Perbedaan dan Penjelasan tentang Syirkah Abdan

 
Perbedaan dan Penjelasan tentang Syirkah Abdan

Syirkah abdan adalah bilamana terdapat dua pihak yang saling bersekutu untuk menjalankan roda usaha, baik dengan jalan pembagian yang sama atau berbeda dari segi profesi fisiknya, beserta kesesuaian hirfah (job deskripsi). Contoh: kerja sama antara dua orang yang berprofesi sama-sama penjahit, atau kerja sama antara dua pihak dengan profesi yang berbeda, seperti: antara penjahit dengan tukang pintal. Begitulah definisi tentang Syirkah abdan menurut Syeikh Zakaria Al-Anshory dalam kitabnya yaitu "Fathul Wahab" yang diterbitkan oleh Penerbit Daru al-Fikr.

Sebagaimana pernyataan Syeikh Imam Qadli Husain, bahwa syirkah uqudi jenis syirkah abdan ini merupakan yang tidak diperbolehkan dalam madzhab Syafi’i (Lihat: Syeikh Al-Qadli Husain, al-Lubab fil-Fiqhi al-Imam asy-Syafi’i, Daru al-Fikr: 1/255!). Di mana letak mahal khilafnya? Mari kita kaji bersama!

Jika kita perhatikan pada definisi di atas, maka syirkah abdan ini memiliki rukun sebagai berikut: 

  • 1. Keberadaan dua orang atau lebih yang berakad
  • 2. Jenis Usaha dan pembagian kerja
  • 3. Kesepakatan pembagian keuntungan dan kerugian dari hasil kerja sama tersebut

Gambaran fenomena sosial dari syirkah abdan ini adalah: 

  • 1. Perserikatan antara insinyur, tukang keramik, toko keramik, makelar pasir dan makelar tanah
  • 2. Perserikatan antara pedagang pasar, kuli angkut dan tengkulak
  • 3. Perserikatan antara kuli kapal dan anak buah kapal

Perlu digarisbawahi bahwa ada perbedaan antara perserikatan (syirkah) dengan kerja sama. Perserikatan itu bukan kerja sama dan demikian sebaliknya bahwa kerja sama adalah bukan perserikatan. Perserikatan merupakan sebuah kumpulan yang didasarkan pada tujuan akhir pembagian keuntungan secara bersama-sama. Jadi, dalam perserikatan, terdapat upaya mengumpulkan harta secara bersama-sama. Sementara kerja sama lebih didorong karena unsur ta’awun (saling tolong menolong) dengan keuntungan yang dimiliki dari hasil usaha sendiri. Jadi, dalam kerja sama tidak ada unsur mencampur harta. Nilai positifnya dari adanya perserikatan abdan adalah dapat mencakup kerja sama antara berbagai pihak. Sementara nilai negatifnya adalah munculnya monopoli atau genk-genk pasar atau makelar proyek. Inilah yang menjadikan mengapa dalam fuqaha’ dari kalangan syafi’iyah menganggap bahwa syirkah abdan adalah bathil.

Beberapa ‘Illah Larangan Syirkah Abdan

Hal yang mendasari terjadinya khilaf (perbedan pendapat) di kalangan ulama’ terhadap syirkah abdan ini adalah: pertama karena ketiadaan modal (‘urudl) di antara mereka. Ketiadaan modal dapat berpengaruh pada standar cara pembagian keuntungan usaha. Bagaimana mahu menghitung nisbahnya padahal tidak ada alat penakarnya? Buntutnya bisa berakibat perselisihan yang membawa mudlarat kepada hubungan antara pihak-pihak yang berakad. Selain karena persoalan ‘urudl yang tidak bisa ditakar, demikian juga dengan faktor kerja fisik yang sulit untuk ditentukan ukurannya. 

Alasan kedua, pelarangan syirkah abdan adalah karena faktor jenis pekerjaan dan usaha. Tidak selamanya orang dalam kondisi sehat terus. Demikian juga, fisik tubuh manusia tidak selamanya akan memiliki vitalitas dengan kinerja yang tinggi. Kadang kala faktor psikis dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam kelompok. Menurunnya kinerja dapat berpengaruh terhadap hasil usaha.

