Penjelasan tentang Makan Setelah Bersetubuh

 
Penjelasan tentang Makan Setelah Bersetubuh

LADUNI.ID,  Hukum makan setelah berhubungan, itu bukan termasuk larangan sebagaimana hukum menyusui anak sebelum mandi junub.  Hal yang tidak boleh dilakukan saat junub salah satunya adalah menyentuh mushaf Al-Qur'an. 

Keadaan junub adalah keadaan seorang yang sedang berada pada keadaan tidak suci secara hukmi, khususnya hadats besar. Adapun hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar atau dalam kondisi janabah antara lain:

  1. Karena melakukan hubungan suami isteri
  2. Karena keluarnya mani meski di luar hubungan suami isteri
  3. Karena meninggal dunia
  4. Karena mendapat haidh (khusus bagi wanita)
  5. Karena mendapat nifas (khusus bagi wanita)
  6. Karena melahirkan meski tanpa nifas (khusus bagi wanita)

Para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa keenam sebab di atas adalah termasuk hal-hal yang mengakibatkan hadats besar.

Hal yang tidak boleh dilakukan saat junub

A. Shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُوْرٍ

"Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci." (Hr. Muslim: 1/204)

B. Tawaf.

C. Memegang/ Menyentuh Mushaf
لا يمسه إلا المطهرون

"Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci". (Al-Qariah ayat 79)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ

"Tidak boleh menyentuh al-Quran, kecuali orang yang suci." (Hr. Daruquthni: 1/122, Baihaqi: 1/88, Thabrani: 9/33; dinilai shahih oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil: 122)

Jumhur ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidl dilarang menyentuh mushaf Al-Quran

D. Melafazkan ayat-ayat Al-Qur'an, kecuali dalam hati atau doa/dzikir yang lafznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung.

"Rasulullah SAW tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub".

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak.

Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133.

E. Berihram.

F. Tinggal di Masjid. Adapun sekadar lewat karena suatu kebutuhan, dibolehkan, sebagaimana firman-Nya,

… وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

“…Janganlah masuk mesjid sedangkan kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (Qs. An-Nisa`: 43)

Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidl". (HR Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.

Apabila haidl tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidl), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

Orang yang dalam keadaan junub yang hendak makan, ia disunahkan berwudhu dahulu.

وفي الصَّحِيحَيْنِ كان النبي صلى اللَّهُ عليه وسلم إذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وهو جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ وكان صلى اللَّهُ عليه وسلم إذَا كان جُنُبًا فَأَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أو يَنَامَ تَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ
وقيس بالجنب الحائض والنفساء إذا انقطع دمهما وبالأكل والشرب والحكمة في ذلك تخفيف الحدث غالبا والتنظيف وقيل لعله ينشط للغسل

Dalam Riwayat Bukhari dan Muslim:  ”adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bila hendak tidur sementara beliau junub membasuh kelaminnya dan mengambil wudhu sebagaimana wudhunya untuk mengerjakan shalat”. ”adalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam saat beliau junub dan berkehendak makan mengambil wudhu sebagaimana wudhunya untuk mengerjakan shalat”.

Hikmah wudhu bagi orang junub menjalankan wudhu:

  1. Meringankan hadats yang sedang ia tanggung
  2. Kebersihan
  3. Memberi kesemangatan dalam bersegera mandi. 

(Lihat Asnaa al-Mathaalib I/68, Mughni al-Muhtaaj I/63).

Hukum Makan Setelah Berhubungan 

Berkata para pengikut Imam As-Syafi'i (Syafiiyyah):

قال أصحابنا ويكره للجنب أن ينام حتي يتوضأ ويستحب إذا اراد أن يأكل أو يشرب أو يطأ من وطئها أولا أو غيرها أن يتوضأ وضوءه للصلاة ويغسل فرجه في كل هذه الاحوال

"Dimakruhkan bagi orang junub tidak hingga ia wudhu dan disunahkan bila hendak makan atau minum atau menggauli istri yang ia gauli pertama atau lainnya menjalankan wudhu sebagaimana wudhu saat ia hendak shalat dan juga disunahkan membasuh kemaluannya". (Al-Majmuu’ ala Syarh al-Muhaddzab II/156).

ويكره للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء وكذا منقطعة الحيض والنفاس

Artinya:
Dimakruhkan bagi orang junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan melakukan wudhu begitu juga bagi wanita yang telah putus haid dan nifasnya. (Al-Muqaddimah al-Hadramiyyah I/43).

( ويكره للجنب الأكل والشرب والنوم والجماع قبل غسل الفرج والوضوء ) لما صح من الأمر به في الجماع وللاتباع في البقية إلا الشرب فمقيس على الأكل ( وكذا منقطعة الحيض والنفاس ) فيكره لها ذلك كالجنب بل أولى


Artinya:
Dimakruhkan bagi orang junub makan, minum, tidur dan senggama sebelum ia membasuh kemaluannya dan melakukan wudhu karena berdasarkan perintah agama yang shahih dalam masalah senggama dan mengikuti nabi dalam masalah lainnya kecuali dalam masalah minum yang hukumnya diqiyaskan pada masalah makan, begitu juga bagi wanita yang telah putus haid dan nifasnya maka makruh baginya sebagaimana orang junub bahkan baginya lebih utama. (Minhaj alQawim I/95).

Seseorang yang dalam keadaan junub disyariatkan untuk mandi janabah, karena dia harus melakukan ibadah wajib (seperti shalat), yang disyaratkan di dalamnya suci dari hadats kecil dan besar. 

Kesimpulannya makan setelah berhubungan bukan termasuk hal yang tidak boleh dilakukan saat junub. Hanya saja hukumnya jadi makruh sebelum wudlu.