Pemimpin Sosok Pelayan Umat

 
Pemimpin Sosok Pelayan Umat
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Dalam Islam kewajiban menaati kepada pemimpin adalah hal yang mutlak dan tidak ada tawar menawar selama sang pemimpin mengajak kepada kebenaran sebagaimana yang di titahkan dalam syariat walaupun dirinya seorang yang melanngar perintah Allah SWT,diantara dalil yang menegaskan hal tersebut diantaranya, di sebutkan dalam hadist nabi berbunyi:

Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia. “Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?”Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka.” (HR. Muslim no. 1847).

Dalam hadist diatas mengandung pengertian, kewajiban menaati kepada pemimpin tidak gugur di sebabkan dirinya pemimpin melakukan maksiat dalam agama, baik kepada Allah, Rasul dan sesaamanya, hanya yang tidak wajib ta’at selama dia menyuruh kita kepada perbuatan yang melanggar perintah Allah dan Rasulnya, ini di tegaskan dalam hadist nabi Saw dengan bunyinya: “Tidak ada kewajiban ta’at dalam rangka bermaksiat (kepada Allah). Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (bukan maksiat).” (HR. Bukhari no. 7257)

Hadist di atas diperkuat oleh perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan  sabda-Nya, :“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari no. 7144). Bahkan mena’ati kepada pemimpin merupakan berada pada urutan ketiga setelah Allah SWT dan Rasul-Nya sesuai dengan penjelasan di dalam surat An-Nisa’aya 59: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)

Penjelelasan di dalam ayat diatas, sangat jelas di ungkapakan  bahwa  ketaatan seseoarang kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh ‘taatilah’ karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (taabi’) dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya Saw. Berdasarkan paparan tersebut diatas, apabila seorang pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi kewajiban dengar dan taat. Begitu juga sebaliknya walaupun dirinya seorang fasik dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul.

Wallahul Muwafiq ila Aqwamith Thariq


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 06 September 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_______

Penulis: Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Editor: Athallah Hareldi