Dalam syirkah abdan, faktor kinerja fisik yang mengakibatkan penurunan kinerja seseorang sering melahirkan perselisihan. Timbul rasa iri di antara sesama karyawan dan pelaku usaha, atau bahkan antar pemilik modal. Efeknya, dapat mudlarat lagi kepada syirkah yang terbentuk. Padahal melakukan resign adalah tertutup kemungkinannya, karena faktor sama-sama yang berkiprah (berjasa) dalam mendirikan usaha. Akhirnya, dapat berujung pada perselisihan hingga kemudian gulung tikar dan balik dari nol lagi. Inilah hal yang tidak dikehendaki oleh syariat agama kita. Meskipun ada hadits yang menyatakan “ash-shulhu jaizun” (perdamaian/negosiasi kekeluargaan adalah diperbolehkan), akan tetapi karena mudlarat yang lain adalah lebih besar, maka langkah saddud dzariah (menutup peluang timbulnya mudlarat) adalah hal yang lebih baik sehingga muncul hukum bathil bagi pelaku syirkah semacam ini. Sebagaimana kaidah:

درء المفاسد مقدم على جلب المصالح

Artinya: “Menolak mafsadah adalah prioritas utama mengalahkan usaha mengambil kemaslahatan.”

Selain faktor fisik, faktor non fisik seperti relasi antar karyawan atau relasi antar badan usaha juga dapat mempengaruhi kinerja sebuah perserikatan. Seorang insinyur bekerja sama dengan toko keramik, tukang keramik, makelar pasir dan bahan bangunan lainnya, kemudian hasil akhir dihitung secara bersama-sama dan dibagi menurut nisbah rasio yang sama, akan melahirkan gejolak saling iri. Di satu sisi si kuli batu merasa bahwa kinerjanya yang berat. Sementara makelar pasir beralasan dia yang berat. Si insinyur juga mengaku bahwa mengumpulkan mereka dan merasa dirinya selaku penanggung jawab proyek, pasti juga akan memiliki alasan lain. Hal semacam ini yang acapkali bisa mengundang perselisihan. Kerja sama antara dua orang yang sama-sama mencari kayu bakar saja, dapat membuat dua orang menjadi berselisih pendapat karena faktor kinerja yang berbeda. 

Berbagai alasan di atas merupakan dasar dari fuqaha’ kalangan Syafi’iyah menyatakan bahwa syirkah ini termasuk yang tidak diperbolehkan sebagai wujud kehati-hatian. Karena prinsip ijtihad dari fuqaha’ syafi’iyah adalah hati-hati dalam memberikan keputusan hukum, sehingga tidak mudah berfatwa membolehkan atau melarang suatu masalah tanpa ‘illah (landasan hukum) yang jelas. Sebagaimana qaul Imam Nawawi radliyallahu ‘anhu:

يحرم التساهل فى الفتوى ومن عرف به حرم استفتاؤه, فمن التساهل أن لايتثبت ويسرع بالفتوى قبل استيفاء حقها من النظر والفكر إلى أن قال ومن التساهل أن تحمله الأغراض الفاسدة على تتبع الحيل المحرمة أو المكروهة

Artinya: “Diharamkan menggampangkan dalam berfatwa. Barangsiapa diketahui dengan ciri demikian, maka haram meminta fatwa (keputusan hukum) terhadapnya. Termasuk perbuatan tasahul (menggampangkan), adalah: tidak melakukan identifikasi masalah dan terburu-buru dalam berfatwa sebelum memenuhi hak-haknya masalah, seperti meneliti dan berfikir.... Dan termasuk tasahul adalah jika terbawa oleh tujuan-tujuan fasidah seperti menuruti siasat (misal: politik) yang diharamkan atau dimakruhkan.” (Muhyiddin bin Zakarya bin Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Adabul Fatwa wal Mufti wal Mustafti, Dar al-Fikr: 7)

Kesimpulan akhir dari tulisan ini adalah bahwa syirkah abdan adalah perserikatan antara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu jenis usaha dengan niat keuntungan dibagi secara bersama-sama. Perserikatan ini tidak membutuhkan modal. Kangan fuqaha’ syafi’iyah melarang jenis syirkah ini karena besarnya faktor kerugian yang bisa muncul di belakang hari akibat tidak bisa ditetapkan nisbah rasio pertanggungjawaban risiko keuntungan atau kerugian sebuah usaha.