Boleh Menikah Tanpa Wali bagi Janda dan Wanita Dewasa

 
Boleh Menikah Tanpa Wali bagi Janda dan Wanita Dewasa
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Menikah tanpa wali bagi janda dan wanita dewasa telah menjadi topik kontroversial dalam masyarakat yang kental dengan tradisi dan hukum syariah. Di banyak negara, proses pernikahan biasanya melibatkan peran penting seorang wali yang bertindak sebagai perwakilan atau pemimpin dari pihak perempuan. Namun, ada perdebatan tentang apakah wali benar-benar merupakan syarat mutlak dalam proses pernikahan, terutama untuk janda dan wanita dewasa yang secara hukum dianggap memiliki kemandirian penuh.

Pendukung pemikiran bahwa janda dan wanita dewasa dapat menikah tanpa wali menekankan pada aspek kebebasan individu dan hak untuk mengatur kehidupan pribadi tanpa campur tangan yang tidak diinginkan. Mereka berpendapat bahwa dalam situasi di mana seorang wanita telah mencapai kemandiriannya secara finansial dan emosional, kehadiran wali tidak lagi relevan atau bahkan diperlukan.

Namun, di sisi lain, penentangnya mengacu pada hukum Islam yang memandang wali sebagai bagian integral dari proses pernikahan. Mereka berargumen bahwa wali memiliki tanggung jawab untuk melindungi kepentingan perempuan dan memastikan bahwa pernikahan dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat syariah yang ditetapkan.

Beberapa negara telah mengadopsi peraturan yang memungkinkan janda dan wanita dewasa untuk menikah tanpa wali dengan persyaratan tertentu, seperti persetujuan dari otoritas tertentu atau pengadilan. Namun, dalam masyarakat yang masih sangat konservatif, langkah-langkah ini sering kali menimbulkan kontroversi dan perdebatan yang panjang tentang kesesuaian dengan nilai-nilai tradisional dan agama. Dengan demikian, isu menikah tanpa wali bagi janda dan wanita dewasa tetap menjadi perdebatan yang kompleks dan terus berkembang dalam dinamika masyarakat modern.

Akan tetapi ada yang menarik dari pandangan Abu Hanifah mengenai problematika ini. Menurut Imam Abu Hanifah, boleh nikah tanpa wali bagi wanita yang sudah dewasa dengan adanya syarat-syarat nikah seperti dua saksi, mas kawin dll, mufakat di antara imam yang empat, kecuali wali bukan merupakan syarat nikah menurut Imam Abu Hanifah. Namun menurut kalangan Syafi'iyah dan Malikiyah pernikahan tanpa seorang wali tidaklah sah.
Ibarot:
- Muktashor Alqudwariy :

مختصر القدوري:  الحنفية

ولا يعقد نكاح المسلمين إلا بحضور شاهدين حرين بالغين عاقلين مسلمين أو رجل وامرأتين

وينعقد نكاح المرأة الحرة البالغة العاقلة برضاها وإن لم يعقد عليها ولي عند أبي حنيفة بكر كانت أو ثيبا وقال أبو يوسف ومحمد: لا ينعقد إلا بولي

Maksud ibaroh di atas, menurut Imam Abu Hanifah boleh menikahi perempuan merdeka (bukan budak) yang sudah baligh dan berakal dengan ridlonya si perempuan tersebut, meski tidak diakad oleh walinya, baik perempuan yang masih perawan atau yang sudah janda. Dengan syarat ada dua saksi. Tapi ingat, mungkin masih banyak syarat-syarat yang lainnya, tidak boleh langsung mengikuti pendapat ini sebelum mengetahui semua syarat-syaratnya.

- Fathul Qadir Ibnu Al-Hamam Al-Hanafi :

بَابُ الْأَوْلِيَاءِ وَالْأَكْفَاءِ ( وَيَنْعَقِدُ نِكَاحُ الْحُرَّةِ الْعَاقِلَةِ الْبَالِغَةِ بِرِضَاهَا ) وَإِنْ لَمْ يَعْقِدْ عَلَيْهَا وَلِيٌّ بِكْرًا كَانَتْ أَوْ ثَيِّبًا ( عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَبِي يُوسُفَ ) رَحِمَهُمَا اللَّهُ ( فِي ظَاهِرِ الرِّوَايَةِ . وَعَنْ أَبِي يُوسُفَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ ( أَنَّهُ لَا يَنْعَقِدُ إلَّا بِوَلِيٍّ .

وَعِنْدَ مُحَمَّدٍ يَنْعَقِدُ وُقُوفًا ) وَقَالَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ رَحِمَهُمَا اللَّهُ لَا يَنْعَقِدُ النِّكَاحُ بِعِبَارَةِ النِّسَاءِ أَصْلًا لِأَنَّ النِّكَاحَ يُرَادُ لِمَقَاصِدِهِ وَالتَّفْوِيضُ إلَيْهِنَّ مُخِلٌّ بِهَا ، إلَّا أَنَّ مُحَمَّدًا رَحِمَهُ اللَّهُ يَقُولُ : يَرْتَفِعُ الْخَلَلُ بِإِجَازَةِ الْوَلِيِّ .

