Fiqh Kuburan #4: Azan di Kuburan Lebih Baik Diikuti Kebiasaan Masyarakat Setempat

 
Fiqh Kuburan #4: Azan di Kuburan Lebih Baik Diikuti Kebiasaan Masyarakat Setempat

LADUNI.ID I HUKUM- Azan saat perkuburan memang adanya kontroversial pendapat dan dalammasyarakat sendiri juga demikian. namun  merujuk kepada pendapat yang kuat, azan tidak di sunatkan ketika jenazah di turunkanke kuburan dengan melihat ibarat dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, bahwa  telah di tolak (di radd) pendapat yang menyebutkan di sunatkan azan ketika di kuburkan: 

Dan sesungguhnya adzan dan iqamah ada digunakan untukk shalat….. Memang betul demikian, tetapi kadang bisa di gunakan untuk selain shalat, seperti untuk mengadzani anak yang baru lahir, orang yang bingung, pingsan, sedang marah, jelek kelakuannya baik dari manusia atau dari hewan,juga biasa dilakukan ketika berkecambuk perang, ketika kebakaran, dan menurut sebagian ulama demikian juga ketika menurunkan mayat ke lubang lahat disamakan kpd waktu dilahirkan biasa diadzani, tapi qiyas ini di dalam kitab Al 'ubad diralat kembali, dan disunahkan kembali ketika mengamukny jin, karena ada hadits shaheh yang menerangkan" (Kitab Tuhfatul Muhtaz:1:461 )

Memperkuat argument di atas Syekh Ibnu Hajar Al-Haitamy (wafat tahun 974 H) dalam ibarat kitab lainnya juga mematahkan analogi yang menyebutkan sunat azan ketika di kuburkan, dengan alasan beliau kemukakann bahwa mengqiaskan akhir hidup (di masukkan jenazah dalam kubur)  dengan awalnya hidup (azan saat di lahirkan manusia) merupakan dua perkara yang tidak dapat disamakan  (Syekh Ibnu Hajar, Kitab Fatawa Al-Fiqhiyyah Al-Kubra :2:24)

Walaupun demikian hemat al-faqir(penulis) untuk lebih menjaga kearifan local pendapat yang ketiga lebih di prioritaskan untuk menghindari mafsadah(kerugian) yang berefek negative dan terjadinya pertikaian dalam masyarakat.

Namun pencerahan tentang masalah ini dengan pendapat yang kuat dalam halaqah ilmupun harus terus di tingkatkan termasuk problema dan fenomena hukum islam lainnya yang aktual dalam masyarakat walaupun “hukum kebijakan” tidak harus di tinggalkan selama dalam batas syariat dengan berbagai pertimbangan.

Wallahu ‘alam Bishawab

Helmi Abu Bakar El-langkawi