Panjang Bacaan Takbiratul Ihrom dalam Shalat

 
Panjang Bacaan Takbiratul Ihrom dalam Shalat
Sumber Gambar: Foto Thirdman / Pexels (ilustrasi foto)

Laduni. ID, Jakarta - Takbiratul Ihrom merupakan rukun dalam shalat sebagaimana yang menjadi kesepakatan jumhur ulama. Karena sebagai sebuah rukun maka dalam prakteknya harus sesuai seperti bacaan kalimatnya, panjang dan pendek bacaannya.

Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatus Saja terdapat syarat-syarat takbiratul ihram yang jika syarat tersebut ditinggalkan, maka shalatnya dianggap tidak sah. Berikut syarat-syarat takbirotul ihrom:

Baca Juga: Syarat dan Rukun Shalat yang Wajib Diketahui

  1. Takbiratul Ihram harus terjadi dan dilakukan pada saat berdiri dalam sholat fardhu, maksudnya, pada saat berdiri setelah tubuh tegap dan sampai posisi yang mencukupi membaca Al-Fatihah.
  2. Takbiratul Ihram diucapkan dengan menggunakan Bahasa Arab bagi musholli yang qodir (mampu) menggunakannya.
  3. Menggunakan lafadz jalalah ( الله ). Oleh karena itu, tidak sah apabila musholli mengucapkan الرحمن اكبر
  4. Takbiratul Ihram menggunakan lafadz ‘ أَكْبَرُ ’. Oleh karena itu, tidak cukup dengan menggunakan الله كبير karena hilangnya sikap ta’dzim.
  5. Tertib antara dua lafadz ‘ الله ’ dan ‘ أكبر ’. Oleh karena itu, tidak mencukupi dengan mengatakan; أَكْبَرُ الله karena dapat menyalahi takbir. Berbeda dengan salam, sekiranya dalam salam diperbolehkan tidak tertib, yaitu dengan mendahulukan khobar dan mengakhirkan mubtada, karena tidak menyalahi salam. Apabila musholli membaca lafadz ‘ أَكْبَ ر ’ dua kali, seperti ia mengatakan, ‘ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَ ر ’maka apabila ia menyengaja lafadz ‘ ’الله sebagai permulaan maka takbirnya sah, jika tidak menyengaja demikian maka tidak sah.
  6. Tidak membaca mad (panjang) huruf hamzah ( أ) lafadz jalalah الله‘ ’. Oleh karena itu, apabila musholli membacanya dengan mad maka sholatnya tidak sah karena ia telah merubah kalam khobar insyai menjadi istifham (menanyakan).
  7. Tidak membaca mad huruf / ب / lafadz ‘ أكبر ’. Apabila musholli mengatakan ‘ الله أكبار ’ maka sholatnya tidak sah, baik dengan membaca fathah atau kasroh pada huruf hamzahnya, karena lafadz ‘ أَكبار ’ dengan fathah pada huruf hamzah adalah bentuk jamak dari lafadz ‘ كَبَر ’, seperti lafadz ‘ سَبَب ’ yang memiliki bentuk jamak ‘ أَسْبَاب ’. Ia adalah nama gendang besar yang memiliki satu sisi. Lafadz ‘ كَبَر ’ juga dijamakkan dengan bentuk ‘ كِبَار ’ seperti lafadz ‘ جَبَل ’ yang jamaknya ‘ جِبَال ’. Adapun lafadz ‘ إِكْبَار ’ dengan kasroh pada huruf hamzah maka berarti salah satu nama bagi istilah haid. Apabila musholli menyengaja membaca mad huruf hamzah, seperti di atas, maka ia kufur. Wa al’iyaadzu billah.
  8. Tidak mentasydid huruf / ب /. Apabila musholli mentasydid, dengan ia mengatakan ‘ اَللّهُ اَكْبَّر ’ maka sholatnya tidak sah.
  9. Tidak menambahi huruf / و/ yang sukun atau berharokat di antara dua lafadz takbiratul ihram. Apabila musholli menambahkannya,
    seperti ia mengatakan اللَّا هُوَ اكبَرْ , اَللَّا هُوَ اكبَرُ maka sholatnya tidak sah.
  10. Tidak menambahi huruf / و/ sebelum lafadz jalalah ( الله ). Apabila musholli mengatakan والله اكبَرُ maka sholatnya tidak sah karena tidak ada lafadz yang menjadi ma’thufnya, berbeda dengan kalimah salam.
  11. Tidak waqof diantara dua kalimah takbir, baik waqof lama atau sebentar. Memisah antara keduanya dengan perabot ta’rif atau sifat yang tidak panjang hukumnya tidak apa-apa, seperti الله الاكبَر, الله الْجَلِيل الاَكبر, الله الرَّحمَنُ الرَّحيمُ اكبَر Berbeda apabila sifat yang memisah antara keduanya itu panjang, sekiranya tiga sifat atau lebih, maka batal sholatnya, seperti الله الجَليلُ الْعظِيمُ الْحَلِيمُ اكبَر , dsb.
  12. Musholli mendengar seluruh huruf-huruf takbiratul ihram ketika ia memiliki pendengaran yang sehat dan kondisi saat ia sholat tidak ada penghalang, seperti ramai atau lainnya. Namun, apabila ada penghalang maka ia mengeraskan suaranya dengan ukuran keras yang andaikan ia tidak tuli maka ia dapat mendengarnya. Musholli yang menderita sakit bisu (bukan bawaaan lahir) wajib menggerak-gerakkan lisan, kedua bibir, dan anak lidah saat bertakbir dan rukun qouli lainnya, seperti tasyahud, salam, dan dzikir-dzikir lainnya. Apabila ia menderita sakit bisu karena bawaan lahir maka tidak wajib atasnya menggerak-gerakkan lisan, kedua bibir dan anak lidah saat bertakbir dan rukun qouli lainnya.
  13. Masuknya waktu sholat, yaitu ketika bertakbiratul ihram melakukan sholat muaqqot, baik fardhu atau sunah. Begitu juga sholat dzu sabab.
  14. Melakukan takbiratul ihram dengan posisi menghadap kiblat.
  15. Tidak merusak salah satu huruf dari huruf-huruf takbiratul ihram. Dimaafkan bagi musholli yang ‘aami mengganti huruf hamzah lafadz ‘ أكبر ’ dengan huruf / و /, seperti yang difaedahkan oleh Syarqowi dan Bajuri. Ditambahkan oleh Bajuri bahwa dimaafkan bagi musholli yang ‘aami membaca takbiratul ihram dengan tidak menjazmkan (mensukun) huruf raa ( ر) lafadz ‘ اكبر ’
  16. Mengakhirkan membaca takbiratul ihram bagi musholli yang menjadi makmum agar imam membacanya terlebih dahulu. Apabila makmum menyertakan (membarengkan) sebagian dari takbiratul ihramnya dengan takbiratul ihram imam maka status makmumnya (qudwah) dan sholatnya tidak sah.
  17. Tidak adanya shorif.15 Dengan demikian, ketika masbuk yang mendapati imam dalam rukuk mengucapkan takbir satu kali dan ia menjatuhkan takbir tersebut di posisi yang mencukupi untuk membaca Fatihah dan ia hanya menyengaja takbir tersebut sebagai takbiratul ihram maka sholatnya sah. Berbeda apabila ia menyengaja takbir tersebut sebagai takbiratul ihram sekaligus takbir perpindahan rukun, atau sebagai takbir perpindahan saja, atau sebagai salah satu dari takbiratul ihram dan takbir perpindahan tetapi tidak jelas yang mana, atau memutlakkan, atau ragu apakah disengaja sebagai takbiratul ihram atau tidak, maka sholatnya tidak sah. Ketika seorang muballigh (mengeraskan suara takbir di belakang imam) sholat menyengaja takbirnya untuk i’lam (memberitahu)  saja atau memutlakkan maka sholatnya tidak sah. Tetapi apabila ia menyengaja takbiratul ihram sekaligus i’lam maka tidak apa-apa.

