Soal Bacaan Shalawat di Sela-sela Tarawih yang DIanggap Bid'ah

 
Soal Bacaan Shalawat di Sela-sela Tarawih yang DIanggap Bid'ah

LADUNI.ID - Bid’ah dibagi menjadi dua (2), bid’ah haqiqiyyah dan bid’ah idhafiyyah. Demikian mengikuti alur pemikiran Imam asy-Syathibi (al-Maliki al-Asy'ari) dalam kitab al-I'tishom yang sering dijadikan referensi utama oleh banyak kalangan, termasuk orang-orang di luar Aswaja.

Bid’ah haqiqiyyah adalah perkara baru yang tidak memiliki landasan dalil syar’i, baik dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, ijma’ dan konsep istidlal yang muktabar menurut ulama ushuliyyin dan fuqaha', baik secara umum (ijmali) maupun terperinci (tafsili). Bid’ah haqiqiyyah ini tercela (haram/makruh) menurut kesepakatan ulama.

Sedangkan bid’ah idhafiyyah adalah sesuatu atau amaliyyah yang dari satu sisi ia memiliki sandaran dalil, tapi dari sisi lain, misal bentuk dan kaifiyyah-nya, tidak memiliki dalil secara khusus, seperti membaca shalawat di sela-sela tarawih, tahlilan, dan lain-lain. Dari sisi keumuman, bacaan shalawat memiliki dalil yang sangat banyak, tapi dari sisi dibaca atau ditempatkan di sela-sela tarawih ia tidak memiliki dalil atau landasan secara khusus.

Bid’ah idhafiyyah ini masih diperselisihkan ulama; sebagian kecil ulama menganggapnya sebagai bid’ah yang makruh (tidak sampai level haram), dan mayoritas ulama menganggap sebagai bid’ah hasanah. Hujjah atas pendapat terakhir ini adalah amaliyyah-amaliyyah yang tidak memiliki dalil khusus, tetapi dikerjakan oleh ulama-ulama salaf dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. (Silahkan rujuk kitab “Iqamah al Hujjah ala Annal Iktsar min at-Ta’abbud Laisa bi Bid’ah” karangan Imam Abdul Hayyi al-Laknawi atau “al-Bid’ah al-Mahmudah wa al-Bid’ah al-Idhafiyyah” karangan Syaikh Abdul Fattah bin Qudaiys al-Yafi’i).

Ulama yang memperbolehkan mengamalkan bid’ah idhafiyyah dan membilangnya sebagai bid’ah hasanah atau mahmudah (terpuji) memiliki satu syarat, sehingga tidak jatuh dalam kemakruhan (bid'ah makruhah), yaitu perkara tersebut dikerjakan tidak dengan keyakinan sebagai sunnah dari Nabi secara khusus, tetapi dikerjakan karena itu boleh atau baik.

Terkait syarat melakukan bid’ah idhafiyyah di atas (agar tidak jatuh dalam makruh), Imam Ibn Hajar al-Haitami, saat menjawab shalawat yang dibaca di sela-sela tarawih, berfatwa:

الفتاوى الفقهية الكبرى - (ج 1 / ص 186)
وَسُئِلَ فَسَّحَ اللَّهُ في مُدَّتِهِ هل تُسَنُّ الصَّلَاةُ عليه صلى اللَّهُ عليه وسلم بين تَسْلِيمَاتِ التَّرَاوِيحِ أو هِيَ بِدْعَةٌ يُنْهَى عنها فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ الصَّلَاةُ في هذا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ لم نَرَ شيئا في السُّنَّةِ وَلَا في كَلَامِ أَصْحَابِنَا فَهِيَ بِدْعَةٌ يُنْهَى عنها من يَأْتِي بها بِقَصْدِ كَوْنِهَا سُنَّةً في هذا الْمَحَلِّ بِخُصُوصِهِ دُونَ من يَأْتِي بها لَا بهذا الْقَصْدِ كَأَنْ يَقْصِدَ أنها في كل وَقْتٍ سُنَّةٌ من حَيْثُ الْعُمُومُ بَلْ جاء في أَحَادِيثَ ما يُؤَيِّدُ الْخُصُوصَ إلَّا أَنَّهُ غَيْرُ كَافٍ في الدَّلَالَةِ لِذَلِكَ

“Imam Ibn Hajar ditanya, apakah sunah membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antara salam tarawih atau justru perbuatan bid’ah yang dilarang? Beliau menjawab: “Shalawat di kesempatan seperti ini secara khusus, aku tidak melihat dalilnya dari sunnah dan juga ucapan dari ashhab kami (Syafi’iyyah). Itu adalah bid’ah yang pelakunya dilarang apabila meniati sebagai sunnah pada kesempatan itu secara khusus. Dan pelakunya tidak di larang apabila tidak dengan niatan seperti itu, seperti punya maksud pembacaan shalawat tersebut sunnah dalam setiap waktu secara umum. Bahkan telah datang beberapa hadits yang menguatkan kekhususannya, hanya saja ia tidak mencukupi sebagai dalil”.

Lalu haramkah ketika ada orang awam beranggapan membaca shalawat di antara salam tarawih adalah sunnah secara khusus? Tidak ada penjelasan ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang dengan tegas menyebutnya haram. Bahkan, dalam banyak literatur disebutkan hanya makruh (larangan tidak jazim) dan tidak sampai haram. Imam an-Nafrawi al-Maliki dalam “al-Fawakih ad-Dawani” berkata:

الفواكه الدواني - (ج 2 / ص 644)
وإلا كان من البدع الحسنة؛ لأن محل الكراهة إذا فعل على وجه أنه سنة عن النبي صلى الله عليه وسلم

“Jika tidak demikian, maka itu adalah bid’ah hasanah, karena yang dimakruhkan adalah saat dikerjakan dengan maksud sebagai sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Walhasil, membaca shalawat Nabi disela-sela tarawih adalah bid’ah hasanah bila tidak meyakini adanya anjuran khusus dari Nabi bahwa yang demikian adalah sunnah. Meyakini sebagai perbuatan yang hukumnya sunnah, tetapi tidak dengan keyakinan sebagai sunnah secara khusus dari Nabi, juga tidak sampai makruh. Adapun meyakini sebagai sunnah Nabi secara khusus, maka itu perbuatan makruh dan bisa dilarang. Dan mayoritas orang awam, insha Allah, tidak ada yang beranggapan seperti itu.

Oleh: Hidayat Nur