Hukum Wanita yang Menjadi Saksi Pernikahan

 
Hukum Wanita yang Menjadi Saksi Pernikahan
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

Laduni.ID, Jakarta - Hukum Islam memberikan perhatian yang besar terhadap proses pernikahan, termasuk dalam hal persyaratan saksi. Dalam pernikahan, kedudukan saksi memiliki peran yang penting karena mereka menjadi saksi atas kesepakatan dan keabsahan pernikahan. Tradisi Islam secara umum memperbolehkan wanita untuk menjadi saksi pernikahan, meskipun ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang apakah kesaksian seorang wanita sama nilainya dengan seorang pria.

Sebagian besar ulama sepakat bahwa wanita bisa menjadi saksi dalam pernikahan, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan keabsahan kesaksian wanita dalam berbagai konteks. Namun, ada pengecualian di beberapa mazhab yang menganggap bahwa kesaksian seorang wanita dianggap setengah dari kesaksian seorang pria. Meskipun demikian, mayoritas ulama menerima kesaksian seorang wanita dalam pernikahan dengan syarat mereka adalah orang yang adil dan memenuhi kriteria keabsahan sebagai saksi.

Di sisi lain, beberapa mazhab juga memperbolehkan keluarga atau kerabat langsung kedua belah pihak yang menikah untuk menjadi saksi, yang mungkin memperkuat posisi perempuan dalam konteks tertentu. Meskipun ada perbedaan pandangan di kalangan ulama, prinsip yang mendasari adalah bahwa kesaksian dalam pernikahan haruslah berlandaskan pada kejujuran, keadilan, dan integritas, tanpa memandang jenis kelamin atau status sosial saksi tersebut.

Secara keseluruhan, meskipun terdapat variasi pendapat di antara mazhab-mazhab dan ulama-ulama Islam, hukum umumnya memperbolehkan wanita untuk menjadi saksi pernikahan. Hal ini menegaskan bahwa dalam Islam, perempuan memiliki peran yang sama pentingnya dengan laki-laki dalam proses pernikahan, dan keadilan serta integritas menjadi landasan utama dalam penunjukan saksi, tanpa memandang jenis kelamin.

Akan tetapi belum ditemukan qaul yang membolehkan saksi nikah wanita (jumhur ulama), kecuali dari qaul ulama Hanafi, yang membolehkan saksi nikah 2 wanita dan 1 laki-laki. Berbeda dengan saksi pada bidang-bidang yang lain (selain nikah)

الذكورة: شرط عند الجمهور غير الحنفية، بأن يكون الشاهدان رجلين، فلا يصح الزواج بشهادة النساء وحدهن ولا بشهادة رجل وامرأتين، لخطورة الزواج وأهميته، بخلاف الشهادة في الأموال والمعاملات المالية، قال الزهري: "مضت السنة ألا تجوز شهادة النساء في الحدود، ولا في النكاح، ولا في الطلاق"(2) ولأنه عقد ليس بمال، ولا يقصد منه المال، ويحضره الرجال في غالب الأحوال، فلا يثبت بشهادة النساء كالحدود.وقال الحنفية: تجوز شهادة رجل وامرأتين في عقد الزواج، كالشهادة في الأموال؛ لأن المرأة أهل لتحمل الشهادة وأدائها، وإنما لم تقبل شهادتها في الحدود والقصاص فللشبهة فيها بسبب احتمال النسيان والغفلة وعدم التثبت، والحدود تدرأ بالشبهات

Bagi jumhur ulama saksi laki-laki adalah syarat untuk sahnya nikah, hal ini berbeda dengan imam Hanafi. Jumhur berpendapat Saksi itu harus dua orang laki-laki, maka tidak sah nikah dengan saksi wanita atau dengan saksi satu laki-laki dan dua wanita karena nikah adalah perkara yang sangat sakral. Berbeda dengan saksi di dalam interaksi harta.

Ibarat Al-Ghoyah Syarah Hidayah (fiqih Hanafi)

وَلَا يَنْعَقِدُ نِكَاحُ الْمُسْلِمِينَ إلَّا بِحُضُورِ شَاهِدَيْنِ حُرَّيْنِ عَاقِلَيْنِ بَالِغَيْنِ مُسْلِمَيْنِ أَوْ رَجُلٌ وَامْرَأَتَيْنِ عُدُولًا كَانُوا أَوْ غَيْرَ عُدُولٍ

Nikah tidak sah kecuali dengan hadirnya dua saksi yang merdeka, balig, Islam, dan sah dengan saksi seorang laki-laki dan dua wanita baik mereka adil/lurus atau tidak.

Menurut kesepakatan 3 madzhab yakni madzhab Syafii, Hambali, dan Maliki saksi dalam pernikahan adalah harus laki-laki. Tetapi menurut madzhab Hanafi boleh dengan 2 orang wanita dengan menambahkan 1 orang laki-laki. tidak diperkenankan dengan 2 wanita saja.

و اتفق الثلاثة على اشترط الذكور فى الشاهدين ، اما الحنفية فقالوا العدالة غير شرط فى صحة العقد و لكنها شرط فى اثباته عند الانكار، و لا تشترط الذكورة فيصح بشهادة رجل و امراتين و لكن لا يصح بالمراتين وحدهما بل لا بد من و جوج رجل معهما    الفقه على المذاهب الاربعة ٤/٢٨

Wallaahu A'lamu bis Showaab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 8 April 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
__________________
Editor: Kholaf Al Muntadar