Guyonan Gus Yahya: Si Budi Korban KDRT Politik?

 
Guyonan Gus Yahya: Si Budi Korban KDRT Politik?

LADUNI.ID, Jakarta - Kamis, 23 Mei. Budi menelungkupkan muka keatas meja tempat duduknya di kelas. Bu Guru Evi yang welas asih tentu saja menaruh perhatian. Ada apa gerangan? Ramadlan sudah tanggal 18. Masak iya  setelah puasa lewat setengah bulan Si Budi masih ngelentere?

"Kamu kenapa, Cah Bagus?" Bu Guru mengelus kepala muridnya yang mungil.

Si bocah mendongak. Matanya lesu.

"Ibu saya di rumah sakit, Bapak di kantor polisi..."

"Aapaaa???!!!" terperanjat bukan main Bu Guru. Secara naluriah, hatinya menjadi geram. Ia menduga, ini ada hubungannya dengan ribut-ribut hari kemarennya. Begini ini akibatnya kalau orang tua mabok politik sampai tak ingat nasib anaknya, begitu batin Bu Guru. Hatinya meleleh menyaksikan Si Budi begitu memelas.

"Bunda bisa bantu apa, Cah Bagus? Ayo katakan. Pasti akan Bunda usahakan".

Budi mungil menggeleng lemah.

"Saya cuma pengen pulang, Bunda..."

"Di rumah ada yang jaga?"

"Ada Bibik".

"Baik. Baik. Kamu pulang saja dulu ya". Bu Guru membantu memberesi tas sekolah muridnya, lalu melepasnya pergi hingga ke gerbang sekolah.

Pak Guru Badrus yang akan masuk jam berikutnya lantas diberi tahu, supaya tidak kaget,

"Budi kusuruh pulang, Pak".

"Lho? Memangnya kenapa?"

Bu Guru Evi geleng-geleng kepala seolah menumpahkan kekesalan. Ia masih merasa geram kepada kedua orang tua Si Budi.

"Bayangkan! Ibunya di rumah sakit, bapaknya di kantor polisi! Pasti gara-gara ikut-ikutan ribut kemaren itu!"

Pak Guru Badrus, yang kebetulan bertetangga dengan Budi, garuk-garuk kepala,

"Lha Si Budi itu 'kan memang ibunya perawat, bapaknya Kepala Polsek".