ بِخِلَافِ التَّأْمِيْنِ حَيْثُ يَتَقَاضَوْنَ مَبْلَغًا ضَخْمًا وَلَيْسَ فِي طَبِيْعَةِ عَقْدِ التَّأْمِيْنِ أَيُّ تَعَرُّضٍ لِلْخَسَارَةِ وَالْمُضُاَرَبَةُ خِلَافُهُ وَالرِّبْحُ فِي الْمُضَارَبَةِ نِسْبِيٌّ غَيْرُ مُحَدَّدٍ كَمَا لَا يَصِحُّ إِلْحَاقُ هَذَا التَّأْمِيْنُ بِعَقْدِ الْكَفَالَةِ أَوْ الضَّمَانِ بِسَبَبِ التَّعَدِّي أَوْ الْإِتْلَافِ أَوْ وَضْعِ الْيَدِ لِأَنَّ الْكَفَالَةَ ضَمُّ ذِمَّةٍ إِلَى ذِمَّةٍ فِي دَيْنٍ ثَابِتٍ مُسْتَقَرٍّ، وَالدَّيْنُ فِي التَّأْمِيْنِ غَيْرُ ثَابِتٍ وَلَا مَعْلُوْمٌ وَلَا مُسْتَقِرٌّ

Memang ada rumusan kolektif dan komparatif yang menyatakan bahwa asuransi kerjasama sosial kemasyarakatan adalah halal. Hal itu berdasarkan asas dan metode berbagai macam jenis asuransi. Kendati begitu, pengharaman asuransi niaga muncul dalam Muktamar Ulama Islam ke-2 di Kairo tahun 1385 H., Muktamar Ulama Islam ke-7, juga di Kairo tahun 1392 H./1972 M., Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah di Al-Azhar, Majma’ al-Fiqh al-Islami Rabithah al-Alam al-Islami di Makkah th.1398 H./1978 M., Keputusan Majlis Haiah Kibar al-Ulama di Kerajaan Arab Saudi, th.1397 H./1977 M., Keputusan al-Nadwah al-Fiqhiyah ke-3 di Bait al-Tamwil, Kuwait th. 1413 H./1993 M. dan Keputusan Majma’ al-Fiqh al-Islami al-Dauli, No. 9 (9/2) F/II. Rumusan haram itu mengingat asuransi niaga merupakan akad fasid. Sebab, asuransi niaga dibangun atas dasar spekulasi resiko yang kadang terjadi dan kadang tidak. Maka secara subtantif asuransi niaga merupakan judi. Tidak bisa dikategorikan dan disamakan pula dengan transaksi mudharabah. Sebab, dalam transaksi mudharabah pemilik modal menanggung sendiri resiko kerugiannya, yang terjadi sebaliknya pada asuransi. Dalam mudharabah, bila pemilik modal mati, maka ahli waris hanya mendapat harta yang telah dibayarkannya. Berbeda dengan asuransi, ahli waris berhak menerima sejumlah klaim nominal yang amat besar. Dalam karakteristik akad asuransi tidak terdapat kemungkinan kerugian, berbeda dengan mudharabah. Keuntungan dalam mudharabah terukur dalam prosentase yang tidak terbatas pada nominal tertentu (hal ini berbeda dengan keuntungan dalam akad asuransi). Asuransi niaga ini juga tidak bisa disamakan dengan akad kafalah atau dhaman (tanggungjawab) sebab kesalahan, merusak, atau menguasai (hak orang lain). Sebab, kafalah adalah menggabungkan tanggungjawab pada tanggungjawab lain dalam hutang yang sudah tetap dan pasti. Sedangkan hutang dalam asuransi niaga bersifat belum tetap, belum jelas dan belum pasti.  

[1] Ibn Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t. th.), Cet. ke-2, Jilid I, h. 417.

[2] Muhyiddin al-Nawawi, al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, (Beirut:: Dar al-Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t. th.), Cet. ke-2, Juz X, h. 156.

[3] Muhammad Bukhait al-Muthi’i, Takmilah al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, t. th.) Jilid XIII, h. 470-471.

[4] Wahbah al-Zuhaili, Al-Mu’amalah al-Maliyah al-Mu’asyirah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2008) , Cet. ke-6, h. 127-128.

[5] Wahbah al-Zuhaili, Al-Mu’amalah al-Maliyah al-Mu’asyirah, (Damaskus: Dar al-Fikr, 2008) , Cet. ke-6, h. 263-264.

Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 441 KEPUTUSAN KOMISI BAHTSUL MASAIL AD-DINIYYAH AL-WAQI’IYYAH MUNAS ALIM ULAMA & KONBES NU Di Asrama Haji Sukolilo Surabaya Tanggal 27 – 30 Juli 2006