Keberkahan Mencium Tangan dan Berpelukan

 
Keberkahan Mencium Tangan dan Berpelukan

LADUNI. ID, KOLOM-Kita saat ini hidup di era industri atau yang lebih dikenal sebagai era 4.0. Zaman biarlah berotasi yang merupakan sunnatullah namun perilaku kita dengan nilai-nilai tauladan dan takriman (kemulian) serta berakhlakul karimah seperti mencium tangan sering dilupakan dan dianggap sesuatu yang ‘aneh” dan “tidak pantas” serta berbagai label lainnya. 

Di samping itu ada juga ada yang menyebutkan hal tersebut  dinilai menyimpang dari nilai syariat yang dibawa Rasululah SAW dengan slogan bid’ah dengan asumsi mengkultuskan seseorang.

Padahal mencium tangan merupakan sebuah bentuk penghormatan dan ketakdhiman terhadap orang yang mulia baik dari segi ilmu, umur dan lainnya. Mencium tangan merupakan salah satu sunah Rasulullah dan para sahabat. Mereka melakukannya dalam setiap kesempatan dan waktu untuk saling mendahului mencium tangan sebagai bentuk penghormatan dan kemuliaan.

Kita ketahui  diantara tradisi negeri kita  sebagai rumpun melayu termasuk Indonesia sangat akrab dengan keteladanan dan tata krama termasuk juga mencium tangan. Budaya tersebut sudah lama menjadi tradisi umat Islam di negeri ini. Itu sebagai salah satu bentuk simbol penghormatan kepada mereka yang lebih tua, baik dalam kedudukan, keilmuan maupun dalam nasabnya.

 Mencium tangan para ulama, orangtua dan lainnya merupakan perbuatan yang dianjurkan dalam perspektif agama. Sudah sewajar dan sepatutnya kita sebagai orang tua membiasakan dan mendidik anak-anak untuk membiasakan mencium tangan sebagai bentuk ta’lim kepada mereka. Sehingga ketika dewasa nilai etika yang telah kita didik sejak dini menjadi perkara yang tidak terpisahkan dalam keseharian.

Praktek mencium tangan ulama, orang tua dan sejenisnya merupakan salaman syar’i serta sangat dianjurkan dalam Islam. Budaya ini harus dilestariakan juga sebagai sunnah Rasulullah SAW. Bentuk penghormatan itu banyak, maqasid (tujuannya) adalah ikraman (memuliakan). Sedangkan wasail (perantaraan) bentuknya disesuaikan dengan tempat, dan waktu. Contohnya seperti mencium tangan, berdiri, dan lainnya. Corak wasail itupun selama tidak dilarang dalam qanun syara’. Hal ini disebutkan dalam sebuah qaidah yang berbunyi “Lil wasail hukmu al-maqasid” (perantaraan itu merupakan sebagai hukum untuk sebuah tujuan).

Mencium tangan merupakan salah satu hal yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Banyak literatur hadist disebutkan sunat mencium tangan. Pernah suatu ketika rasululla barusan tiba di Madinah. Para sahabat termasuk masyarakat di sana berebut mencium tangan beliau, seperti disebutkan dalam sebuah hadist:

”Sewaktu kami tiba di Madinah, kami berlomba-lomba mencium tangan nabi SAW.” (HR Imam Bukhari dan Abu Daud no. 5225). Dalam hadist lainnya diungkapkan, dari Ka’ab bin Malik:
”Sesungguhnya sewaktu beliau ditimpa keuzuran, nabi tiba, maka beliau terus mengambil tangan nabi kemudian menciumnya.” (HR. Imam Tabarani di dalam kitabnya Mu’jam al-Kabir, no. 186).

