Dayah Mendidik dan Melahirkan Ulama serta Generasi Ikhlas

 
Dayah Mendidik dan Melahirkan Ulama serta Generasi Ikhlas

 

LADUNI.ID, SEJARAH- Alumni lulusan  dayah  menjadi  seorang  yang  mempunyai dua latar belakang kultur yang berbeda, di satu pihak realitas sosial yang  mereka  temui  ketika  berada  di  kampung  halaman  dan  di pihak  lain  sesuatu  yang  baru  yang  mereka  pelajari  di  dayah.

Tentunya dengan demikian, mereka menemukan bagaimana konsep yang ideal untuk membimbing masyarakat, yang berbeda dengan apa yang terjadi dalam keseharian masyarakat Aceh. Oleh karena itu, dia   menemukan   dengan   sendirinya   sebuah   cara   mereformasi masyarakat.

 Jadi,  lulusan  dayah  sebagai  suatu  kelompok  ingin melihat diri sendiri sebagai pemain peran penting dan pembaharu. Penjelasan ini menunjukkan bahwa mengapa suatu hal yang sangat beda perjalanan sejarah, sejarah rakyat Aceh di mana ulama memimpin gerakan pembaharuan.

Meskipun mereka tidak berhasil apa   yang   diharapkan,   gerakan   pembaharuan   ini   akan   selalu menjadi satu kontribusi yang besar dalam masyarakat Aceh, khususnya bagi para petani di daerah pedalaman.

Para murid tidak terlalu menuntut banyak permintaan administrasi. Guru-guru tidak terlalu menuntut banyak permintaan yang berhubungan dengan kebutuhan materi. Kebutuhan sehari- hari mereka sangat sederhana. Guru-guru, khususnya pimpinan dayah, biasanya mereka mempunyai penghasilan untuk kebutuhan sehari-hari.

Tentunya beberapa dari mereka ada yang menerima shadaqah, zakat dari masyarakat atau uang yang diberikan oleh masyarakat ketika  memberi khutbah Jum‟at atau  memberi ceramah ketika perayaan Maulid Nabi.  Telah menjadi kebiasaan bagi  orang  tua murid untuk membawa sesuatu kepada guru dayah ketika membesuk anak-anak mereka. Asisten guru dipilih dari murid, mereka bekerja secara sukarela tanpa bayaran.

Sebagai agen pembangunan, lulusan dayah nampaknya memainkan peran intelektual yang telah membawa ide-ide segar kepada masyarakat. Dengan Islam, mereka membentuk tali persaudaraan di kalangan masyarakat Aceh, yang berlandaskan pada konsep persamaan manusia dalam agama, yang dalam masyarakat mereka menemukan adanya pikiran memandang rendah satu sama lain. Akhirnya, para pemimpin ini mampu menyatukan dari berbagai kelompok dalam kampung.

***Helmi Abu Bakar El-Langkawi, Penggiat Literasi Asal Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga

 

Sumber: Nuraini, Potret Islam Tradisional “Dayah Dan Ulama Di Aceh Abad Ke-20” Dalam Perspektif Sejarah, 2014