Presiden Jokowi Beri Penghargaan kepada Sastrawan Putu Wijaya dan D. Zawawi Imron

 
Presiden Jokowi Beri Penghargaan kepada Sastrawan Putu Wijaya dan D. Zawawi Imron

LADUNI.ID,Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan penghargaan kebudayaan kepada Putu Wijaya, dan D. Zawawi Imron dalam acara Kongres Kebudayaan Indonesia 2018 di Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (9/12). Keduanya merupakan sastrawan terkenal terkenal yang telah banyak menghasilkan karya. 

Jokowi diketahui telah telah menghasilkan 30 novel, 40 naskah drama, sekitar 1.000 cerpen, dan karya-karyanya yang lain, seperti esai dan artikel lepas. Sementara Sastrawan D. Zawawi Imro diberi penghargaan atas kontribusinya sebagai penyair dan pendakwah yang terus menyiarkan kebajikan sastra dan religi ke seluruh Indonesia.

Selain keduanya Presiden Jokowi juga memberikan perhagaan kepada Ismiyono dan Hubertus Sadirin. Keduanya merupakan dua orang budayawan yang terlibat dalam dalam tim pemugaran Candi Borobudur pada tahun 1973 hingga 1983.

Presiden Jokowi dalam sambutannya,  menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada para pegiat budaya yang telah menjaga agar kebudayaan Indonesia tetap mengakar kuat dan sekaligus tumbuh subur mewarnai belantara budaya dunia.

“Berkat semangat dan kerja keras bapak, ibu semuanya yang luar biasa. Sekali lagi saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya,” kata Jokowi di Jakarta Minggu

Menurut Jokowi yang dibutuhkan saat ini adalah panggung interaksi yang bertoleransi. Ia menunjuk contoh misalnya smart city yang menyediakan ruang publik yang inklusif sebagai panggung toleransi, atau bisa juga berupa ruang ekspresi dan kebebasan mimbar akademik seperti lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga pendidikan.

Jokowi mengakui untuk mewujudkan hal tersebut negara harus hadir sebagai fasilitator yang mendukung ekspresi toleransi. Peran negara tersebut antara lain dengan memberikan dukungan sumber daya, perlunya reformasi birokrasi kebudayaan yang fleksibel dan sesuai dengan tuntutan zaman, dan memfasilitasi keterlibatan masyarakat melalui dewan kebudayaan dan dewan kesenian, dan sebagainya.

“Tetapi seberapa pun besarnya peran pemerintah sebagai fasilitator terhadap peluang ekspresi yang bertoleransi, tidak akan mungkin tanpa adanya ruang-ruang ekspresi dan ruang-ruang toleransi ada di masyarakat dan yang ada di para pemimpin bangsa ini baik yang di daerah provinsi maupun di pusat,” ujar Presiden Jokowi.

Lebih lanjut Jokowi menegaskan, ruang yang dibutuhkan bukan hanya ruang di luar diri, tetapi juga ruang yang ada di dalam tubuh dan pikiran-pikiran setiap individu. Karena ekspresi yang diwarnai toleransi dan toleransi yang diekspresikan juga membutuhkan ruang dalam hati dan pikiran.

“Membutuhkan ruang dalam niat di semua tindakan kita untuk membuka diri, untuk berbagi, dan untuk mengembangkan diri. Dan dengan cara ini insyaallah kita bisa mempercepat langkah hijrah kita menuju ke sebuah Indonesia yang maju,” tandas Presiden.

Karena itu Jokowi mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus aktif meluhuri dan melestarikan budaya bangsa Indonesia. Apalagi mengingat perkembangan zaman dan teknologi yang semakin cepat serta semakin tingginya penetrasi budaya lain yang masuk ke Indonesia.

“Kita harus selalu ingat untuk terus aktif meluhuri kebudayaan Indonesia, kebudayaan nusantara dan sekaligus menguatkan dan mengembangkannya dalam menghadapi perkembangan zaman tersebut,” kata Kepala Negara.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini bahwa bangsa Indonesia memiliki kekhasan sendiri dibanding bangsa-bangsa lain. Jokowi menyebutkan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta peradaban bangsa Indonesia lahir dari pengalaman panjang menghadapi perkembangan zaman dan upaya dalam memecahkan persoalan-persoalan yang ada. Oleh karena itu, mengakar kuat kepada peradaban Indonesia adalah utama.

Namun, Jokowi menegaskan, menjaga budaya untuk terus tumbuh di tengah interaksi belantara budaya-budaya dunia adalah tantangannya. Menurut Jokowi fenomena perkembangan teknologi transportasi dan informasi yang semakin canggih dan cepat, membuat lalu lintas dan interaksi budaya semakin padat dan kompleks. Baik itu berupa interaksi antarkelompok dan antarbangsa, interaksi antarkearifan termasuk interaksi antara yang lama dengan yang baru.

“Kita harus menjaga agar interaksi tersebut tidak didominasi oleh semangat untuk berkontestasi semata, tetapi juga interaksi tersebut harus dilandasi jiwa toleransi dan semangat untuk berbagi. Dan orientasi kebudayaan harus tidak keluar dari etos sehari-hari kita, etos keseharian kita,” pungkasnya