Hukum Laki - Laki Meninggalkan Shalat Jum'at

 
Hukum Laki - Laki Meninggalkan Shalat Jum'at
Sumber Gambar: istimewa

LADUNI.ID, Jakarta - Sholat jum’at merupakan sebuah kewajiban (Fardhu Ain) bagi kaum laki-laki muslim di dunia ini. Sedangkan untuk Orang Sakit, Wanita dan Anak-anak tidak diwajibkan hanya saja diwajibkan untuk mengerjakan Shalat Dhuhur. Didalam Hari Jum’at ini memang memiliki banyak sekali keutamaan dan keistimewaanya karena hari jum’at merupakan rajanya hari-hari dalam satu minggu.

Hari Jum’at juga merupakan hari teristimewa di agama Islam karena banyak kejadian penting yang terjadi di hari itu, seperti Nabi Adam dilahirkan dan wafat pada hari Jum’at, Nabi Adam As masuk dari surga dan dikeluarkan dari surga juga pada Hari Jum’at dan kiamat juga akan terjadi di hari Jum’at.

Sedangkan untuk Keistimewaan Shalat Jum’at dan Keutamaan Shalat Jum’at sendiri sudah tercantum di dalam Sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, " Diantara Shalat 5 (lima) Waktu, diantara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya itu dapat menghapuskan dosa diantara keduanya selama tidak melakukan dosa besar (HR. Muslim)".

Untuk itu bagi pria yg sehat dan cukup umur yang meninggalkan Shalat Jum’at akan mendapatkan dosa dari Allah SWT.

Seperti Firman Allah SWT berbunyi, ” Hai orang yg beriman apabila diseru untuk mengerjakan Shalat Jum’at maka bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yg demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (Al Jumu’ah Ayat : 9)

Dan Seandainya apabila ada seseorang ketinggalan shalat jum’at sebanyak tiga kali berturut-turut,  terdapat sebuah hadits dalam Sunan Abu Daud dan Nasa-i.

أن من ترك الجمعة ثلاث مرات متعمداً – لا أدري إن كان قد ذكر أنها متتالية أم ذكرها بشكل عام – فإن الله يختم على قلبه

“Bahwa siapa yan meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dengan sengaja, maka Allah menyegel hatinya.”

Maknanya bahwa siapa yang meninggalkannya tiga kali berturut-turut.
Berdasarkan apa yang saya baca dan saya dengar menurut pendapat para ulama dan penuntut ilmu, bahwa yang dimaksud ‘Allah menyegel hatinya’ tidak berarti maknanya bahwa dia telah murtad atau keluar dari Islam, akan tetapi yang dimaksud adalah besarnya kecaman terhadap perbuatan tersebut dan dorongan untuk segera bertaubat.

Hukum bagi orang yang meninggalkan shalat jum’at didalam Islam sudah dijelaskan secara detail yang tercantum didalam Hadist atau Sabda Nabi Muhammad SAW dan Firman Allah SWT.

Pertama:
Telah meriwayatkan, Abu Daud, no. 1052, Tirmizi, no. 500 dan Nasai, no. 1369 dari Abi Al-Ja’d radhiallahu anhu sesungguhnya Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ   وصححه الشيخ الألباني في ” صحيح الجامع

“Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya.” [Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami]

Ibnu Majah, no. 1126 juga meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallah alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ ثَلَاثًا مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ   وحسنه الشيخ الألباني في  صحيح ابن ماجه

“Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali tanpa kebutuhan darurat, Allah akan tutup hatinya.” [Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Ibnu Majah]

Al-Manawi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud ditutup hatinya adalah Allah tutup dan cegah hatinya dari kasih sayangnya, dan dijadikan padanya kebodohan, kering dan keras, atau menjadikan hatinya seperti hati orang munafik.”[1]

Dalam sebagian riwayat disebutkan dengan membatasi tiga kali dengan berturut-turut. Dalam musnad Thayalisi dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

من ترك ثلاث جمع متواليات من غير عذر طبع الله على قلبه

“Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa uzur, maka Allah akan tutup hatinya.”
Dalam hadits yang lain,

من ترك الجمعة ثلاث مرات متواليات من غير ضرورة طبع الله على قلبه   وصححه الشيخ الألباني في ” صحيح الجامع

“Siapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa darurat, maka Allah akan tutup hatinya.” [Dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami]