Fokus :

وَيَنْعَقِدُ نِكَاحُ الْحُرَّةِ الْعَاقِلَةِ الْبَالِغَةِ بِرِضَاهَا ) وَإِنْ لَمْ يَعْقِدْ عَلَيْهَا وَلِيٌّ بِكْرًا كَانَتْ أَوْ ثَيِّبًا ( عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ وَأَبِي يُوسُفَ


Dalil yang digunakan oleh Ulama Madzhab Hanafi tentang kebolehan wanita boleh mengawinkan dirinya ataupun wanita lain adalah :
1. Al-Qur'an:

فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ

Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf.
2. Al-Hadits:
- Al-Muwatho' Imam Malik :

528 - أخبرنا مالك أخبرنا عبد الرحمن بن القاسم عن أبيه عن عبد الرحمن ( 1 ) ومجمع ابني يزيد بن جارية الأنصاري عن خنساء ابنة خذام : أن ( 2 ) أباها زوجها ( 3 ) وهي ( 4 ) ثيب فكرهت ذلك ( 5 ) فجاءت رسول الله صلى فرد ( 6 ) نكاحه


- Muttafaqun Alaih:

الأيم أحق بنفسها من وليها والبكر تستأذن في نفسها وإذنها صماتها


- HR Ahmad, Nasa'i dll:

23892 - حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا كَهْمَسٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ

جَاءَتْ فَتَاةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي زَوَّجَنِي ابْنَ أَخِيهِ يَرْفَعُ بِي خَسِيسَتَهُ فَجَعَلَ الْأَمْرَ إِلَيْهَا قَالَتْ فَإِنِّي قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ لِلْآبَاءِ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ


- Mushannif Abdurrozzaq:

11947 - عبد الرزاق عن بن عيينة عن يحيى بن سعيد عن القاسم بن محمد أن عائشة زوجت المنذر ابنة عبد الرحمن بن ابي بكر وليس بشاهد فجاء عبد الرحمن فقال أي عباد الله آيفتات في بناتي فأمرت عائشة المنذر أن يجعل الأمر بيده فرده عليه فلم يعد ذلك الأمر شيئا


- Syarah Hadits Mufassil fi Syarh Hadits, Ali bin Nayif Al-Syuhud:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ { الْأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِي نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا } , وَمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه أَنَّ امْرَأَةً زَوَّجَتْ ابْنَتَهَا بِرِضَاهَا فَجَاءَ أَوْلِيَاؤُهُمَا فَخَاصَمُوهَا إلَى عَلِيٍّ فَأَجَازَ النِّكَاحَ


- Al-Fiqh alaa Madzaahib al-Arba’ah IV/46 :

الفقه على المذاهب الأربعة ج 4 ص 46

قد عرفت مما ذكرناه أن الشافعية والمالكية اصطلحوا على عد الولي ركنا من أركان النكاح لا يتحقق عقد النكاح بدونه واصطلح الحنابلة و الحنفية على عده شرطا لا ركنا وقصروا الركن على الإيجاب والقبول إلا أن الحنفية قالوا : أنه شرط لصحة زواج الصغير والصغيرة والمجنون والمجنونة ولو كبارا أما البالغة العاقلة سواء كانت بكرا أو ثيبا فليس لأحد عليها ولاية النكاح بل لها أن تباشر عقد زواجها ممن تحب بشرط أن يكون كفأ وإلا كان للولي حق الاعتراض وفسخ العقد


Telah engkau ketahui dari penjelasan kami bahwa kalangan Syafi’iyah dan Malikiyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan merupakan bagian dari rukun-rukun nikah dalam arti tidak akan terjadi pernikahan tanpa seorang wali, sedangkan kalangan Hanabilah dan Hanafiyah mengartikan keberadaan seorang wali dalam pernikahan menjadi syarat dalam pernikahan sedang rukun nikah hanya sebatas ijab dan qabul, kalangan Hanafiyah menilai wali menjadi syarat sahnya pernikahan seorang bocah laki-laki ataupun perempuan dan orang gila laki-laki ataupun perempuan meskipun ia telah dewasa.

Sedang untuk wanita dewasa yang normal akalnya baik masih gadis ataupun janda maka tidak ada seorangpun berhak menjadi perwalian atas nikahnya, dia bisa menjalani pernikahan dengan laki-laki yang ia cintai bila memang sepadan dengannya bila tidak seorang wali berhak menentang dan menfasakh (merusak) pernikahannya.

- At-Taqliid wal Ijtihaad hal 22-23 :

التقليد والاجتهاد ص 22-23

ومنها ما نسب الى داود الظاهرى من جواز النكاح بلا ولي ولا شهود فلا يعتبر بما ذكره بعضهم فى جواز تقليده وممن يصح بحرمة تقليده فى هذا القول العلامة الشبراملسى فى حواشى النهاية .


Di antara keputusan seorang hakim yang tidak diperbolehkan untuk dijalankan adalah pernikahan dengan mengikuti madzhab Abu Daud adz-Dhohiri yang memperkenankan pernikahan tanpa wali dan saksi, maka tidak boleh mengikuti pendapat yang memandang kelegalan pernikahan semacam ini, di antara ulama yang mengabsahkan keharaman mengikuti pernikahan mengikuti pendapat ini Al-Alim Al-Allamah As-Syibramalisy dalam kitab Hawaasyi An-Nihaayah.

Catatan: Praktek nikah seperti di atas memang biasa berlaku di pernikahan resmi/ negara di Turki yang memang mayoritas bermadzhab Hanafiyah, jadi jangan heran saat nonton adegan pernikahan di film-film Turkey. Jika memang terpaksa harus taqlid pada selain Imam Syafi'i (dalam hal ini taqlid pada Imam Abu Hanifah) maka harus tahu dan mengikuti ketentuan fiqh dalam bab nikah menurut Madzhab Hanafi secara keseluruhannya sampai dalam proses pelaksanaan Nikahnya, karena kita boleh taqlid, tetapi tidak boleh mencampur-adukkan hukum/ pendapat beberapa madzhab dalam satu perkara. Wallaahu A'lamu Bis Showaab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 2019-01-13. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar