Takdir Allah SWT adalah Ketentuan Terbaik bagi Semua

 
Takdir Allah SWT adalah Ketentuan Terbaik bagi Semua
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Orang yang sukses itu bukanlah orang yang hanya berhasil mendapatkan sesuatu yang diinginkan belaka, melainkan mereka yang telah berhasil meraih kebaikan demi kebaikan dalam hidup yang dijalaninya. Sebab, sesuatu yang berhasil didapat dari hanya sekadar keinginan, belum tentu menjadi suatu kebaikan dalam kehidupannya. Karena itu sangat dianjurkan pada setiap umat muslim untuk selalu meminta sesuatu yang terbaik dari Allah SWT.

Kita harus sadar dan menerima dengan ikhlas, bahwa segala hal yang terjadi, baik, buruk, menyenangkan, menyedihkan, semuanya sudah ditetapkan dalam takaran yang tepat untuk kita, agar kita bisa menjadi lebih baik dalam hidup ini.

Allah SWT berfirman:

اِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنٰهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut takarannya.” (QS. Al-Qamar: 49)

Dari ayat di atas, sebagai seorang Muslim kita menyadari dan meyakini seutuhnya bahwa segala hal di dunia ini tidak bisa lepas dari ketetapan Allah SWT. Dan kita harus percaya bahwa rezeki yang didapat, jodoh yang diberikan, dan segala hal yang terjadi dalam hidup kita, semua itu sudah sesuai ukurannya.

Masih terkait dengan ketetapan Allah SWT yang tampaknya tidak sesuai dengan yang kita kehendaki, tapi pada hakikatnya itu adalah yang terbaik. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 216)

Demikianlah kecenderungan manusia yang memang tidak menghendaki adanya peperangan. Tetapi dalam konteks tertentu sebagaimana Asbabun Nuzul ayat di atas, bahwa saat itu perintah perang turun dan harus dilaksanakan sebab keadaan meniscayakan hal itu. Maka, tidak ada alasa untuk mengelak, sebab ketentuan dari Allah adalah yang terbaik. Kadang kita memang membenci sesuatu, padahal hal itu adalah baik bagi kita, dan juga kadang kita menyukai sesuatu, padahal hal itu adalah baik untuk kita.

Dalam perjalanan hidup yang kita jalani, sering kali apa yang kita jumpai tidak sesuai harapan, banyak aral melintang yang memang harus dilewati. Kehidupan silih berganti, ada suka dan duka, yang semua itu tidak lain adalah kehendak dari Allah SWT. Dan tidak bisa dibantah bahwa segala yang ditentukan oleh Allah SWT adalah kebaikan belaka. 

Allah SWT berfirman mengenai potensi yanga pasti akan dihadapi setiap manusia.

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (QS. Al-Balad: 4)

Jika demikian ketentuanya, apakah kita layak untuk mengajukan protes kepada Allah SWT? Tentu tidak demikian konsepnya. Kita sebagai makhluk hanya berjalan di atas takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, Dzat Yang Maha Menghendaki. Perbuatan kita semuanya sudah lebih dahulu tertulis dalam catatan takdir, yang mana hal itu semuanya adalah kebaikan belaka dari Allah SWT. 

Dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعٍ بِرِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَاللَّهِ إِنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ الرَّجُلَ يَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ بَاعٍ أَوْ ذِرَاعٍ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا غَيْرُ ذِرَاعٍ أَوْ ذِرَاعَيْنِ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا قَالَ آدَمُ إِلَّا ذِرَاعٌ

"Sungguh salah seorang di antara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah juga seperti itu, kemudian menjadi segumpal daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat hal, menentukan rezekinya, ajalnya, sengsara ataukah bahagia. Demi Allah, sungguh di antara kalian ada orang yang telah mengamalkan amalan-amalan penghuni neraka, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau sejengkal. Tetapi takdir mendahuluinya, sehingga ia mengamalkan amalan penghuni surga dan akhirnya ia masuk surga. Dan sungguh ada seseorang yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau dua hasta, lantas takdir mendahuluinya, sehingga ia melakukan amalan-amalan penghuni neraka dan akhirnya ia masuk neraka." (HR. Imam Bukhari)

Ibnu Qoyyim pernah menyampaikan nasihat, bahwa jika kita dalam kenikmatan, peliharalah kenikmatan itu, sebab sesungguhnya kemaksiatan itu bisa menghilangkan kenikmatan. Dan kita harus mengikat kenikmatan itu dengan taat kepada Allah, Dzat Yang Maha Cepat Pembalasan-Nya. 

Kita juga harus sadar, bahwa apa yang menimpa kita, berupa musibah, cobaan dan lain-lain yang menyebabkan rasa sedih, tidak lain adalah akibat ulah kita sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT, sebagaimana terdapat di dalam Surat Asy-Syura ayat 30.

وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-syuro: 30)

Diriwayatkan, bahwa Imam Hasan bin Ali pernah berkata, “Barang siapa yang bersandar pada kebaikan pilihan Allah untuknya, maka dia tidak akan mengharapkan sesuatu selain keadaan yang Allah pilihkan untuknya."

Nasihat tersebut merupakan pilihan terbaik sikap kita untuk selalu ridho terhadap segala ketentuan takdir Allah SWT. Sekali lagi Allah SWT menentukan takdir terbaik bagi hamba-Nya. Tetapi memang terkadang manusia itu sendiri yang enggan dan justru mengubah kebaikan itu menjadi keburukan bagi dirinya sendiri.

Kita sebagai manusia hanya dapat merencanakan, tetapi Allah SWT yang telah menentukan segalanya. Sekali lagi, takdir Allah SWT kepada hamba-Nya adalah kebaikan belaka. Karena itu, tak perlu risau dalam menjalani kehidupan ini. Bagaimanapun keadaannya, sebagai umat Islam kita harus tetap beribadah kepada Allah SWT dan selalu berprasangka baik kepada-Nya, sebab Allah SWT itu sebagaimana prasangka hamba kepada-Nya.

Dalam Hadis Qudsi, Allah SWT berfirman:

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

"Allah SWT berfirman: Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari." (HR. Bukhari)

Hadis di atas menunjukkan, betapa Allah SWT sangat pedui kepada hamba-Nya. Sekecil apapun kebaikan yang dilakukan hamba-Nya, Allah SWT membalas dengan kebaikan yang lebih. Jika demikian halnya, bagaimana mungkin kemudian seorang hamba bisa protes atas takdir yang ditetapkan Allah SWT kepadanya? Wallahu 'Alam. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 10 Oktober 2018. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim