Sudah Tahu Hadits Mursal Khafi? Ini Penjelasannya

 
Sudah Tahu Hadits Mursal Khafi? Ini Penjelasannya

LADUNI.ID, Jakarta - Pembagian hadits dhaif memang sangat beragam. Bahkan bisa dibilang sangat banyak sekali. Imam as-Suyuthi, mengutip Ibn Shalah, dalam Tadrîb ar-Rawi menyebutkan bahwa pembagian hadits dhaif mencapai seratusan, hanya saja, tidak semua pembagian tersebut sampai pada kita istilah dan definisi-definisinya.

Khusus dalam pembagian hadits dhaif dalam segi keterputusan sanadnya ada salah satu pembagian yang disebut dengan hadits mursal khafi. Hadits mursal khafi ini berbeda dengan hadits mursal biasa atau mursal sahabi sebagaimana disebutkan dalam pembahasan sebelumnya.

Jika hadits mursal biasa hanya bisa terjadi pada satu tingkatan sanad, yaitu tabiin, sedangkan hadits mursal sahabi terjadi pada tingkatan sahabat, maka hadir mursal khafi ini bisa terjadi pada semua tingkatan sanad.

Lalu apa definisi hadits mursal khafi?

أن يروي الراوي عن من لقيه أوعاصره مالم يسمع منه بلفظ يحتمل السماع وغيره كقال

Artinya, “Periwayatan rawi dari orang yang pernah ditemui atau dari orang yang sezaman tetapi tidak pernah mendengar hadits darinya dengan lafadz yang menunjukkan bahwa rawi tersebut memang benar-benar mendengar sebuah hadits, misalnya dengan lafadz “qaala”. (Lihat: Mahmûd al-Ṭaḥḥân, Taysîr Muṣṭalah al-Ḥadîts, [Riyadh: Maktabah Marifah, 2004], h. 105.)

Contoh:

مَا رَوَاهُ إِبْنُ مَاجَّه مِنْ طَرِيْقِ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيْز، عَنْ عُقْبَةَ بنِ عَامِر مَرْفُوْعًا: (رَحِمَ اللهُ حَارِسَ الْحَرَسِ) ـ

Artinya, “Seperti contoh sebuah hadits riwayat Ibn Majjah dari jalur Umar bin Abdul Aziz dari Uqbah bin Ami, yang diriwayatkan secara marfu (dari Rasul Saw). “Allah Swt mengampuni para pengawal atau tentara.”

Berdasarkan penuturan al-Mîzî dalam kitab al-Aṭrâf, Umar ibn Abd al-Azîz tidak bertemu dengan Uqbah. Namun dalam hadits ini ia meriwayatkan dari Uqbah, sehingga hadits ini tergolong sebagai Mursal Khafi.

Hadits Mursal Khafi bisa diketahui dengan beberapa hal: Pertama, pengakuan para ulama bahwa rawi tersebut tidak pernah mendengar hadits dari gurunya.

Kedua, pengakuan dari rawi sendiri.

Ketiga, adanya tambahan seorang rawi lain di antara rawi dan gurunya dalam sanad lain. (namun hal ini diperdebatkan oleh para ulama, karena bisa jadi hal ini tergolong dalam kasus al-mazîd fî muttaṣil al-asânid). (Lihat: Mahmûd al-Ṭaḥḥân, Taysîr Muṣṭalah al-Ḥadîts, [Riyadh: Maktabah Marifah, 2004], h. 147.)

Lebih tepatnya, hadits mursal khafi ini lebih mirip dengan hadits mudallas yang isnad, hanya saja bedanya jika tadlis isnad, perawinya memang berguru pada gurunya, hanya saja ia tidak pernah mendengar hadits tersebut, sedangkan hadits mursal khafi, perawinya memang bertemu, namun tidak pernah berguru atau mendengar hadits darinya. Wallahu A’lam.


Ustadz Muhammad Alvin Nur Choironi, pegiat kajian tafsir dan hadits, alumnus Pesantren Luhur Darus Sunnah