Daging Ulama itu Beracun, Benarkah?

 
Daging Ulama itu Beracun, Benarkah?

LADUNI.ID, HIKMAH- Ulama sosok yang di muliakan dalam agama Islam, tentu saja Allah SWT sangat memuliakan kedudukannya. Bukan hanya di larang mencela bahkan merendahkan kedudukanya juga dianggap perbuatan tidak bermoral dan beradab.

Sebuah pesan dari salafussalih sangat menekankan untuk tidak hanya melarang dari mencela ulama, bahkan mereka melarang dari meremehkan ulama. Pernyataan ini terekam dari ungkapan pelarang tersebut dari Imam Ibnul Mubarak, beliau berkata:

Keharusan bagi seorang yang berakal untuk tidak meremehkan tiga orang; Ulama, penguasa dan saudara. Siapa yang meremehkan ulama hancurlah akhiratnya, siapa meremehkan penguasa hancurlah dunianya, dan siapa yang meremehkan saudara hilanglah muru’ahnya”.  (Imam Adz-Dzahabi,  kitab Siyar A’lam an-Nubala: XVII/ 251)

Larangan mencela dan menghina para ulama di sebabkan mereka para ulama tubuh mereka (daging)nya itu beracun. Pernyataan ini di ungkapkan oleh salah seorang ulama besar dalam dunia islam dan juga salah seorang pendiri mazhab termasyhur, beliau bernama Imam Ahmad bin Hanbal lewat perkataannya:

“Daging para ulama itu beracun. Siapa yang menciumnya maka dia akan sakit. Siapa yang memakannya maka ia akan mati.” Bukan hanya itu saja, menyokong pendapat di atas dalam perkataan lainnya sebagaimana di sebutkan dalam kitab " Tabyin Kadzib al-Muftariy",berbunyi: “Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada keridlaan-Nya, dan menjadikan kita semua sebagai orang yang benar-benar bertaqwa kepada-Nya. Sesungguhnya daging (penggunjing) para ulama itu beracun, dan kebiasaan Allah dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama) telah diketahui bersama. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang telah Allah pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela”.( Syekh Al-Hafiz Ibnu Asakir, kitab Tabyin Kadzib al-Muftariy: 28)

Berdasarkan pembahasan di atas maka selayak dan sewajarnya kita tempatkan para ulama sebagai pewaris nabi pada posisi yang lebih patut untuk di hormati dan menjauhkan diri dari mecela, mencaci dan sebagainya terhadap " Warisatul Ambiya" itu.

Mereka para ulama tidak pernah mengharapkan apapun dari ilmunya selain keridhaan ilahi, betapa besar pengorbanan mereka dalam mendidik umat dan orang tua kita sehingga saat ini kita masih hidup dalam nikamt iman dan islam sebagai anugerah terbesar di dunia ini. Semua itu karena jasa dan usaha tanpa pamrih mereka “Warisatul Ambiya”, namun masihkah kita menghina mereka para ulama?

Wallahu ' Allam Bishawab


Wallahu Muwaffiq Ila”aqwamith Thariq

 

Helmi Abu Bakar El-Langkawi

Guru Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga