Serial Wayang Kebatinan Islam #2: Kemunculan Wayang Kulit di Masa Prasejarah

 
Serial Wayang Kebatinan Islam #2: Kemunculan Wayang Kulit di Masa Prasejarah

Wayang Kulit dari Masa ke Masa

Perkembangan wayang di Indonesia merupakan hasil dari proses yang berkesinambungan antara masa yang berbeda, sampai mengalami penyempurnaan seperti sekarang ini. Sehingga untuk mengungkapan sejarah wayang kulit ini perlu bukti-bukti yang mendalam guna mendapatkan hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu penulis berusaha membahas masalah ini menurut sejarah kebudayaan di Indonesia yang bersumber dari referensi-referensi dan keterangan-keterangan yang ada.

Menurut ilmu sejarah kebudayaan bahwa untuk mencari keterangan-keterangan asal-usul manusia perlu dipelajari ilmu ‘Paleontologi’, yaitu ilmu pengetahuan tentang kehidupan yang tua, dan dari pengetahuan tersebut diketahui bahwa baru mulai 1,5 juta tahun yang lalu baru terdapat tanda-tanda adanya manusia. Sedang menurut ilmu geologi, bumi ini terbentuk kurang lebih 250 miliar tahun yang lampau. Sehingga pada tahun tersejadinya kulit bumi ini, tentu saja belum ada kebudayaan manusia, pertunjukan kesenian wayang kulit juga belum ada.

Menurut Dr. Soekmono, ada empat zaman dalam sejarah kebudayaan Indonesia, yaitu:

  1. Zaman prasejarah, sejak dari permulaan adanya manusia dan kebudayaan sampai kira-kira abad ke-5 M
  2. Zaman purba, sejak datangnya pengaruh India pada abad pertama tarikh masehi sampai lenyapnya kerajaan Majapahit, sekitar tahun 1500 M
  3. Zaman madya, sejak datangnya agama dan pengaruh Islam menjelang akhir zaman Majapahit akhir abad ke-19
  4. Zaman baru (modern), sejak datangnya anasir-anasir Barat dan teknik modern pada kira-kira tahun 1900 sampai sekarang.

Atas dasar berbagai pendapat tersebut, maka secara ringkas, sejarah kebudayaan Indonesia dibagi menjadi masa prasejarah dan sejarah. Pembahasan perkembangan wayang kulit di Indonesia itumeliputi masa prasejarah dan sejarah (masa Hindu-Budha, masa Islam, masa sekarang/ setelah kemerdekaan).

 

Wayang Kulit Masa Prasejarah

Dari beberapa sumber yang ada dijelaskan bahwa embrio wayang kulit sudah ada sejak masa prasejarah di Indonesia. Pendapat pakar dalam masalah ini adalah:

1. Dr. Suroto, menyatakan bahwa:

Jauh sebelum agama Hindu di Indonesia, nenek moyang bangsa Indonesia telah mengenal pertunjukan tersebut adalah kebudayaan asli Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan pemujaan roh nenek moyang mereka. Roh nenek moyang dapat diminta untuk memberi bantuan, serata mengganggu dan mencelakakan orang. Dalam upaya untuk meminta bantuan kepada roh nenek moyang tersebut, caranya dengan menggelar wayang.

2.  Dr. G.A.J. Hazeu dalam buku “Bijdrage tot de kennis van het Javaansche toonel” dalam bentuk terjemahan menyebutkan:

Menurut kepercayaan umum di zaman kuno, sukma orang yang sudah meninggal akan menampakkan lagi di dunia berupa wayangan (bayangan). Mereka lalu membuat patung atau arca yang menggambarkan leluhurnya yang kini sudah berupa roh halus. Dari sana tumbuh pemikiran untuk menimbulkan atau menampakkan bayangan tadi melewati kelir. Saat itulah pertama kali timbulnya wayang hanya karena usaha untuk memperlihatkan bayangan leluhurnya.

Dari dua pendapat tadi diketahui bahwa asal mula pertunjukan wayang kulit adalah sebagai bentuk kegiatan ritual masyarakat Jawa zaman animis, agar mereka memperoleh keselamatan hidup dari roh-roh nenek moyang mereka.

Setelah diketahui asal mula maksud diadakannya pertunjukan wayang, maka timbul pertanyaan: masa apa, tahun berapa itu ada, serta tokoh macam apa saja yang ada pada wayang waktu itu, maka untuk menjawab persoalan tersebut tidak bisa lepas dari bukti-bukti sejarah keberadaan mereka.

Dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, R. Soekmono menyebutkan:

Nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa Austronesia, yang mulai datang di kepulauan Indonesia kira-kira 2000 SM yaitu zaman yang kita kenal dengan Neolithikum. Kebudayaan Neolithikum ini mempunya dua cabang yaitu, cabang kapak persegi yang penyebarannya dari dataran Asia melalui jalanbarat Indonesia. Dan cabang kedua yaitu kapak lonjong (Neolithikum Papua( yang penyebarannya melalui jalan Timur. Pendukung kebudayaan kapak persegi adalah bangsa Austronesia, sedang kapak lonjong adalah Papua Melanesiode yang tersebar dalam Austronesia.

Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa-bangsa Austronesia yang hidup pada masa Neolithikum, maka karena menjadi nenek moyang bangsa Indonesia secara langsung, kebudayaan mereka itu disebut dengan kebudayaan Indonesia.

Bangsa Austronesia ini dalam kehidupannya tentu tidak lepas dari upacara ritual. Sedang peninggalan yang menunjukkan kehidupan yang dilakukan, misalnya menhir, dolmen, dan sebagainya, diperoleh kesan bahwa pemujaan roh nenek moyang mempunyai tempat penting dalam kehidupan rohani.

Jika pendapat tentang keberadaan bangsa yang menyebutkan, “Adanya pertunjukan wayang (bayangan) sudah ada 400 tahun sebelum masehi, yakni di zaman kepercayaan bangsa Melayu Polinesia”. Juga pendapat Drs. Suroto yang menyebutkan, “Pada masa Neolithikum, sekitar 3000 tahun lalu sudah ada boneka wayang dari kulit”.

Maka penulis berpendapat bahwa kepercayaan wayang ini sudah ada sejak masa prasejarah, yaitu sejak bangsa Austronesia Melayu Polinesia percaya dan menyembah roh-roh nenek moyang mereka, dan keadaan ini terjadi pada masa Neolithikum yaitu antara tahun 2000-4000 SM, atau lebih kurang tahun 1500 SM ini berdasarkan pendapat Ir. Sri Mulyono yang menyatakan, “Pertunjukan wayang timbul kurang lebih pada zaman Neolithikum atau lebih kurang pada tahun 1500 SM.”

Sedang mengenai macam tokohnya sudah ada pada waktu itu, walaupun belum diketahui siapa nama tokoh wayang itu. Pembuatan tokoh-tokoh itu disesuaikan dengan kondisi kehidupan nenek moyang waktu itu.

Hal ini berdasarkan pendapat Drs. Suroto yang menyebutkan:

Jika nenek moyang yang dimaksud dahulunya mahir berburu, ataupun seorang prajurit istana yang tangguh dan merupakan seorang kesatria atau pahlawan, maka pada pagelaran wayang tersebut sang dalang yang berperan sebagai syaman harus juga menceritakan kehebatan dan keagungan nenek moyang itu dengan sanjungan dan pujian, agar roh nenek moyang tadi merasa senang dan kemudian memberikan restu dan bantuannya.

 

Dalam perkembangan selanjutnya, wayang masa prasejarah ini mempunyai hubungan dengan wayang kulit masa sekarang. Tentang masalah ini, Ir. Sri Mulyono menyebutkan:

  • Yang semula bayang-bayang, gambar, atau wujud roh itu, kemudian berubah menjadi wayang purwa
  • Layar menjadi kelir
  • Medium atau syaman atau pendeta menjadi dalang
  • Sajian menjadi sajen
  • Nyanyian atau hymne menjadi seni suara (suluk, gending, sindenan)
  • Bunyi-bunyian menjadi gamelan
  • Tempat pemujaan menjadi panggung atau debog (batang pisang)
  • Blencong menjadi lampu penerangan

Pendapat tersebut memang ada benarnya jika dikaitkan dengan keadaan wayang kulit masa sekarang.

Dari semua keterangan tersebut di atas, dapatlah diperoleh kejelasan tentang keberadaan wayang masa prasejarah yaitu:

  1. Embrio wayang kulit sudah ada sejak masa prasejarah, masa sebelum agama Hindu-Budha dan pengaruhnya datang dari Indonesia
  2. Asal mula pertunjukkan wayang bersifat sakral, yaitu sesuai kondisi manusia Jawa waktu itu yang animis. Dengan media ini mereka berupaya meminta perlindungan dari mara bahaya pada roh-roh nenek moyang mereka.
  3. Dilihat dari usianya, wayang kulit sudah berusia lebih dari 3500 tahun (sejak periode Neolithikum sampai dengan sekarang).

 

Bersambung.

 

Sumber: Buku Wayang Kebatinan Islam karya Dharmawan Budi Suseno