Ustadz Faris Khoirul Anam : Mengapa Perlu ZIarah Haji

 
Ustadz Faris Khoirul Anam : Mengapa Perlu ZIarah Haji

Menyambut jamaah haji yang baru datang dari tanah suci telah mentradisi di tanah air. Rupa-rupa bentuknya. Ada yang mengadakan acara secara khusus dengan mengundang kerabat, sahabat, dan kolega. Ada pula yang model “open house”. Tamu datang kapan saja, tidak musti pada waktu yang telah ditentukan shahibul bait atau tuan rumah. Di sebagian daerah di Nusantara, umat Islam mengistilahkannya dengan “ziarah haji”. Orang Madura membahasakannya dengan Sejereh.

Telah maklum bahwa kegiatan ini termasuk adat istiadat, sehingga tak dapat dilarang dengan dalih tak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bahkan bila dirinci lebih detil tentang motif dan tujuannya, kegiatan tersebut memiliki senarai kebaikan dalam pandangan syariat.

Pertama, acara itu digelar sebagai ekspresi rasa syukur atas keselamatan jamaah haji dan kelancarannya dalam menjalankan rangkaian ibadah. Jamaah haji yang menceritakan kisah-kisah perjalanannya juga berada dalam kerangka syukur nikmat ini, atau menceritakan nikmat Allah (tahadduts bin-ni’mah). Bukan pamer atau riya.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa antara tahadduts bin-ni’mah dan pamer bedanya sangat tipis, dan ternyata perbedaan itu kembali ke hati. Riya adalah mengharapkan tujuan-tujuan duniawi melalui ibadah yang dilakukan. Tujuan duniawi itu bisa untuk mengambil kemanfatan seperti popularitas, atau menolak kemudaratan seperti menutupi kekurangan. Sedangkan tahadduts bin-ni’mah adalah menyampaikan suatu kenikmatan yang ia terima sebagai penyempurna syukur nikmatnya.

Para sahabat nabi juga menyambut kedatangan kembali orang yang bepergian, baik kepergian untuk haji, umrah, dagang, dan lainnya. Sahabat Abdullah bin Abbas menuturkan:

لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مَكَّةَ – أي : في فتحها - اسْتَقْبَلَتْهُ أُغَيْلِمَةُ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، فَحَمَلَ وَاحِداً بَيْنَ يَدَيْهِ وَآخَرَ خَلْفَهُ. رواه البخاري ( 1798)

“Saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tiba di Makkah – yaitu dalam peristiwa pembebasan kota itu – beliau disambut oleh anak-anak Bani Abdil Muththalib. Maka Nabi menggondong salah satu dari mereka di depan beliau dan yang lain di belakang.” (HR. al-Bukhari, hadits no 1798).

Imam Bukhari merilis hadits ini pada bab Umrah, dan membuat sub bab tersendiri berjudul Bab Istiqbal al-Haj al-Qadimin (Bab Menyambut Haji yang Datang).

Kedua, orang berhaji yang baru pulang lazimnya menyediakan hidangan makanan untuk orang yang datang ke rumahnya. Amaliah ini juga merupakan sunnah Nabi Muhammad. Hidangan seperti ini disebut dengan naqi’ah, diambil dari kata naq’ yang berarti debu. Dinamakan demikian karena dulu orang yang baru pulang dari bepergian tubuh dan bajunya terkena debu perjalanan. Sementara menurut Ibnu Baththal, naqi’ah diambil dari kata naq’ yang artinya adalah onta (lihat: al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, jilid 16, hal. 393).

Salah satu dalil kesunnahan hidangan untuk musafir yang datang itu adalah hadits riwayat Jabir berikut ini:

لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً. رواه البخاري ( 3089)

“Saat tiba di Madinah, Nabi menyembelih onta atau sapi.” (HR. al-Bukhari, hadits nomor 3089).

