Hukum Qadha Shalat karena Pingsan

 
Hukum Qadha Shalat karena Pingsan
Sumber Gambar: Ilustrasi orang pingsan (Foto Ist)

Laduni.ID, Jakarta - Orang yang pingsan berada dalam posisi di tengah-tengah antara orang yang gila dan orang yang tidur. Hal ini seperti yang di ilustrasikan oleh Imam al-Ghazali:

 وَقَالَ الْغَزَالِيُّ الْجُنُونُ يُزِيلُهُ وَالإِغْمَاءُ يَغْمُرُهُ وَالنَّوْمُ يَسْتُرُهُ

“Imam al-Ghazali berkata: ‘Gila dapat menghilangkan akal, pingsan dapat menenggelamkan akal, dan tidur dapat menutup akal’.”

Sehingga dalam perincian hukum pada beberapa permasalahan fiqih, orang yang pingsan cenderung berada dalam penempatan hukum yang berbeda-beda. Adakalanya sama dengan orang yang tidur dan juga adakalanya sama dengan orang yang gila. Misalnya, dalam permasalahan kewajiban mengqadha shalat, orang yang pingsan memiliki hukum yang sama dengan orang yang gila dalam hal tidak wajibnya mengqadha shalat ketika memang masa pingsan atau masa gila berlangsung lama, mulai awal masuknya waktu sampai habisnya waktu shalat. 

Baca Juga: 0388. Ustaz Ma'ruf Khozin : Sesembahan Api di Depan Orang Yang Shalat

Ketentuan di atas seperti yang dijelaskan dalam kitab al-Asybah wa an-Nadha’ir:

وَاعْلَمْ أَنَّ الثَّلاثَةَ قَدْ يَشْتَرِكُونَ فِي أَحْكَامٍ وَقَدْ يَنْفَرِدُ النَّائِمُ عَنْ الْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ تَارَةً يَلْحَقُ بِالنَّائِمِ وَتَارَةً يَلْحَقُ بِالْمَجْنُونِ وَبَيَانُ ذَلِكَ بِفُرُوعٍ الأَوَّلُ الْحَدَثُ يَشْتَرِكُ فِيهِ الثَّلاثَةُ الثَّانِي اسْتِحْبَابُ الْغُسْلِ عِنْدَ الإِفَاقَةِ لِلْمَجْنُونِ وَمِثْلُهُ الْمُغْمَى عَلَيْهِ الثَّالِثُ قَضَاءُ الصَّلاةِ إذَا اسْتَغْرَقَ ذَلِكَ الْوَقْتَ يَجِبُ عَلَى النَّائِمِ دُونَ الْمَجْنُونِ وَالْمُغْمَى عَلَيْهِ كَالْمَجْنُونِ اه

“Ketahuilah bahwa tiga hal ini (gila, pingsan, tidur) terkadang sama dalam beberapa hukum, dan terkadang orang yang tidur memiliki hukum tersendiri yang berbeda dari orang yang gila dan pingsan. Orang yang pingsan terkadang di satu ssisi sama dengan orang yang tidur dan di sisi yang lain sama dengan orang gila. Penjelasan hal tersebut terdapat dalam beberapa cabang-cabang fiqih. Pertama, hilangnya hadats kecil berlaku bagi tiga orang tersebut (tidur, pingsan, dan gila). Kedua, sunnahnya melaksanakan mandi bagi orang yang baru sadar dari sifat gila dan pingsan (tidak berlaku bagi orang yang baru bangun tidur). Ketiga, mengqadha shalat ketika waktu dihabiskan dengan tidur adalah hal yang wajib, berbeda halnya bagi orang yang menghabiskan waktu shalat (tidak menemui waktu shalat) karena gila, sedangkan orang yang pingsan dalam permasalahan ini sama dengan orang yang gila (dalam hal tidak wajib qadha). (Syekh Jalaluddin As-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadhair, hal. 213) 

Berbeda halnya ketika orang yang pingsan masih sempat menemui waktu shalat, dalam keadaan demikian ia tetap wajib melaksanakan shalat yang tertunda karena faktor pingsan. Namun kewajiban ini dibatasi dengan ketentuan ketika memang waktu tersadar yang dialami oleh orang yang pingsan ini masih mencukupi untuk melakukan shalatsecara sempurna. 

Baca Juga: 0389. Hukum Menggunakan Kaos Kaki Ketika Shalat

Sedangkan ketika masa tersadar yang dialami oleh seseorang sebelum ia pingsan tidak cukup untuk dibuat melakukan shalat secara sempurna, seperti hanya tersadar dalam waktu  satu menit setelah masuknya waktu shalat, dan jelas-jelas waktu satu menit tidaklah cukup untuk digunakan pelaksanaan waktu shalat sampai selesai, maka dalam keadaan demikian ia tetap tidak diwajibkan untuk mengqadha shalatnya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam kitab Sullam at-Taufiq dan syarahnya, kitab Is’ad ar-Rafiq:

ــ )فَإِنْ طَرَأَ مَانِعٌ كَحَيْضٍ( أَوْجُنُوْنٍ أَوْإِغْمَاءٍ وَكَانَ طُرُوُّهُ )بَعْدَ مَا مَضَى مِنْ أَوَّلِ وَقْتِهَا مَا يَسَعُهَا) أَيْ يَسَعُ أَرْكَانَهَا فَقَطْ بِالنِّسْبَةِ لِمَنْ يُمْكِنُهُ تَقْدِيْمُ الطُّهْرِ عَلَى الْوَقْتِ كَسَلِيمٍ غَيْرَ مُتَيَمِّمٍ وَبَعْدَ أَنْ يَمْضِيَ مِنْهُ مَا يَسَعُهَا (وَطُهْرَهَا) بِالنِّسْبَةِ لِمَنْ لاَيُمْكِنُهُ تَقْدِيْمُهُ (لِنَحْوِ سَلِسٍ لَزِمَهُ( بَعْدَ زَوَالِ الْمَانِعِ (قَضَاؤُهَا) أَيْ قَضَاءُ صَلاَةِ ذَلِكَ الْوَقْتِ ِلإِدْرَاكِهِ مِنْ وَقْتِهَا مَا يُمْكِنُهُ فِعْلُهَا فِيْهِ فَلاَ يَسْقُطُ بِمَا طَرَأَ 

“Jika perkara yang mencegah melakukan shalat ini datang, seperti haid, gila, pingsan, dan hal tersebut terjadi setelah masa yang cukup untuk melakukan shalat bagi orang yang dapat mendahulukan bersuci dari masuknya waktu, seperti orang yang selamat (dari hadats yang terus-menerus) yang tidak bersuci dengan tayammum. Atau udzur tadi datang setelah lewatnya waktu yang cukup untuk bersuci dan melakukan shalat bagi orang yang tidak dapat mendahulukan bersuci dari masuknya waktu, seperti karena faktor terkena tsalis (buang air terus-menerus) maka wajib baginya untuk mengqadha shalat pada waktu itu sebab ia menemui waktu (wajibnya) shalat pada masa yang mungkin untuk melakukan shalat, maka kewajiban shalat tidak menjadi gugur sebab udzur yang baru datang” (Syekh Muhammad bin Salim, Is’ad ar-Rafiq, juz 1, hal. 72)

Sumber : NU Online