Keniscayaan Menjalin Hubungan yang Baik dengan Tetangga

 
Keniscayaan Menjalin Hubungan yang Baik dengan Tetangga
Sumber Gambar: Freepik, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Pada hakikatnya secara sisiologis kita semua tinggal di manapun umumnya memiliki tetangga, bertetangga. Baik di wilayah kampung maupun perumahan.

Ada yang tinggal dengan rumah yang berpagar ramah maupun yang tidak ramah. Yang tinggal secara berkelompok maupun yang terpencil memiliki kondisi situasi yang berbeda juga.

Di manapun kita tinggal, hidup bertetangga adalah penting. Di kampung yang penghuninya relatif homogen dan di perumahan yang penghuninya relatif heterogen juga ikut menentukan tingkat kemudahan dalam bertetangga.Di mana pun posisinya, bertetangga yang baik sangat menentukan keharmonisan, kedamaian dan kebersamaan antar warga.

Bertetangga di wilayah hunian kampung dan perumahan dengan segala variannya tidak bisa dilepaskan dari latar belakang asal usul, pendidikan, status sosial ekonomi, agama, dan budaya warga penghuni.

Bertetangga di kampung dari sisi budaya, suku, dan agama relatif homogen, mungkin faktor pendidikan dan status sosial ekonomi relatif heterogen. Sementara itu, di perumahan dari sisi status sosial ekonomi dan pendidikan relatif sama, tetapi aspek budaya dan agama relatif berbeda.

Di sinilah, sangat dibutuhkan tingkat wisdom untuk menghadapi mitra dalam bertetangga sesuai dengan tuntunan dan kultur yang ada di lingkungan. Yang penting kemampuan beradaptasi sangat diperlukan. Di lingkungan apapun dengan perilaku "well adaptive" akan mudah cair bersama tetangga dan masyarakat sekitar.

Bertetangga yang baik dirasakan sekali manfaatnya ketika kita dalam suka dan duka. Kita perhatikan geliat sesama tetangga sama-sama dan saling menghadiri agenda nasional (malam tirakatan Hari Kemerdekaan). Pada hari besar keagamaan, ketika menerima anugerah anak, waktu khitanan dan resepsi pernikahan.

Demikian pula sebaliknya. Bagaimana empati kita tunjukkan ketika melihat saudara dan tetangga kita yang menerima musibah (gempa, gunung meletus, kecelakaan), menderita sakit, dan wafat. Suasana rukun dan kompak dalam bertetangga adalah sesuatu yang mahal. Hal itu membuat hidup kita aman dan nyaman walau kita jauh dari kampung halaman, tanah kelahiran.

Bagaimanapun dalam batas tertentu keberadaan tetangga jauh lebih berarti daripada saudara kandung atau keluarga besar yang ada jauh dari rumah kita sekarang. Ketika kita punya hajat atau kena musibah, tetanggalah yang biasanya lebih awal hadir dan membantu kita.

Menyadari akan berartinya kehadiran tetangga dalam seluruh kehidupan kita di tengah-tengah lingkungan hunian kita, maka kita harus mengikuti rambu-rambu dari Rasulullah SAW.

Bagaimana kita bertetangga yang baik?

Dalam Hadis Rasulullah SAW, diterangankan tentang bertetangga yang baik, di antaranya (1) haram menyakiti tetangga, (2) berwasiat berbuat baik kepada tetangga, dan (3) peduli ke tetangga dengan memberikan sebagian yang dimiliki (sayur, makanan, kue), dll. Kemudian, (4) toleran terhadap tetangga (misalnya, membiarkan memaku di tembok kita), (5) tidak menyakiti tetangga (bahkan tidak sedikitpun dengan perkara kecil), (6) berbuat baik terhadap tetangga, (7) menjadi tetangga yang baik, (8) tidak boleh kenyang sementara tetangga kelaparan, (9) iman akan hilang kecuali dengan mencintai tetangga, dan (10) bersabarlah atas gangguan tetangga.

Masih ada lagi perilaku baik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW untuk bisa bertetangga dengan baik. Kita sadar betul apalah arti kekayaan melimpah, tempat tinggal yang megah, dan kedudukan yang tinggi, tetapi, kita hidup dalam kesendirian. Yang dengan kesibukannya tidak memungkinkan untuk berinteraksi dengan tetangga secara santai dan ramah.

Sangatlah disadari bahwa setiap orang memiliki keunikan masing-masing. Ada yang introvert dan ada yang ekstrovert. Lepas ada plus minus. Demikian pula adalah hal yang wajar bahwa setiap orang bisa menentukan pilihan untuk membangun huniannya. Yang penting terus diperjuangkan, bagaimana menciptakan rumahku surgaku. Rumah bisa memberikan kesempatan penghuninya untuk mudah berinteraksi secara lahiriyah dan melalui dunia maya, yang penting interaksi terjaga sesuai dengan kondisi.

Walaupun demikian, tetapi tatap muka tidak bisa diabaikan. Sehingga, hubungan antar manusia tetap terjaga. Perlu diingat, bahwa pagar yang paling kuat adalah tetangga yang baik, bukan pagar dengan tembok dan besi yang tinggi. Karena itu, sedapat mungkin bagaimana kita berusaha menjaga hidup bertetangga dengan baik melalui banyak hal, misalnya dengan rutin sedekah, amal, mengeluarkan zakat yang rutin, shalat berjamaah bersama warga, aktif dalam pertemuan informal dengan warga, membesuk tetangga yang sakit, bertakziah kepada tetangga wafat, bisa juga dengan ikut aktif berolahraga bersama warga, rekreasi bersama warga, dan lain sebagainya.

Jika kita bisa melakukan hal-hal sederhana yang baik dengan tetangga, maka akan terjalin keakraban dan saling membantu di antara sesama. Dan akhirnya, kita hidup dan hadir di tengah-tengah tetangga, hidup bersama tetangga, dan kelak jika kembali menuju ke peristirahatan terakhir, juga diantar oleh tetangga. Karena itulah, tidak bisa dipungkiri bahwa hidup bertetangga dengan baik menjadi kebutuhan kita semua. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 20 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Penulis: Prof. Rachmat Wahab, (Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Periode 2009-2017, Anggota Mustasyar PWNU DIY, Pengurus ICMI Pusat)

Editor: Hakim