Hadits tersebut menjadi dalil bahwa mengundang orang untuk datang saat kepulangan musafir adalah amaliah yang disyariatkan atau masyru’ (lihat: al-Azhim Abadi, ‘Aun al-Ma’bud, jilid 10, hal. 211).

Bahkan al-Imam al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari secara khusus menyusun sub bab berjudul al-Tha’am ‘Inda al-Qudum (makanan saat kedatangan musafir) yang beliau letakkan di bawah Bab al-Jihad wal-Siyar.

Imam Nawawi menjelaskan:

يُسْتَحَبُّ النَّقِيعَةُ وَهِيَ طَعَامٌ يُعْمَلُ لِقُدُومِ الْمُسَافِرِ وَيُطْلَقُ عَلَى مَا يَعْمَلُهُ الْمُسَافِرُ الْقَادِمُ وَعَلَى مَا يَعْمَلُهُ غَيْرُهُ لَهُ. (المجموع شرح المهذب 4/ 400)

“Dianjurkan melakukan naqi’ah, yaitu makanan yang dibuat untuk kedatangan musafir. Hidangan ini baik yang dibuat oleh musafir yang datang atau yang dibuat oleh orang lain untuk musafir tersebut.” (al-Majmu’, jilid 4, hal. 400)

Namun tentu perlu diperhatikan jangan sampai hidangan dan kegiatan tersebut mengandung unsur tabdzir atau berlebih-lebihan. Allah Ta’ala tak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. al-An’am: 141), bahkan al-Qur’an menyebut mereka sebagai saudara-saudara setan (QS. Al-Isra: 27).

Ketiga, mendoakan dan meminta doa pada orang yang berhaji. Amaliah ini pun memiliki sandaran dail. Sa’id bin Manshur meriwayatkan dalam Sunan-nya, dari Ibnu Umar bahwa beliau berkata kepada jamaah haji yang datang:

تقبل الله سعيك وأعظم أجرك، وأخلف نفقتك.

“Semoga Allah menerima ibadahmu, mengagungkan pahalamu, dan mengganti nafkahmu.”

Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah menjelaskan:

التَّهْنِئَةُ بِالْقُدُومِ مِنَ الْحَجِّ: ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُنْدَبُ أَنْ يُقَال لِلْحَاجِّ أَوِ الْمُعْتَمِرِ، تَقَبَّل اللَّهُ حَجَّكَ أَوْ عُمْرَتَك، وَغَفَرَ ذَنْبَك، وَأَخْلَفَ عَلَيْك نَفَقَتَك.

“Tentang ucapan selamat atas kedatangan dari haji. Ulama Madzhab Syafi’i berpendapat, dianjurkan mengatakan kepada orang haji atau umrah, ‘Semoga Allah menerima hajimu dan umrahmu. Semoga Allah mengampuni dosamu dan mengganti harta yang telah kau nafkahkan (untuk perjalanan ini).” (lihat: Qulyubi wa ‘Umairah, jilid 2, hal. 151, Mathalib Ulinnuha, jilid 2, hal. 502)

Selain mendoakan, orang yang berziarah haji tentu juga meminta doa. Beberapa hadits menjelaskan tentang kesunnahan amaliah ini. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan dari Sahabat Abdullah bin Umar, beliau berkata, Rasulullah bersabda:

إِذَا لَقِيتَ الْحَاجَّ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَصَافِحْهُ، وَمُرْهُ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لَكَ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ بَيْتَهُ، فَإِنَّهُ مَغْفُورٌ لَهُ.

“Jika kau berjumpa orang berhaji, maka ucapkan salam untuknya, jabatlah tangannya, dan mintalah dia agar memintakan ampun untukmu sebelum dia masuk rumah, karena dia diampuni dosanya.” (al-Haitsami, al-Maqshad al-‘Ali fi Zawaid Abi Ya’la al-Mushili, hal. 50)

Wallahu a’lam.

===

(bagian dari serial tulisan pada kolom penulis bertajuk "Ngaji Fenomena" Tabloid Media Umat, edisi Dzulhijjah 1438 - Muharram 1439)