Benarkah Khilafah Global adalah Ijma' Ulama?

 
Benarkah Khilafah Global adalah Ijma' Ulama?

LADUNI.ID - Kepemimpinan global atau sedunia hanya ada satu imam a'zham dan kemudian diklaim ijma' ulama Ahlussunnah wal Jama'ah adalah saat antara daerah-daerah kekuasaan [distrik/iqlim] tidak berjauhan. Adapun saat kondisi seperti sekarang ini, dimana populasi umat Islam yang meninggali tempat atau wilayah saling berjauhan dan menyebar dalam beberapa, bahkan puluhan negara, maka ulama' berbeda pendapat [masih khilaf] atau ijtihad menjadi terbuka dan belum sampai taraf ijma', walaupun mayoritas ulama' tetap tidak membolehkan.

Ada beberapa ulama' besar Ahlussunnah yang tidak mewajibkan satu imam saat kondisinya seperti di atas. Artinya, boleh saja dalam setiap satu negeri memiliki imam [pemimpin] sendiri dan status hukumnya sama seperti imam a'zham yang wajib dita'ati dan lain-lain. Inilah di antara pijakan keabsahan NKRI [dengan menimbang maslahah dan mafsadah].

Imam al-Iji dalam kitab al-Mawaqif berkata:

ولا يجوز العقد لإمامين في صقع متضايق الأقطار. أما في متسعها بحيث لا يسع الواحد تدبيره فهو محل الاجتهاد

"Tidak boleh mengangkat dua imam dalam wilayah yang tidak luas teritorialnya. Adapun yang teritorialnya luas, sekira satu orang [imam] kesulitan mengaturnya, maka [inilah] tempatnya ijtihad".

Imam Haramain dalam al-Irsyad [nukilan Dr. Wahbah Zuhayli] berkata:

والذي عندي أن عقد الإمامة لشخصين في صقع واحد متضايق الخطط والمخالف غير جائز وقد حصل الاجماع عليه. وأما إذا بعد المدى وتخلل بين الإمامين شسوع النوى فللاحتمال في ذلك مجال وهو خارج عن القواطع.

"Menurutku, mengangkat kepemimpinan dua orang di satu wilayah yang sempit batas wilayah dan tempat-tempatnya adalah tidak boleh dan telah terjadi ijma' tentang itu. Adapun ketika wilayahnya jauh dan antara dua pemimpin terbentang jarak yang jauh, maka ihtimal [ijtihad] masih berlaku. Dan itu sudah keluar dari perkara qath'i [dalil-dalil qath'i tentang wajibnya persatuan umat dalam satu imamah]".

Imam Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitab Ushuluddin, setelah menjelaskan ketidak bolehan imamah ganda dalam satu masa, berkata:

الا ان يكون بين البلدين بحر مانع من وصول نصرة اهل كل واحد منهما الى الآخر فيجوز حينئذ لأهل كل واحد منهما عقد الامامة لواحد من اهل ناحيته

"Kecuali antara dua daerah terdapat laut yang menghalang dari sampainya bantuan penduduk masing-masing negeri kepada yang lain. Maka dalam keadaan seperti itu, penduduk setiap negeri diperbolehkan mengangkat satu imam dari penduduk wilayahnya sendiri".

Imam ash-Shawi dalam Hasyiyahnya setelah menjelaskan larangan imamah ganda dalam satu negara, berkata:

الا اذا اتسعت وبعدت الاقطار اي كما في زماننا

"Kecuali wilayahnya luas dan berjauhan daerah-daerahnya. Seperti keadaan zaman kita ini".

Itulah juga yang dikatakan Imam Abu Ishaq al-Isfirayini, Imam al-Asy'ari [nistab dalam Ghiyatsul Umam], Imam al-Amidi, Imam al-Qurthubi, Imam Ibn Hajar al-Haitami [dalam Fathul Jawad], Sayyid Abdurrahman Ba-Alawi, Imam al-Adawi al-Maliki, Imam Ibn Arofah al-Maliki, Imam ad-Dusuqi, Imam Dardir, Imam Ibn Dhauban al-Hanbali, Imam Ali asy-Syaukani dan Imam ash-Shan'ani. Imam Mulla Ali al-Qari menambahkan penulis kitab ash-Shohaif. Praktis, ada 18 ulama' Ahlussunnah yang berpendapat seperti ini, bahkan mungkin lebih.

Syabab Hizbut Tahrir mencoba membantah pendapat di atas dan memvonis sebagai pendapat syadz [pendapat yang tidak boleh digunakan sama sekali] dengan berdasarkan ucapan Imam al-Mawardi. Jawaban saya, bagaimana mungkin pendapat yang didukung 18 ulama', bahkan mungkin lebih, dianggap syadz?

Mari kita lihat teks Imam al-Mawardi dan kemudian kita analisis kebenaran vonis tersebut.

Beliau berkata dalam kitab Adabud Dunya wad Din:

ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﺇﻗَﺎﻣَﺔُ ﺇﻣَﺎﻣَﻴْﻦِ ﺃَﻭْ ﺛَﻼَﺛَﺔٍ ﻓِﻲ ﻋَﺼْﺮٍ ﻭَﺍﺣِﺪٍ، ﻭَﺑَﻠَﺪٍ ﻭَﺍﺣِﺪٍ ﻓَﻼَ ﻳَﺠُﻮﺯُ ﺇﺟْﻤَﺎﻋًﺎ ﻓَﺄَﻣَّﺎ ﻓِﻲ ﺑُﻠْﺪَﺍﻥَ ﺷَﺘَّﻰ ﻭَﺃَﻣْﺼَﺎﺭٍ ﻣُﺘَﺒَﺎﻋِﺪَﺓٍ ﻓَﻘَﺪْ ﺫَﻫَﺒَﺖْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﺷَﺎﺫَّﺓٌ ﺇﻟَﻰ ﺟَﻮَﺍﺯِ ﺫَﻟِﻚَ؛

"Adapun mengangkat dua imam atau tiga dalam satu masa dan satu negeri, tidak boleh secara ijma'. Adapun dalam beberapa negeri yang beda-beda dan kota yang berjauhan, maka kelompok syadz [sedikit] berpendapat boleh".

Kelompok sedikit yang dimaksudkan adalah [sebagian] ulama'-ulama' yang telah disebutkan di atas.

Jika ucapan Imam al-Mawardi ini difahami bahwa pendapat yang membolehkan tersebut adalah syadz, maka ini adalah distorsi atau tahrif terhadap ucapan beliau. Ucapan beliau sama sekali tidak menunjukkan pendapat syadz, tapi kelompok syadz [sedikit ulama']. Artinya ada sedikit ulama' yang memperbolehkan atau syadz bermakna sedikit atau golongan kecil.

Untuk membuktikannya, kita lihat penjelasan Imam Khan Zadah dalam kitab Minhajul Yaqin syarah kitab Adabud Dunya wad Din:

[ﻓَﻘَﺪْ ﺫَﻫَﺒَﺖْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺔٌ ﺷَﺎﺫَّﺓٌ] أي قليلة [ﺇﻟَﻰ ﺟَﻮَﺍﺯِ ﺫَﻟِﻚ]َ؛

"Adapun dalam beberapa daerah yang beda-beda dan kota yang berjauhan, maka kelompok kecil [sedikit ulama'] berpendapat boleh".

Silahkan cek dalam kitab-kitab ulama' yang memuat istilah-istilah fikih, bahwa syadz yang sehingga tidak dapat digunakan adalah sifat pendapat [qaul], bukan sifat golongan atau orang.

Oleh: Hidayat Nur