Kisah Gus Muwafiq Angkat Panser TNI di Istana

 
Kisah Gus Muwafiq Angkat Panser TNI di Istana

LADUNI.ID, Gus Muwafiq adalah seorang pendakwah yang menyejukkan dan mendudukkan kembali logika keagamaan dan kebangsaan kita.

Gus Muwafiq lahir di Lamongan, Jawa Timur, ini telah melanglang-buana menuntut ilmu dari pesantren satu ke pesantren lain. Setelah itu, ia kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan aktif di organisasi kemahasiswaan. Puncaknya, adalah ketika ia di daulat menjadi Sekjend Mahasiswa Islam se-Asia Tenggara.

Di akhir Orde Baru, Gus Muwafiq bersama aktivis lain juga terlibat dalam berbagai aksi, sampai kemudian Presiden Soeharto tersungkur dari tahtanya. Kemudian ia juga dipercaya Presiden Abdurrahman Wahid untuk mengikuti sang presiden berkunjung kemana-mana, dan dari sinilah ia banyak menyerap ilmu dari Sang Guru Bangsa.

Gus Muwafiq ini terkenal sebagai sosok yang low profile. Bahkan, di kediamannya, ia selalu makan bersama dengan beberapa santri dan aktivis NU yang sering mengungjunginya. Hampir tak ada sekat.

Beliau belajar di pesantren satu ke pesantren lain. Di Lirboyo pun beliau tidak ikut madrasah, namun beliau sering memijat sang Kiai.

Selain kebal dan sedikit menguasai ilmu kanuragan, Gus Muwafiq adalah sosok yang rajin menjalankan kesunnahan, seperti shalat sunah dan puasa. 

“Untuk memperbaiki jiwa manusia, hampir tak ada yang seefektif puasa,” tutur Gus Muwafiq.

Kekebalan dan kedigdayaan Gus Muwafiq – hal yang hari ini mulai langka ditelan modernitas – pernah diceritakan kepada kami dalam suatu pelatihan. Ketika panas-panasnya aksi penggulingan Gus Dur dari kursi kepresidenan, konon  Gus Muwafiq mengangkat mobil panser TNI dengan hanya memakai tangan kiri di depan Istana. 

Hal ini karena mobil yang awalnya moncong meriamnya menghadap ke rakyat (berarti masih membela Gus Dur) kemudian menghadap istana. Menurut Gus Muwafiq, kejadian itu sempat difoto dan menjadi headline di Kompas. Namun sayang, sampai hari ini, penulis belum menemukan arsip tersebut.

Sebagai sosok kiai dan pendakwah NU, Gus Muwafiq tergolong memiliki instrumen yang lengkap untuk mendudukkan persoalan pada rel syariat dalam bingkai Indonesia. 

Bisa dikatakan, ia adalah sosok kiai yang langka. Dia paham teks klasik (kitab kuning), dari nahwu-shorof, balaghoh, fiqih, ushul fiqih, sampai tafsir, tauhid dan juga isu-isu kontemporer. 

Gus Muwafiq paham bagaimana sejarah Islam (Indonesia maupun dunia) terbentuk dari semenjak penciptaan semesta sampai hari ini. Agama Islam, jadi tak berdiri sendiri dalam pandangannya, namun dikelilingi oleh ragam konteks, sejarah, juga ekonomi, politik dan budaya.

Suatu ketika Gus Muwafiq sowan kepada Habib Luthfi Pekalongan. Di sana ada banyak tamu. Salah satu tamu itu, memanggil Gus Muwafiq dengan dialek Jawa Timuran “Cak”. Maka, kemudian si tamu ditegur oleh Habib Luthfi, dengan mengatakan: “Ini itu mutiaranya Nahdlatul Ulama, kamu jangan memanggil sembarangan!” Panggillah Gus atau Kiai,” dawuhnya kurang lebih.

Pemahamannya yang luas serta daya ingatnya yang di atas rata-rata, membuat pengajian maupun kajian yang disampaikannya menjadi berbobot dan mencerahkan. Jika anda, Muslim Indonesia, khususnya warga Nahdlatul Ulama ingin menyimak pengajian via online, sebaiknya tak lupa untuk menuliskan nama pendakwah zaman now ini di kolom pencarian.