Syekh Nawawi menyebutkan sunat hukumnya mencium tangan seseorang yang disebabkan faktor zuhud, kebaikan, ilmu, atau karena kedudukannya dalam agama. (Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Kitab Fathul Bari, Syekh Ibrahim al-Bajuri: 2: 116). Tradisi mencium tangan di antara satu sama lainnya telah menjadi sebuah kebiasaan di kalangan sahabat. Tentu saja indikatornya semata-mata hanyalah untuk memuliakannya.

Mencium dan Saling Memeluk
Salah satu diantara praktek yang sering dilakukan oleh masyarakat juga ulama kita, mereka bertemu saling berpelukan dan mencium. Apa yang dilakukan mereka menyimpang dari syariat Islam? Menjawab fenomena ini dalam sebuah hadist disebutkan berbunyi:

عن عائشة رضي الله عنها قالت: قدم زيد بن حارثة ورسول الله صلى الله عليه وسلم في بيتي, فأتاه فقرع الباب, فقام اليه النبي صلى الله عليه وسلم يجر ثوبه, فأعتنقه وقبـله (رواه الترميذي – وقال حديث حسن)


Dari Asiyah ra berkata, “Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah saw berada di rumahku. Lalu ia mengetuk pintu. Kemudian Rasulullah saw menarik bajunya dan memeluk serta mencium Zaid” (HR: Tirmidzi dan berkata: ini hadits hasan).

Berdasarkan hadist diatas tentunya seseorang yang bertemu dan saling berpelukan dan mencium pipi sesamanya merupakan hal yang tidak dilarang.


اما المعانقة فالصحيح انها جائزة ان لم يكن هناك خوف فتنة لما ورد في حديث قصة زيد بن حارثة وجعفر بن أبي طالب ونقل عن الشيخ أبي المنصور الماتريدي في التوفيق بين الأحاديث ان المكروه من المعانقة ما كان على وجه الشهوة وأما على وجه البر والكرابة فجائزة

Ada pun berpelukan, yang benar adalah hal itu boleh selama tidak dikhawatiri adanya fitnah, sebagaimana kisah Zaid bin Haritsah dan Ja’far bin Abi Thalib. Dikutip dari Asy Syaikh Abu Manshur Al Maturidi tentang kompromi antara hadits-hadits (yang nampaknya bertenangan), bahwa makruh berpelukan itu jika dengan  maksud  syahwat, sedangkan jika maksudnya kebaikan dan kesedihan maka itu boleh. (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/263).

Telah disebutkan juga dalam hadits riwayat Ahmad (no. 21,500) dan Abu Dawud (no. 5214) daripada seorang lelaki dari qabilah ‘Anazah yang tidak disebut namanya, beliau bertanya kepada Abu Zar RA: Adakah Rasulullah SAW berjabat tangan dengan kalian apabila kalian bertemu dengannya? Jawab beliau: Tidaklah aku bertemu dengannya sekalipun melainkan baginda akan berjabat tangan denganku, dan pernah suatu hari baginda mengutus wakilnya kepadaku sedang aku tidak berada bersama keluargaku. Apabila aku kembali, dikhabarkan kepadaku bahwa baginda mengutus wakilnya kepadaku. Lantas akupun pergi bertemu baginda sedang baginda berada di atas katilnya, lalu baginda mendakapku, dan baginda adalah orang yang paling baik dan paling baik.

Ini diperkuat juga sebagaimana dalam Hadith Anas RA riwayat al-Tabarani dalam al-Awsat: ”Mereka (para sahabat) apabila bertemu akan berjabat tangan, dan apabila tiba daripada safar akan berpelukan”.

Beranjak dari itu sesama kita bahkan para ulama mereka melakukan hal tersebut bertujuan untuk saling takriman dan menghormati sesama terlebih diantara mereka jarang bertemu juga   sesama ulama itu merupakan murid dan guru, tentulah fenomena demikian dianjurkan dalam agama. Marilah kita saling memuliakan terlebih kepada orang yang kita hormati.

***Helmi Abu Bakar ellangkawi, Penggiat Literasi asal Dayah MUDI Samalanga.