Baca Juga: Bacaan Do'a Iftitah dan Syarat Kesunnahannya

Mengenai panjangnya bacaan takbirotul ihrom Imam Bajuri mengatakan sebagai berikut:

قال الباجوري: ويسن أن لا يقصر التكبير بحيث لا يفهم ولا يمططه بأن يبالغ في مده بل يتوسط

"Imam Bajuri mengatakan: Disunahkan tidak terlalu membaca qoshor (pendek) takbiratul ihram sekiranya sampai tidak bisa dipahami, dan tidak terlalu membaca mad (panjang). Melainkan sebaiknya dibaca sedang.”

Imam Syibromilisi mempertegas bahwa membaca bacaan takbirotul ihrom disyaratkan panjangnya tidak melebihi 7 (tujuh) alif.

وقال الشبراملسي: ويستحب أن يمد التكبير ويشترط أن لا يمد فوق سبع ألفات وإلا بطلت إن علم وتعمد وتقدر كل ألف بحركتين وهو على التقريب، ويعتبر ذلك بتحريك الأصابع متوالية مقارنة للنطق بالمد.

"Imam Syibromilisi berkata: Disunahkan tidak membaca mad pada takbiratul ihram. Disyaratkan panjang mad dalam takbiratul ihram tidak melebihi dari 7 alif. Jika sampai melebihinya maka shalatnya batal jika memang musholli tahu dan sengaja. Satu alif dikira-kirakan sepanjang dua harakat. Sedangkan dua harokat ini dikira-kirakan sepanjang menggerakkan dua jari-jari secara berturut-turut disertai dengan mengucapkan mad”

Wallahu A'lam


Referensi:
1. Kitab Kasyifatus Saja