Tarekat Naqsyabandiah #10: Kualifikasi Sosok Mursyid dalam Dunia Tarekat

 
Tarekat Naqsyabandiah #10: Kualifikasi Sosok Mursyid dalam Dunia Tarekat

LADUNI.ID, TASAWUF-Dunia tarekat tidak terlepas dari perannya guru yang lebih  dikenal dengan Mursyid.  Oleh karena itu ketika berbicara tentang kualifikasi seorang Mursyid, Imam al-Ghazali menjadikan kebebasan dari kecintaan terhadap harta dan kedudukan sebagai kriteria awal:

Mursyid adalah orang yang:

  1. Dari batinnya sudah keluar kecintaan terhadap harta dan kedudukan.
  2. Format pendidikannya berlangsung di tangan seorang Mursyid juga, dan begitulah seterusnya hingga silsilah itu berakhir pada Nabi SAW
  3. Mengalami riyadhah (latihan jiwa) seperti sedikit makan, bicara, dan tidur, serta banyak melakukan salat, sedekah dan puasa.
  4. Memperoleh cahaya dari cahaya-cahaya Nabi SAW
  5. Terkenal kebaikan biografinya dan kemulian akhlaknya seperti sabar, syukur, tawakal, yakin, damai, dermawan, qanaah, amanah, lemah lembut, rendah hati, berilmu, jujur, berwibawa, malu, tenang, tidak tergesa-gesa, dan lain sebagainya.
  6. Suci dari akhlaq yang tercela seperti sombong, kikir, dengki, tamak, beRAngan-angan panjang, gegabah dan lain sebagainya.
  7. Bebas dari ekstremitas orang-orang yang ekstrem.
  8. Kaya dengan ilmu yang diperoleh langsung dari Rasulullah SAW sehingga tidak membutuhkan ilmu orang-orang yang mengada-ada (Ilm al-Mukallafin), (Khulashah al-Tashanif al-Tasawuf dalam Majmu Rasail al-Imam al-Ghazali, halaman: 173).

Sedikit berbeda dari Imam al-Ghazali, al-MukarRAm Saidi Syaikh Prof. Dr. H. Kadirun Yahya mengumumkan kualifikasi sebagai berikut:

  1. Pilih Guru yang Mursyid, dicerdikan oleh Allâh SWT, bukan dicerdikan oleh yang lain-lain, dengan izin dan ridha Allâh SWT, karena Allâh SWT
  2. Yang kamil mukamil (sempurna dan menyempurna), diberi karunia oleh Allâh SWT, karena Allâh SWT
  3. Yang memberi bekas pengajarannya, (kalau ia mengajar atau mendoa berbekas pada si murid, si murid berobah kearah kebaikan), berbekas pengajarannya itu, dengan izin dan ridha Allâh SWT, biidznillâh.
  4. Yang masyhur kesana kemari, kawan dan lawan mengatakan, ia seorang Guru Besar.
  5. Yang tidak dapat dicela oleh orang yang berakal akan pengajarannya, yaitu tidak dapat dicela oleh Hadis dan Alquran dan oleh ilmu pengetahuan (tidak bersalah-salahan dengan Hadis, Alquran dan akal).
  6. Tidak setengah kasih kepada dunia, karena bulatnya hatinya, kasih kepada Allâh. Ia ada giat bergeloRA dalam dunia, bekerja hebat dalam dunia, tetapi bukan karena kasih kepada dunia itu, tetapi karena prestasinya itu adalah sebagai abdinya kepada Allâh SWT dalam hidupnya.
  7. Mengambil ilmu dari Polan yang tertentu; Gurunya harus mempunyai tali yang nyata kepada Allâh dan Rasul dengan silsilah yang nyata, (Ibarat Sekuntum Bunga dari Taman Firdaus, halaman: 173).

 

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Liaterasi dan Pecinta Tasawuf Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Aceh.  Sumber: alif.id