Hukum Mengikuti Arisan Haji Menurut Para Ulama

 
Hukum Mengikuti Arisan Haji Menurut Para Ulama

Bagi banyak orang, ibadah haji bukan sekedar masalah kewajiban. Haji sudah menjadi cita-cita umat Islam pada umumnya. Maka, akhirnya banyak yang ingin menjalankan ibadah haji meski dengan segala risiko dan dengan menempuh cara apapun. Soalnya ibadah yang dilakukan di tanah suci sangat utama dibanding di tempat-tempat lainnya. Kerinduann untuk datang ke sana tidak tergantikan oleh apapun. Ya, karena ibadah haji mempunyai nilai spiritual dan kemanusiaan yang luar biasa. Pada Surat Ali Imran ayat 97, Allah berfirman sebagai berikut:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam,” (Ali Imran ayat 97).

Sementara cara orang dalam menyiapkan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) itu bermacam-macam. Sebagian orang memilih kredit kepada pihak lain sejumlah uang yang dibutuhkan. Sebagian yang lain lagi menabung untuk menyediakan BPIH. Sementara sebagian yang lainnya memilih jalan arisan.

Arisan sendiri pada dasarnya tidak masalah. Arisan dalam syariat Islam dibenarkan sebagaimana ketarangan dalam Hasyiyah Qalyubi berikut ini:

فَرْعٌ) الْجَمَاعَةُ الْمَشْهُوْرَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ إِلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَ الْوَالِيُّ الْعِرَاقِيُّ

Artinya, “Perkumpulan populer (semacam arisan) di kalangan wanita, di mana salah seorang wanita mengambil sejumlah tertentu (uang) dari peserta setiap jumatnya dan memberikannya kepada salah seorang dari mereka secara sampai wanita yang terakhir, maka tradisi demikian itu boleh, seperti pendapat Al-Wali Al-Iraqi,” (Lihat Qulyubi, Hasyiyah Qalyubi pada Hasyiyah Qalyubi wa ‘Umairah, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1956], juz II, halaman 258).

Adapun perihal arisan haji yang BPIH-nya turun naik setiap tahunnya, ulama berbeda pendapat. Meskipun demikian, ulama mengatakan bahwa ibadah haji yang dibiayai dari biaya arisan haji tetap sah sebagaimana tersebut dalam Nihayatul Muhtaj.

قَوْلُهُ الَّذِي هُوَ تَمْلِيكُ الشَّيْءِ) أَيْ شَرْعًا (قَوْلُهُ : بِردِّ بَدَلِهِ) عِبَارَةُ الْمَنْهَجِ عَلَى أَنْ يَرُدَّ مِثْلَهُ وَلَعَلَّ الشَّارِحَ إنَّمَا عَبَّرَ بِالْبَدَلِ لِيَتَمَشَّى عَلَى الرَّاجِحِ الْآتِي مِنْ أَنَّهُ يَرُدُّ الْمِثْلَ حَقِيقَةً فِي الْمِثْلِيِّ وَصُورَةً فِي الْمُتَقَوِّمِ وَعَلَى الْمَرْجُوحِ مِنْ أَنَّهُ يَرُدُّ الْمِثْلَ فِي الْمِثْلِيِّ وَالْقِيمَةَ فِي الْمُتَقَوِّمِ

Artinya, “(Ungkapan al-Ramli: “-Akad Iqradh- yaitu memeberi hak milik sesuatu.”), maksudnya dalam arti syara’. (Ungkapan beliau: “Dengan mengembalikan gantinya.”) Redaksi kitab Manhaj al-Thullab adalah: “Dengan syarat pengembalian barang yang semisalnya.” Dan mungkin al-Syarih -al-Ramli- mengungkapkannya dengan kata “ganti” supaya nanti beliau berpijak pada qaul rajih yang akan datang, yaitu dalam pinjaman barang mitsli (barang yang nilainya diukur dengan takaran atau timbangan), si peminjam harus mengembalikan barang yang sama persis dan dalam pinjaman barang yang mutaqawwam (barang yang nilainya diukur dengan harga) ia harus mengembalikan barang bentunya sama. Sementara menurut qaul marjuh dia harus mengembalikan barang yang sama persis dalam pinjaman barang mitsli dan harus mengembalikan sejumlah harganya dalam pinjaman barang mutaqawwam,” (Lihat Muhammad bin Syihabuddin Ar-Ramli, Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj, [Mesir, Musthafa Al-Halabi: 1938 M], juz IV, halaman 215).

Ulama berbeda pendapat perihal penggantian dalam iuran arisan. Sebagian ulama berpendapat bahwa anggota arisan membayar biaya yang ditetapkan bersama di awal. Sementara sebagian ulama berpendapat bahwa anggota arisan membayar iuran sesuai dengan besaran BPIH yang ditetapkan pemerintah setiap tahunnya. Sedangkan ibadah haji yang dibiayai dari arisan haji tetap sah.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Sumber NU Online