Tawaduk, Ciri Kepemimpinan Kiai NU

 
Tawaduk, Ciri Kepemimpinan Kiai NU

LADUNI.ID, Jakarta - KH Sahal Mahfudz sudah diajukan menjadi Rais Am sejak Muktamar ke 27 di Situbondo, namun dalam sistem Ahwa (Ahlul Halli wal Aqdi) KH As'ad Syamsul Arifin lebih berkenan memilih KH Ahmad Siddiq. Baru pada tahun 1999 KH Sahal Mahfudz menjadi Rais Am pada Muktamar ke 30 di Lirboyo, Kediri.

Setelah KH Sahal Mahfudz wafat, para penerusnya merasa 'kurang layak' menduduki jabatan tertinggi para Kyai tersebut. KH Mustofa Bisri yang terpilih secara aklamasi dalam Ahwa mengundurkan diri. Naiklah KH Ma'ruf Amin yang sebelumnya ditunjuk sebagai Wakil Rais Am. KH Ma'ruf Amin sering dawuh: "Saya ini adalah Rais Am min haitsu la yahtasib" (tidak terduga sebelumnya).

Setelah beliau diminta menjadi Cawapres maka beliau mengundurkan diri. Penggantinya adalah Wakil Rais Am KH Miftahul Akhyar. Beliau pernah dawuh dalam salah satu kesempatan: "Saya ini Rais Am Adh-Dharuri" (darurat), karena aturan AD/ ART mengharuskan beliau menggantikan posisi Rais Am sekaligus ada desakan dari para Kyai sepuh seperti KH Maimun Zubair dan KH Nawawi Sidogiri Pasuruan.

Mengapa sikap tawadhu' para Kyai begitu terlihat dalam hal kepemimpinan? Sebab masalah kepemimpinan ini bukan sekedar jabatan di dunia, tetapi ada pertanggungjawaban kelak di akhirat:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻗﺎﻝ: «ﺇﻧﻜﻢ ﺳﺘﺤﺮﺻﻮﻥ ﻋﻠﻰ اﻹﻣﺎﺭﺓ، ﻭﺳﺘﻜﻮﻥ ﻧﺪاﻣﺔ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ، ﻓﻨﻌﻢ اﻟﻤﺮﺿﻌﺔ ﻭﺑﺌﺴﺖ اﻟﻔﺎﻃﻤﺔ»

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Sungguh kalian akan senang menjadi pemimpin, dan kepemimpinan akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Maka Sebaik baiknya bayi menyusui, dan seburuk-buruk anak yang dilepas dan ASI" (HR Bukhari)

Maksud hadis bagian akhir tersebut:

(ﻓﻨﻌﻢ اﻟﻤﺮﺿﻌﺔ) ﺃﻭﻝ اﻹﻣﺎﺭﺓ ﻷﻥ ﻣﻌﻬﺎ اﻟﻤﺎﻝ ﻭاﻟﺠﺎﻩ ﻭاﻟﻠﺬاﺕ اﻟﺤﺴﻴﺔ ﻭاﻟﻮﻫﻤﻴﺔ.

Nabi mengumpamakan kepemimpinan seperti anak kecil yang sedang diberi ASI, karena awalnya ada kenikmatan seperti harta, jabatan, kenikmatan indrawi atau prasangka.

(ﺑﺌﺴﺖ اﻟﻔﺎﻃﻤﺔ) ﺁﺧﺮﻫﺎ ﻷﻥ ﻣﻌﻪ اﻟﻘﺘﻞ ﻭاﻟﻌﺰﻝ ﻭاﻟﻤﻄﺎﻟﺒﺔ ﺑﺎﻟﺘﺒﻌﺎﺕ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ

Nabi mengibaratkan akhir dari sebuah jabatan seperti anak kecil yang dilepas dari ASI (disapih; Jawa) karena akan ada pembunuhan, pelengseran dan penuntutan di akhirat (Hamisy Sahih Bukhari).


Artikel ini ditulis oleh Ustadz Ma’ruf Khozin