Nabi Zulkifli #2: Perjuangan Sang Nabi di Negeri Bagdad

 
Nabi Zulkifli #2: Perjuangan Sang Nabi di Negeri Bagdad

LADUMI. ID, SEJARAH -- Kifl hanyalah sebuah kota kecil, jumlah penduduknya sekitar 15 ribu jiwa. Terletak di selatan Baghdad di tepi Sungai Eufrat. Tetapi, Kifl menjadi sangat istimewa bagi umat Islam dan Yahudi, karena adanya sebuah makam yang bernilai sejarah tinggi di sana.

Itulah makam Nabi Zulkifli AS, setidaknya demikian kepercayaan masyarakat di sana. Setiap tahun, ratusan hingga ribuan orang, baik dari umat Islam maupun Yahudi, datang untuk berziarah.

Makam ini berlokasi di antara Kota Hillah dan Najaf. Di dalam kompleks terdapat masjid dan menara. Dari keyakinan yang berkembang, kaum Yahudi-lah yang pertama kali membangun makam itu untuk menghormati nabi mereka, Ezekiel.

Tahun 1316, mengutip situs archnet.org, Sultan Uljaitu dari Irak, mengambil alih pengawasan dan pengelolaan makam dari orang-orang Yahudi. Setelah itu, makam tersebut diganti namanya sesuai dengan nama Islam, yakni makam Nabi Zulkifli.


Sultan Uljaitu pula yang kemudian membangun masjid dan menara di lokasi yang sama. Makam ini tetap menjadi tempat berziarah umat Islam hingga awal abad ke-19, ketika seorang kaya Yahudi, Menahim Ibn Danyal, mengambil alih kembali, merestorasi, dan membangun kubah besar. Tak heran jika pemakaman itu dihiasi oleh perpaduan ornamen Islam dan Yahudi.

Dia mewarisi sifat mulia ayahnya, yakni sabar, adil, dan teguh dalam pendirian.
Kompleks di Kifl bukanlah satu-satunya tempat yang diyakini sebagai makam Nabi Zulkifli. Pada situs pencari informasi wikipedia, disebutkan pula sebuah lokasi di Jabal Qasioun, dekat ibu kota Damaskus, Syria.

Menurut kepercayaan para penganut Sunni, Jabal Qasioun adalah juga mihrab dari 40 nabi, yang senantiasa melaksanakan shalat menjelang fajar. Umat Islam di sana juga percaya situs bersejarah ini merupakan tempat terjadinya peristiwa pembunuhan Habil oleh Qabil.

Lokasi lain adalah di Al Damun. Nama Al Damun bahkan sudah muncul pada sumber-sumber literatur Arab dan Persia kuno. Makam ini ditemukan oleh Nasir Khusraw pada tahun 1047. Dia menulis, ''Saya mencapai sebuah gua kecil, berada di Damun, dan diyakini sebagai makam Nabi.''

Al Damun sendiri adalah sebuah desa kecil berjarak 11,5 kilometer dari Kota Acre. Desa ini dikosongkan saat berkecamuk perang Arab-Israel tahun 1948. Sebelumnya, desa itu dihuni oleh sekitar 1.310 penduduk, sebagian besar umat Islam dan sisanya adalah penganut Nasrani.


Sejatinya, tidak banyak kisah sejarah Nabi Zulkifli yang dituliskan dalam Alquran. Tercatat, hanya dua ayat yang terkait namanya, yakni pada surat Al Anbiyaa ayat 85 serta surat Shaad ayat 48.

Al Hafizh Ibn Katsir dalam bukunya yang terkenal, Kisah Para Nabi dan Rasul, menempatkan Zulkifli pada urutan ke-12. Dia berada di bawah Nabi Ayyub, yang dikatakan adalah ayah dari Zulkifli.

 
Dia mewarisi sifat mulia ayahnya, yakni sabar, adil, dan teguh dalam pendirian. Meski demikian, masih ada silang pendapat di kalangan ulama terhadap status kenabian Zulkifli. Seperti diungkapkan Ibn Jarir dan Ibn Najih meriwayatkan dari Mujahid, ia bukanlah seorang nabi, melainkan seorang yang saleh dan hakim yang adil.

Begitu pula, pandangan Muhammad bin Jarir al Tabari. Ia menganggap Zulkifli adalah orang baik dan sabar yang selalu menolong kaumnya dan membela kebenaran, namun bukan seorang nabi.

Akan tetapi, sebagian ulama dan fukaha berpegang pada penjelasan Alquran akan Zulkifli. Ibn Katsir menyatakan, sanjungan Alquran kepada Zulkifli bersamaan dengan para nabi yang lain. ''Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi,'' kata Ibn Katsir.

Menurut versi lain, ia nabi bagi penduduk Suriah dan sekitarnya. Ia juga membangun Kota Kifl di Irak. Lantas, siapakah Zulkifli? Sebagian besar literatur sejarah mengukuhkan pendapat Ibn Katsir bahwa dia adalah putra dari Nabi Ayyub. Ibunya bernama Rahmah

Dia mewarisi sifat mulia ayahnya, yakni sabar, adil, dan teguh dalam pendirian. Nama asli Zulkifli adalah Basyar. Basyar-lah satu-satunya yang selamat dari reruntuhan rumah yang menewaskan semua anak Nabi Ayyub.

Sumber: Republika