Habib Ali Aljufri: Zaman Sekarang, Penyebab Haramnya Ucapan Selamat Natal Sudah Tidak ada

 
Habib Ali Aljufri: Zaman Sekarang, Penyebab Haramnya Ucapan Selamat Natal Sudah Tidak ada

LADUNI. ID, ULAMA- Tanpa terasa menjelang akhir tahun tepatnya Bulan Desember hampir mengakhirinya dan tak lama kemudian kita akan tiba di khatimah sanah (akhir tahun) dan memasuki tahun selanjutnya. Tahun baru akan datang. Jika tahun baru datang, pertanda beberapa hari sebelumnya umat Kristen merayakan hari rayanya. Agaknya ucapan “Merry Christmas and Happy New Year” menjadi pertanda eratnya perayaan dua hari besar tersebut. 

Tapi sudahlah, kita tidak hendak membahas eratnya hubungan itu. Sebagai warga muslim Indonesia, tentu kita ingin menjaga hubungan baik dengan masyarakat nonmuslim. Alasan inilah yang digunakan sebagian pemeluk Islam dalam mengucapkan selamat hari raya pada nonmuslim. Namun, sudahakah dipikirkan bagaimana hukum melakukan hal tersebut? 

Pandangan mainsrtream para ulama mengatakan tidak boleh, karena dengan mengucapkan selamat pada mereka, sama saja kita mengamini agama mereka dan menganggapnya benar. Hal menarik disampaikan oleh Habib Ali Al-Jufri. 

Beliau menyayangkan bahwa di negara-negara yang agama masyarakatnya majemuk, penjelasan tentang hal tersebut seolah menjadi tindakan menakut-nakuti orang dari agama Islam. Lebih lanjut beliau menyampaikan:

أما مسألة الحكم الشرعي لتهنئة أهل الكتاب مجردا عن تنزيله على الواقع فهو اجتهاد لم يُبنَ على نص صريح من كتاب أو سنة فى الجواز أو المنع ، بل كان من المسائل الاجتهادية لدى الفقهاء، فكان محل تفصيل وخلاف. أما التفصيل فمنهم من أباح التهنئة في المناسبات الدنيوية دون الدينية، وأما الخلاف فهو ثابت في عموم التهنئة ؛ فقد نص الإمام أحمد بن حنبل على جواز التهنئة في أحد أقواله المروية عنه كما نقل ذلك المرداوي في الإنصاف دون تقييد بالمناسبات الدنيوية وإن اعتمد الحنابلة رواية التحريم مما يردّ زعم الإمام الحافظ ابن القيم أن التحريم محل اتفاق فالعلماء الذين نفّوا عن التهنئة بنوا النهي على علة نص عليها عدد منهم في فتواهم وهي التباس التهنئة بإقرار أهل الكتاب على العقائد المخالفة لعقيدة الإسلام، وهذا التعليل كان صحيحا في إطار الثقافة السائدة في المجتمع الإنساني آنذاك من ارتباط التهنئة بتبني إقرار الأمر الذي تكون التهنئة بصدده ، وهذه العلة قد انعدمت بالكلية في الثقافة الإنسانية المعاصرة

“Mengenai hukum mengucapkan selamat pada ahli kitab (Nasrani dan Yahudi), terlepas dari konteks apapun, hal tersebut adalah hasil ijtihad yang tidak berdasar pada nash sharih baik dari Alquran ataupun Hadis apakah hal itu boleh atau dilarang. Hal ini murni masalah ijtihadi, maka terdapat perbedaan dan perincian. Ada ulama yang memperbolehkan mengucapkan selamat dalam urusan duniawi saja, (seperti selamat atas suatu pencapaian dan prestasi) sedangkan hari raya bukanlah urusan duniawi melainkan urusan agama, maka mengucapkan selamat hari raya tidak diperbolehkan, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya yang diriwayatkan Al-Mardawi dalam kitab Al-Inshaf mengatakan boleh mengucapkan selamat pada ahli kitab tanpa membatasinya dengan urusan duniawi saja. Ulama yang berpendapat tidak boleh, mendasari pendapatnya bahwa ucapan selamat kepada mereka sama dengan menganggap benar agama mereka. Alasan ini masuk akal pada peradaban masa itu (jaman dahulu) yang berpandangan bahwa ucapan selamat erat kaitannya dengan hal yang dirayakan. Tapi hal ini sudah tidak ditemukan lagi di masa sekarang”

Beliau mengatakan bahwa peradaban modern memandang ucapan selamat bukan sebagai pengakuan atas hal yang dirayakan, melainkan murni sebagai wujud menjaga hubungan baik. Seorang muslim yang mengucapkan selamat natal samasekali tidak meyakini bahwa agama Kristen benar, yang ada dalam hatinya tidak lain hanya ingin berbuat baik dan menjaga keharmonisan. Maka akan terlihat rancau jika fatwa ulama yang tinggal di daerah yang hanya mengenal Islam diterapkan di negeri yang masyarakatnya majemuk seperti Indonesia. Namun bagaimanapun, hal ini adalah masalah khilafiyah, maka siapa pun dipersilahkan mengikuti pendapat yang ia yakini, beliau menyampaikan:

 فمن لم يرد أن يبر جيرانه بتقديم التهنئة فله حرية عدم تقديمها ولكن أن يحرض الناس على ذلك بل يتطاول على كبار أهل العلم والفضل الذين يجيزونها أمثال الإمام الأكبر شيخ الأزهر وفضيلة مفتي الديار المصرية السابق والحالي والإمام عبد الله بن بيه وغيرهم من كبار علماء الأمة فهذا تعد مرفوض

“Bagi orang yang tidak ingin pada mengucapkan selamat tetangganya yang non-muslim, ia punya hak atas sikapnya tersebut, tapi jika ia memprovokasi orang lain untuk tidak mengucapkan selamat atau bahkan ‘menyerang’ para ulama besar yang memperbolehkannya seperti Syaikh Al-Azhar, Mufti Mesir baik yang dulu atau sekarang, Imam Abdullah bin Bayyah, dan ulama-ulama lain, hal ini telah melewati batas dan tidak dapat diterima


Orang yang mengharamkan mengucapkan selamat Natal kepada orang Nashrani mereka tidak mendatangkan Hujjah yang melarang mengucapkan selamat Natal, akan tetapi mereka berhujjah kalau mengucapkan selamat Natal berarti meyakini akan ketuhanan Yesus.

Sungguh tidak ada hubungan sama sekali, sebab seorang Muslim yang mengucapkan Natal tetap tidak meyakini dengan ketuhanannya Yesus, sama halnya dengan orang Nashrani mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri atau Selamat atas kelahirannya Nabi Muhammad saw bukan berarti mereka berikrar sebagai Muslim.

Selain itu zaman sekarang sudah tidak ada Illat yang menjadikan Ucapan selamat Hari Natal jadi Haram.

Sumber: bincangsyariah.com dan suaraislam.com