Mendahulukan Aqiqah atau Qurban?

 
Mendahulukan Aqiqah atau Qurban?
Sumber Gambar: Unsplash.com, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Sebenarnya dalam aqiqah dan qurban ada persamaan diantara kedua ibadah ini yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut madzhab Syafi’i (selama tidak nadzar), serta adanya aktivitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. 

Sementara perbedaan yang ada diantara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Kurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya. 

Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya, artinya anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rizki untuk sekedar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya. 

Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw:

 مَعَ الغُلاَمِ عَقِيْقَةٌ 

Artinya: aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi (HR. Bukhari).

Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. 

Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik dari pada tidak melaksanakanya. Lalu, manakah yang didahulukan antara qurban dan aqiqah? 

Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan kurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula- apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (kurban&aqiqah)- saudara mengikuti pendapat imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat kurban dan aqiqah sekaligus. 

Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syaikh Nawawi Al-Bantani:

 قَالَ اِبْنُ حَجَرٍ لَوْ أَرَادَ بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ الْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيْقَةِ لَمْ يَكْفِ خِلَافًا لِلْعَلَّامَةِ اَلرَّمْلِى حَيْثُ قَالَ وَلَوْ نَوَى بِالشَّاةِ الْمَذْبُوْحَةِ اْلأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيْقَةِ حَصَلَا 

Artinya; "Ibnu Hajar berkata: “Seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup”. Berbeda dengan al-‘allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi." 

Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat imam Romli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging kurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah. Wallahu A’lam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 16 maret 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

_______________________________

Penulis: Syaifullah

Editor: Athallah Hareldi