Mengenal Umar Burhan, Juru Bicara KH. Hasyim Asy'ari

 
Mengenal Umar Burhan, Juru Bicara KH. Hasyim Asy'ari

LADUNI.ID, Jakarta - Pada perayaan atas keluarnya rechtspersoon milik Nahdlatul Ulama, sebagaimana yang saya tulis pada status sebelumnya [1], Hadratusysyekh KH. Hasyim Asy'ari tidak menyampaikan khutbahnya secara langsung. Meski beliau hadir saat itu. Ia menyuruh seseorang bernama Umar bin H. Burhan yang berasal dari Pasar Gede, Surabaya.

Siapakah dia?

Sebenarnya, nama Umar Burhan bukanlah nama yang asing dalam perbincangan sejarah NU. Ia memiliki peran penting dalam mengawal sejarah NU hingga bisa terjejak sampai saat ini. Buku "Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama" yang ditulis oleh Choirul Anam pada tahun 1980-an, banyak merujuk pada dokumen-dokumen milik Umar Burhan. Bahkan, dikemudian hari para peneliti NU berikutnya, baik dari luar ataupun dalam negeri, juga turut datang di kediamannya di Jalan Nyai Ageng Arem-Arem, Gresik.

Di kediamannya tersebut, tersimpan banyak surat dan arsip NU masa awal, naskah pidato Kiai Hasyim, majalah-majalah terbitan NU masa awal dan beberapa kitab kuning karya ulama Nusantara di zamannya. Tak ayal nama seperti Martin van Bruinnesen, Greg Barton, Andree Feilliard dan sejumlah nama lain singgah ke rumahnya yang tak jauh dari masjid Jami' Gresik itu. Sumber-sumber primer itu, menjadi harta karun dalam kajian ke-NU-an.

Sekali lagi, siapakah sosok Umar Burhan yang menyimpan banyak dokumen ke-NU-an tersebut?

Umar terlahir di Surabaya pada 1913 dari pasangan H. Burhan dan Hj. Chodijah. Ayahnya merupakan aktivis NU generasi pertama. H. Burhan menjabat sebagai Bendahara I Hoofdbestuur NU masa kepemimpinan H. Hasan Gipo. Tak ayal, hal tersebut membuat Umar kecil telah akrab dengan NU maupun tokoh-tokoh yang mendirikannya.

Sejak belia, Umar nyantri di Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh KH. Hasyim Asy'ari. Usianya yang sepantaran dengan putra gurunya, KH. Wahid Hasyim, membuat keduanya berteman akrab. Bahkan, ia menjadi santri kepercayaan dari Kiai Hasyim sendiri. Ia benar-benar menjadi "tangan kanan" dari Rais Akbar Nahdlatul Ulama tersebut.

Menjadi tangan kanan Kiai Hasyim, menjadikan Umar banyak memeran tugas-tugas penting yang berkaitan dengan Kiai Hasyim. Tak hanya menjadi juru bicara sebagaimana pada acara perayaan rechtspersoon sebagaimana di awal, ia juga memerankan sebagai sekretaris yang menyiapkan buah pikiran gurunya itu ke dalam tulisan. Baik naskah kitab ataupun pidato. Konon, Muqaddimah Qonun Asasi Nahdlatul Ulama yang legendaris itu, ia yang menjadi juru tulisnya.

Tak hanya sebatas menjadi "tangan kanan" yang pasif, Umar juga melibatkan diri dalam hiruk pikuk aktivitas ke-NU-an. Ia aktif sebagai pengurus Ansor dan kemudian NU. Baik di level daerah maupun nasional. Ia pernah menjadi penulis umum (sekretaris) Pucuk Pimpinan Ansoru Nahdlatoel Oelama, Ketua GPPI Keresidenan Surabaya, Ketua Masyumi Cabang Gresik, Ketua Cabang Partai NU Gresik, Sekretaris Wilayah Partai NU Jawa Timur, hingga menjadi Ketua I Pengurus Wilayah Partai NU Jawa Timur.

Aktivitasnya yang demikian intim dengan NU dan para muassis NU itu, tak ayal jika menjadikannya memiliki akses langsung pada dokumen-dokumen penting ke-NU-an. Atas kiprahnya itulah, Gus Dur pernah menjuluki kiai yang wafat pada 19 Oktober 1988 itu, sebagai "disketnya NU". Sosok yang menjadi bank datanya NU!

 

Penulis: Ayung Notonegoro