Politisasi 212 Menguatkan Solidaritas NU

 
Politisasi 212 Menguatkan Solidaritas NU

LADUNI.ID | KOLOM

Di banyak forum yang dihadiri warga NU, Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin mengimbau bahwa pencalonan dirinya sebagai Cawapres adalah "Cancut Taliwondo" atau pertaruhan harga diri NU. Hal ini dianggap logis lantaran posisi Kiai Ma'ruf di struktur NU adalah sebagai Rais 'Aam, yakni pimpinan tertinggi. Singkatnya, kemenangan beliau akan menjadi kemenangan NU, dan kekalahan beliau juga tentu bisa ditafsirkan sebagai kekalahan NU.

Imbauan bernada fatwa ini ditangkap oleh warga NU dengan semakin menggeliatnya semangat untuk bersatu padu dalam satu barisan. Ada banser yang membakar bendera HTI, diagitasi oleh kelompok "islam politik" secara habis-habisan, tapi ternyata warga NU pasang badan dalam satu suara tagar #kamibersamabanser. 

Para pemikir dari anak-anak muda NU pun tak ketinggalan memberikan pembelaan dan argumentasi. Dari tulisan-tulisan yang membenarkan pembakaran ketimbang diinjak atau diletakkan di tempat tak terhormat, lalu secara terbuka men-declare perlawanan terhadap segala bentuk ide dan gagasan tentang Khilafah. 

Solidaritas NU juga terlihat jelas dari pembelaan PBNU yang diikuti oleh seluruh jajaran Pengurus Besar hingga Pengurus Ranting. Ada PMII, IPNU/IPPNU, Pagar Nusa, dan banom-banom lain yang turut meramaikan narasi bahwa mereka bangga menjadi NU dan tak sedikit pun terpengaruh oleh propaganda pejuang khilafah. Banom-banom pun berjejaring secara kuat dari Kota-kota hingga ke Desa-desa. Diikat oleh Akidah, disatukan oleh Ukhuwah Islamiyyah dan Ukhuwah Wathaniyyah, solidaritas kebangsaan. 

Pada waktu yang sama, 212 melemah dan tercerai-berai oleh politik/politisasi. Hal ini terbukti dari penyelenggaraan reuni 212 yang tak lagi heroik seperti sebelumnya. Tak ada lagi hingar bingar gagah-gagahan massa aksi yang katanya berjuta-juta. Faktual bahkan masih banyak ruang kosong dan jalanan yang renggang. Tak ada lagi cerita tentang pedagang-pedagang yang menggratiskan dagangan secara sukarela untuk para mujahid. Yang ada makanan dan minuman dari para pedagang sudah diorder duluan dan siap untuk dibagi-bagi.

Tak ada lagi cerita masjid-masjid ramai untuk para mujahidin beristirahat, hotel-hotel penuh bahkan sehari sebelumnya sudah pada tiba di Jakarta. Semuanya terasa biasa-biasa saja. Tak ada pula cerita bahwa para peserta aksi bahkan menginjakkan kaki di atas rumput saja pun tak sudi demi menjaga tanaman agar tetap hidup. Apalagi membuang sehelai plastik atau sebotol aqua di tengah jalan.  

Semua cerita manis yang diglorifikasi secara agitatif itu, hari ini lenyap ditelan waktu. Yang ada justru keretakan dimana-mana. Tokoh-tokohnya tercerai-berai entah oleh ijtihad yang berbeda, atau oleh kepentingan dunia yang tak lagi sama. 

Habib Rizieq Sang Imam Besar tak mampu lagi berjumpa raga bersama mereka. Ustadz Bachtiar Nasir yang semula adalah pimpinan GNPF juga absen. Begitu pula AA GYM yang dulu semangat banget memimpin pasukan semut untuk bersih-bersih monas, kemarin juga memilih untuk tak hadir. Apalagi Ustadz Arifin Ilham, dulu heroik banget memimpin bai'at di majelis az zikra kepada para mujahidin untuk berjihad di jalan Allah, kemarin juga absen. Ternyata jihadnya musiman.

Jadilah 212 tinggal kenangan. Bukan lagi kekuatan yang layak diperhitungkan seiring dengan rontoknya simpul-simpul gerakan. Reuni yang katanya dihadiri oleh para mujahid dari Aceh hingga Papua, berbondong-bondong seluruh Nusantara, ternyata tak lebih massif dari Istighosah Kubro Nahdhatul Ulama yang hanya memobilisir warga NU di Jawa Timur. 

Alhasil, 212 sudah rontok. Tokoh-tokohnya yang punya pengaruh sudah angkat kaki. Mobilisasi umat untuk jihad fi sabilillah, hampir tak ada bedanya dengan kampanye parpol. Sialnya, Prabowo malah memilih hadir di kerumuman massa reuni yang sejatinya sudah tak signifikan dalam kalkulasi. Lalu diiringi oleh massa aksi yang bernyanyi-nyanyi ganti Presiden. Semakin menguatkan solidaritas NU untuk tidak berdiri dalam satu barisan bersama mereka.

SOAL POLITIK, NU PUNYA SELERA.

Khairi Fuady

 

(srf/srf)

 

 

Tags