Sepelekan Air Kencing Siksa Kubur Menanti

 
Sepelekan Air Kencing Siksa Kubur Menanti
Sumber Gambar: MRDR

LADUNI.ID, Jakarta - Kencing atau buang air kecil adalah aktivitas yang pasti setiap hari dan setiap orang lakukan. Air kencing ini merupakan benda najis yang harus disucikan karena jika tidak maka ibadah seperti salat tidak akan dianggap sah.

Di dalam Islam kita diharuskan benar-benar menjaga kesucian diri dari najis tidak terkecuali air kencing. Akan tetapi, diakui atau tidak, masih banyak dari kita yang sering kencing tidak sesuai adab yang seharusnya. Misalnya, kencing dengan berdiri, kencing di sembarang tempat, bahkan ada yang setelah kencing tidak membersihkannya (cebok).

Hal ini jelas miris karena cipratan air kencing menurut Rasulullah SAW, kerap menjadi sebab datangnya siksa kubur. Nauzubillahimindzalik.

Islam adalah agama yang sempurna. Semua perkara yang dibutuhkan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti telah dijelaskan. Termasuk masalah kesucian dan kebersihan. Banyak ayat  Al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam yang memerintahkan atau menganjurkan kebersihan.

Allah SWT berfirman,

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ

Dan pakaianmu bersihkanlah. [Al-Mudatsir/74: 4]

Allah SWT juga berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. [Al-Baqarah/2: 222].

Air Kencing Itu Najis

Air kencing manusia termasuk najis, maka badan, pakaian, atau tempat yang terkena air kencing harus dibersihkan.  Jika tidak dibersihkan, maka itu bisa menjadi penyebab siksa kubur.

عَنْ أَنَسٍ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ :  تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ

Dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersihkanlah diri dari air kencing. Karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur berasal darinya.” [HR. Ad-Daruquthni dalam Sunannya, no. 459. Dan hadits ini dinilai shahȋh oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaul Ghalil, no. 280]

Oleh karena itu Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Dosa Besar ke-36: Tidak Membersihkan Diri Dari Air Kencing, Dan Itu Termasuk Syi’ar Nashara”. [Al-Kabair, hlm. 141]

Pada zaman dahulu di kalangan Bani Israil, jika baju mereka atau bahkan kulit mereka terkena air kencing, maka mereka mengguntingnya.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ حَسَنَةَ، قَالَ: خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ   وَفِي يَدِهِ الدَّرَقَةُ، فَوَضَعَهَا، ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: انْظُرُوا إِلَيْهِ يَبُولُ كَمَا تَبُولُ الْمَرْأَةُ، فَسَمِعَهُ النَّبِيُّ  صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ: “وَيْحَكَ، أَمَا عَلِمْتَ مَا أَصَابَ صَاحِبَ بَنِي إِسْرَائِيلَ؟ كَانُوا إِذَا أَصَابَهُمْ الْبَوْلُ قَرَضُوهُ بِالْمَقَارِيضِ، فَنَهَاهُمْ ، فَعُذِّبَ فِي قَبْرِهِ

Dari Abdurrahman bin Hasanah Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menemui kami, Beliau membawa tameng kulit  di tangannya, lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkannya. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk lalu buang air menghadap kepadanya (yakni menggunakan tameng itu sebagai penutup-pen). Sebagian orang berkata (mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), “Lihat orang ini, dia buang air seperti wanita buang air (yakni Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menjaga aurat ketika buang air-pen)”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarnya, maka Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kasihan engkau, tidakkah engkau tahu siksa yang menimpa seorang lelaki Bani Israil? Jika air kencing mengenai mereka, mereka biasa mengguntingnya dengan gunting. Lalu lelaki itu melarang mereka, sehingga dia disiksa di dalam kuburnya”. [HR. Ibnu Majah, no. 346. Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth]

Penyebab Siksa Kubur

Hadits Abdullah bin ’Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata:

مَرَّ النَّبِيُّ  صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, lalu Beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namimah (adu domba)”. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa anda melakukannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering”. [HR. Bukhari, no. 218; Muslim, no. 292]

Di dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menjelaskan penyebab keringanan siksa kubur itu adalah syafa’at Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam .
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda,

إِنِّي مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ، بِشَفَاعَتِي، أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا، مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ

Aku melewati dua kuburan yang (penghuninya) sedang disiksa, maka Aku suka agar siksa keduanya diringankan selama kedua pelepah kurma itu masih basah. [HR. Muslim, no. 3012; dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu]

Hadits di atas juga memberikan faedah agar menutupi diri ketika buang air, baik dengan masuk kamar kecil, atau jika berada di tempat terbuka dengan menjauh dari pandangan orang. Itu adalah sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diterangkan di dalam hadits berikut ini,

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي قُرَادٍ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْخَلَاءِ، وَكَانَ إِذَا أَرَادَ الْحَاجَةَ أَبْعَدَ

Dari Abdurrahman bin Abi Quraad Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku pernah keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju tempat buang air, dan kebiasaan beliau jika menginginkan buang hajat beliau pergi ke tempat yang jauh.”
[HR. Nasai, no. 16;  dishahihkan oleh  Syaikh Al-Albani. Lihat Silsilah Ash-Shahihah, no. 1159]

Maka termasuk perbuatan kurang adab ketika sebagian orang, baik orang tua atau anak-anak, laki-laki atau perempuan, buang air di pinggir jalan. Bau kencing tersebut juga akan mengganggu orang lain, sehingga menyebabkan cacian kepada pelakunya.

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ : اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ: الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ، وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ، وَالظِّلِّ

Dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda, “Jagalah dirimu dari tiga tempat yang membawa laknat: buang hajat di tempat-tempat berkumpulnya air, di jalan raya, dan di tempat bernaung”.
[HR. Abu Dawud, no. 26;  dihasankan oleh  Syaikh Al-Albani]

Alangkah agungnya agama Islam, yang memberikan pengajaran adab dan tidak merusak atau menodai fasilitas-fasilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membimbing kita di atas kebaikan dan menjauhkan dari segala keburukan. Aamiin.

Dari hadis-hadis di atas dapat pula menjadi dasar untuk menguatkan keimanan kita bahwa siksa kubur itu nyata adanya.  
Allah SWT berfirman dalam Surah As-Sajadah ayat 21 yang artinya,
"Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat sebelum azab yang lebih besar (di akhirat). Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Dalam ayat di atas, menurut Al-Barra bin ‘Azib, Mujahid, dan Abu Ubaidah yang dimaksud azab yang dekat adalah azab kubur. (Tafsir Ibnu Katsir)

Semoga kita semua dihindarkan dari azab kubur apalagi karena sesuatu yang sepele, cipratan air kencing. Wallahu a'lam.

 

 

Sumber :  Berbagai Sumber Islam Aswaja

Catatan: Tulisan ini terbit pertama kali pada tanggal  19 Juni 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan

Editor : Lisandipo