Abul Hasan Mubarakfuri rahimahullah berkata, “Tiga kali Jumat” Asy-Syaukani berkata, “Kemungkinan yang dimaksud adalah meninggalkannya secara mutlak, apakah terus menerus atau terpisah-pisah, walaupun dalam setiap tahun dia meninggalkan satu kali Jumat, maka Allah akan tutup hatinya jika dia meninggalkan yang ketiga kalinya. Inilah zahir haditsnya. Kemungkinan juga maksudnya adalah tiga kali Jumat berturut-turut. Sebagaiman disebutkan dalam sebuah hadits Anas, dari Ad-Dailamy dalam musnad Al-Firdaus, karena terus menerus melakukan perbuatan dosa menunjukkan tidak adanya perhatian.” Aku katakan bahwa kemungkinan makna yang kedua, “tiga kali berturut-turut” adalah yang lebih jelas, dikuatkan oleh prinsip membawa makna mutlak kepada makna terikat. Hal ini dikuatkan oleh hadits Anas yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan perawi yang shahih dari Ibnu Abbas, bahwa siapa yang meninggalkan shalat Jumat tiga kali berturut-turut, maka dia telah melempar Islam ke belakang punggungnya.”[2]

Kedua:

Ditutupnya hati sebagaimana disebut dalam hadits-hadits yang telah dikutip di atas, tidak berarti bahwa pemilik hati itu menjadi kafir. Dia hanyalah berupa ancaman yang ditetapkan syariat terhadap orang muslim dan kafir.

Tirmizi, no. 3334, meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dia berkata, ”


إِنَّ العَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ  كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ .   حسنه الشيخ الألباني في  صحيح الترمذي

“Sesungguhnya, jika seorang hamba melakukan satu kesalahan, akan dibuatkan satu titik hitam dalam hatinya. Jika dia cabut dengan istighfar dan taubat, maka hatinya menjadi bersih kembali. Jika dia kembali, maka semakin bertambah titik hitamnya hingga mendominasi hati. Itul Ar-Raan yang Allah sebutkan, ‘Sekali-kali tidak, pada hatinya terdapat Ar-Ran atas apa yang mereka lakukan.” [Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi]

Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah dari Mujahid, dia berkata, “Mereka mengartikan Ar-Ran adalah sebagai penutup hati.”[3]

Ibnu Qayim rahimahullah berkata, “Dosa, jika banyak, akan menutupi hati seseorang, maka dia menjadi orang yang lalai. Sebagaiman ucapan sebagian salaf tentang firman Allah Ta’ala, “Sekali-kali tidak, pada hati mereka terdapat Ar-Raan atas apa yang mereka perbuat.” Dia berkata, “Itu adalah dosa di atas dosa.”[4]

Syaikh Abdulaziz bin Baz rahimahullah, “Siapa yang tidak melakukan shalat Jumat bersama kaum muslimin karena uzur syar’i, baik berupa sakit, atau lainnya, maka dia hendaknya shalat Zuhur. Demikian pula halnya jika seorang wanita shalat, hendaknya dia shalat Zuhur. Begitupula dengan musafir dan penduduk yang tinggal di pedusunan (yang tidak ada shalat Jumat), maka hendaknya mereka shalat Zuhur, sebagaimana disebutkan dalam sunah. Inilah pendapat mayoritas ulama, tidak dianggap bagi yang berpenapat menyimpang. Demikian pula bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, hendaknya dia bertaubat kepada Alalh dan dia melakukan shalat Zuhur.”[5]

Bacaan diatas merupakan Hadist atau Sabda Nabi Muhammad SAW sehingga sudah jelas bahwa Orang Yang Meninggalkan Shalat Jum’at akan mendapatkan dosa yang besar yaitu akan ditutupkan atau dikunci mata hatinya oleh Allah SWT sehingga itu merupakan kerugian yang sangat besar yang dialami oleh Manusia Yang Tidak mengerjakan Shalat Jum’at.

Oleh sebab itu mulai dari sekarang Mari kita Perbaiki diri dan tunaikan Perintah Allah SWT, berangkat menuju ke masjid untuk mengerjakan sholat Jum’at karena itu adalah kewajiban kita sebagai laki-laki muslim.

 

Sumber : Berbagai Sumber Kajian Islam

_______

Footnote :

[1] Faidhul Qadir, 6/133
[2] Mir’atul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, 4/446
[3] Fathul Bari, 8/696, berdasarkan penomoran Maktabah Syamilah
[4] Al-Jawabul Kafi, hal. 60
[5] Majmu Fatawa Ibnu Baz, 12/332

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal  23 Februari 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan
Editor : Lisandipo