Kembali Ke ASWAJA

 
Kembali Ke ASWAJA

LADUNI.ID - Pengertian ahlussunnah waljamaah, dari segi bahasa, ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. As Sunnah berarti segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan atau pengakuan. Ahlu al Sunnah berarti penganut sunnah Nabi SAW, sedangkan Ahlu al Jama’ah berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi SAW.

Karena itu, kaum “Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut ajaran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. dan jama’ah para sahabatnya. Ajaran Nabi SAW. dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun).

Ahlussunnah wal Jama’ah adalah pemahaman yang berusaha kembali kepada Islam sebagaimana dipraktikkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’it-tabi’in.

Syaikh Abi Al Fadl bin Abdusysyakur mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah:
“Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang selalu mengikuti sunnah Nabi SAW. dan praktik para sahabatnya dalam masalah aqidah, amal lahiriyyah dan akhlak hati”.(al-Kawakib al-Lamma’ah: h. 8-9)

Kebenaran keyakinan yang mereka miliki, telah mereka kaitkan dengan ‘firqah nâjiyah’ (kelompok yang selamat), yang disebutkan oleh Nabi Muhammad di tengah banyaknya kelompok yang dianggap sesat. Kelompok yang selamat itu kemudian disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana tercantum dalam hadits.

Secara historis, para imam Ahlussunnah wal Jama’ah di bidang akidah atau kalam telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW (sebelum Mu’tazilah ada). Imam Ahlussunnah wal Jama’ah di zaman itu adalah Ali ibn Abi Thalib, yang berjasa membendung pendapat Khawarij tentang al-wa’d wa al-wa’îd (janji dan ancaman) dan membendung pendapat Qadariyah tentang kehendak Tuhan (masyî’ah) dan daya manusia (istithâ’ah) serta kebebasan berkehendak dan kebebasan berbuat. Selain Ali Ibn Abi Thalib, ada juga Abdullah ibn Amr, yang menolak pendapat kebebasan berkehendak manusia dari Ma’bad al-Juhani.

Di masa tabi’in, muncul beberapa imam yang mengemban misi Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz yang menulis ‘Risâlah Balîghah fî al-Radd ‘ala al-Qadariyyah’, Zayd ibn Ali Zayn al-‘Abidin, Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan al-Zuhri. Sesudah generasi ini muncul seorang imam, Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq. Dari para fuqaha (ahli hukum Islam) dan imam mazhab fiqh, juga ada para imam ilmu kalam Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Abu Hanifah dan Imam Syafi’i. Abu Hanifah berhasil menyusun sebuah karya untuk meng-counter paham Qadariyah berjudul ‘Al-Fiqh al-Akbar’, sedangkan al-Syafi’i meng-counter-nya melalui dua kitab ‘Fî Tashhîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘ala al-Barâhimah’, dan ‘Al-Radd ‘ala al-Ahwâ’.

Setelah periode Imam Syafi’i, ada beberapa muridnya yang berhasil menyusun paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, di antaranya adalah Abu al-‘Abbas ibn Suraij. Generasi imam dalam kalam Ahlussunnah wal Jama’ah sesudah itu diwakili oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang populer disebut sebagai salah seorang penyelamat akidah keimanan, lantaran keberhasilannya membendung paham Mu’tazilah.

Dari mata rantai data di atas, yang sekaligus sebagai dalil historis, dapat dikatakan bahwa akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif telah ada sejak zaman sahabat. Artinya, paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah itu tidak sepenuhnya akidah bawaan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang berbeda dengan akidah Islam. Apa yang dilakukan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah menyusun doktrin paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara sistematis, sehingga menjadi pedoman atau mazhab umat Islam. Sesuai dengan kehadirannya sebagai reaksi terhadap munculnya paham-paham yang ada pada zaman itu.

Oleh: Yusuf SUharto 

 

 

Tags