Cara Meninggalkan Sifat Sombong Menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani

 
Cara Meninggalkan Sifat Sombong Menurut Syaikh Nawawi Al-Bantani
Sumber Gambar: Pinterest, Ilustrasi: laduni.ID

LADUNI.ID, Jakarta - Sering kali merasa paling benar sendiri ketika menilai orang lain, keinginan untuk selalu dihormati, disanjung dan diakui keberadaanya merupakan sifat dasar alami yang dimiliki semua orang, namun yang jadi masalah adalah ketika sifat itu muncul secara berlebihan dan tidak bisa dikendalikan, maka itu bisa termasuk dalam salah satu ciri dari sifat sombong.

Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa pengertian sombong itu adalah sifat atau perilaku menghargai diri sendiri secara berlebihan. Tidak hanya itu, sombong juga membuat diri seseorang merasa lebih segalanya dengan meremehkan orang lain.

Kita tahu, bahwa Islam mengajarkan kepada umatnya agar memiliki akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk. Hal ini dikarenakan, orang menilai kita sering kali yang dilihat pertama adalah perilaku kita.

Sebagai makhluk sosial, setiap orang harus menjaga hubungan harmonis di antara sesama. Hubungan harmonis itu bisa terjaga apabila setiap individu mempunyai akhlak yang baik dan menghindari sifat sombong. Terlebih sebagai seorang Muslim, maka harus benar-benar menjauhi sifat tersebut sebagaimana ajaran Rasulullah SAW. 

Lalu bagaimana cara terbaik bagi kita agar bisa menjauhi sifat tercela ini?

Syaikh Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Nashoihul 'Ibad mengutip petuah Syaikh Abdul Qodir Al-Jaelani mengenai cara untuk menjauhi sifat sombong. Dikatakan sebagaimana berikut ini: 

"Pertama, ketika kita bertemu orang lain maka pastikan kita berkata bahwa orang ini lebih baik dari pada kita. Katakanlah pada diri kita, bisa jadi orang ini lebih baik di sisi Allah SWT dari pada kita dan dia lebih tinggi derajatnya."

"Kedua, jika pun orang lain itu adalah anak kecil, maka katakan dalam diri kita bahwa ia lebih baik dari kita karena ia belum bermaksiat kepada Allah SWT. Sedangkan kita sudah banyak bermaksiat kepada-Nya."

"Ketiga, jika yang kita temui adalah orang yang sudah tua, maka katakan bahwa orang ini sudah beribadah lebih banyak kepada Allah SWT dari pada kita."

"Keempat, jika yang kita temui adalah orang yang punya ilmu, maka katakan pada diri sendiri bahwa orang ini sudah mendapat apa yang belum kita dapatkan dan telah mengetahui apa yang belum kita tahu. Secara otomatis dia mampu beramal dengan menggunakan ilmunya lebih banyak dari kita."

"Kelima, jika kita bertemu dengan orang kurang ilmunya, maka katakan pada diri kita bahwa orang ini bermaksiat kepada Allah SWT karena ketidaktahuannya. Sedang kita sering bermaksiat padahal sudah tahu."

"Keenam, jika kita berjumpa dengan orang nonmuslim, maka katakanlah, 'Aku tidak tahu, mungkin saja nantinya ia masuk islam, kemudian mempunyai amal baik di akhir hayatnya, dan mungkin saja aku akan menjadi kafir, kemudian aku mempunyai amal buruk di akhir hayatku.'"

Selain itu, kita harus selalu ingat bahwa ketika jari telunjuk kita arahkan kepada saudara kita yang kita anggap salah, tidak suci, lebih berdosa, kurang beriman, dan dianggap tidak pantas masuk surga sejatinya ada empat jari lain yang mengarah ke diri kita sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa jangan sampai kita rajin dan sibuk melihat dan mengurusi kekurangan orang lain hingga membuat kita lupa berkaca pada diri sendiri yang juga penuh dengan kekurangan. Karenanya, tidak ada celah sedikitpun bagi kita untuk menyombongkan diri. Wallahu 'Alam bis Showab. []


Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 27 Juni 2019. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.

___________

Editor: Hakim