Pandangan Islam tentang Meminum Obat Kuat

 
Pandangan Islam tentang Meminum Obat Kuat

Kehidupan rumah tangga juga diatur dalam Islam. Setiap pasangan suami istri dianjurkan untuk membina rumah tangga agar menjadi sakinah, mawaddah, warahmah. Aturan itu juga termasuk urusan hubungan suami istri. Islam menganjurkan suami menggauli istri dengan cara yang patut dan sebisa mungkin mencapai kepuasan bersama.
Sabda Rasulullah ﷺ sebagaimana diriwayatkan oleh Sahabat Anas:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَة

Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh kasih sayang, yang banyak anaknya. Sesungguhnya aku akan berlomba banyak dengan kalian besok di hari kiamat.” (HR. Ibnu Hibban) 

Sebagian suami mengonsumsi obat kuat seperti ramuan telur, madu dan jahe atau obat-obatan sejenis dalam rangka menjaga agar pekerjaan ranjangnya melayani istri berkualitas baik sehingga istri merasa puas.

Bagaimana Islam memandang hal tersebut?

Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha dalam karyanya I’ânatuth Thâlibîn menyebutkan, hukum meminum obat kuat dengan tujuan supaya kuat dalam bersenggama dengan istri sunnah selama menggunakan obat yang diperbolehkan secara medis dan dengan tujuan yang baik seperti menjaga keluarga supaya tetap romantis dan mendapatkan keturunan. 

Selain itu, hubungan ranjang yang berkualitas dinilai menjadi salah satu faktor suami untuk kian dicintai. Sedangkan suami dianjurkan melakukan ikhtiar supaya dicintai istrinya.

ويندب التقوي له بأدوية مباحة مع رعاية القوانين الطبية ومع قصد صالح، كعفة ونسل، لأنه وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا، وكثير من الناس يترك التقوي المذكور فيتولد من الوطئ مضار جدا.

Artinya: “Dan disunnahkan bagi lelaki menggunakan media yang bisa memperkuat tubuh dengan obat-obatan yang diperkenankan namun harus dengan memperhatikan aturan-aturan medis serta mempunyai tujuan yang baik, seperti menjaga keharmonisan keluarga dan keturunan. Karena hal tersebut merupakan media supaya lelaki tetap dicintai istrinya. Oleh karena itu sebaiknya lelaki memang dicintai istrinya. 

Banyak masyarakat yang tidak menggunakan obat kuat tersebut. Akhirnya senggamanya menghasilkan bahaya yang cukup besar.” (Abu Bakar bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I’ânatuth Thâlibîn, [Dârul Fikr, 1997], juz 3, halaman 316)

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah, petama, sunnah menggunakan obat kuat selama tidak bertentangan dengan aturan medis (menimbulkan mudarat secara kesehatan, red); kedua, bagi lelaki sebaiknya mencari cara yang dihalalkan syara’ supaya tetap dicintai istrinya.

Sumber : Dari Berbagai Sumber