Nutrisi dan Dalil Agama

 
Nutrisi dan Dalil Agama

LADUNI.ID -  Dalam sebuah berita yang dimuat dalam situs foxnews [dot] com dilaporkan bahwa seorang wanita mengalami kerusakan liver, ginjal, jantung dan parunya sebab jus buah yang sehat. Dua puluh jenis buah bernutrisi diracik dan dijus. Harusnya racikannya itu menambah sehat tapi justru bikin celaka. Masalahnya, bukannya diminum, jus buah itu malah disuntikkan ke dalam aliran darahnya langsung. Jusnya bagus, tujuannya juga bagus, tapi gegarasalah pemakaian maka jadi petaka.

Hal yang sama juga berlaku ada dalil agama. Para ulama biasanya mengibaratkan diri mereka bagaikan dokter sedangkan umat sebagai pasiennya dan dalil agama sebagai resepnya. Masyarakat awam yang meracik sendiri dalil yang ada tanpa bimbingan dan dosis dari ahlinya biasanya bukan malah tambah baik tapi tambah gak bener tingkahnya.

Misalnya saja ada hadis tentang kewajiban istri untuk patuh sepenuhnya pada suami, bahkan andai boleh sujud pada manusia, seharusnya istri sujud pada suaminya. Dalil ini benar, tapi bisa jadi tak benar bila yang menjadikannya sebagai pedoman malah seorang suami. Begitu pula ada hadis yang berisi perintah agar suami memperlakukan istrinya dengan baik dan menjaga betul hak-hak para istri. Dalil ini benar tapi bisa jadi salah bila yang memakainya justru seorang Istri. Akhirnya, suami istri yang "mal praktek dalil" ini bisa sama-sama arogan dan perang dalil.

Hal yang sama terjadi bila si miskin berdalil dengan ayat atau hadis yang memerintahkan orang kaya bersedekah, sedangkan si kaya berdalil dengan ayat atau hadis yang memerintahkan orang miskin untuk bersabar dan qana'ah. Yang ada bukannya saling bantu tapi saling nyinyir pakai dalil.

Demikian juga dalam hal ketatanegaraan. Ada dalil agama tentang pentingnya taat pada pemerintah selaku ulil amri, ini adalah pedoman untuk dipegang rakyat. Dan ada juga dalil agama yang berisi keutamaan amar ma'ruf nahi mungkar pada pemimpin yang menyimpang, ini adalah dalil untuk dipedomi penguasa. Tapi ketika kedua dalil ini dibalik pemakaiannya dan digunakan dengan dosis berlebihan, maka si penguasa akan cenderung otoriter dan si rakyat akan cenderung menjadi pemberontak. Penguasa muslim yang tiran dalam sejarah islam klasik bukan tak punya dalil bagi kezalimannya, mereka justru membungkus tiraninya dengan seabrek dalil. Demikian juga Khawarij yang mengobarkan pemberontakan di mana-mana juga pakai dalil. Semuanya merasa berjihad fi sabilillah.

Yang salah dari semua itu bukan dalilnya tapi mal prakteknya. Dalil itu semacam obat atau nutrisi, tak semua orang bisa meracik dan menggunakannya dengan pas sehingga punya efek perbaikan. Karena itulah, perlu kehati-hatian dalam berdalil.

Oleh: Abdul Wahhab AHmad

ASWAJa NU Center Jawa Timur