Benarkah Penegakan Perkara Khilafah Adalah Ijtihady?

 
Benarkah Penegakan Perkara Khilafah Adalah Ijtihady?

LADUNI.ID - Membicarakan issu khilafah nubuwwah [khilafah 'ala minhajin nubuwwah] yang dijanjikan Rasulullah bermula dari hadits berikut:

تَكُوْنُ النُّبُوَّةُ فِيْكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ اَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًّا ، فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَّرِيًّةً ، فَتَكُوْنَ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلآفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ، ثُمَّ سَكَتَ

“Periode kenabian akan berlangsung pada kalian lamanya sesuai kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya. Setelah itu datang periode khilafah 'ala minhajin nubuwwah [khilafah sesuai jalan kenabian], selama beberapa masa hingga Allah Ta’ala mengangkatnya. Kemudian datang periode mulkan adhdhan [penguasa-penguasa yang menggigit] selama beberapa masa. Selanjutnya datang periode mulkan jabriyyah [penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak] dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah Ta’ala. Setelah itu akan wujud khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Kemudian Nabi Muhammad diam.” [HR. Ahmad].

Yang dapat disimpulkan dari hadits di atas adalah, bahwa sejarah kepemimpinan umat Islam akan [pernah] berlangsung dalam 5 periode:

1. Periode nubuwwah Rasulullah sebagai pemimpin dan pendidik umat Islam.

2. Khilafah rasyidah yang adil dan sempurna sesuai dengan jalan kenabian [minhajun nubuwwah], yaitu kepemimpinan Khulafa' Rasyidin selama 30 tahun [Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan ditambah Hasan bin Ali] sebagaimana sabda Nabi, bahwa khilafah setelah beliau adalah 30 tahun. Ulama' menyebut inilah khilafah nubuwwah kamilah atau haqiqiyyah.

3. Mulkan adhdhan, yaitu kekuasaan yang otoriter.

4. Mulkan jabriyah, yaitu kekuasaan yang memaksakan kehendak [mengambil hak orang lain].

5. Khilafah nubuwwah ['ala minhajin nubuwwah] kembali tegak, yaitu kepemimpinan yang sesuai dengan jalan kenabian.

Kawan-kawan Hizbut Tahrir meyakini bahwa khilafah nubuwwah yang terakhir tersebut adalah khilafah Islamiyyah [sistem khilafah] yang wajib diperjuangkan oleh umat Islam. Dan itulah fokus perjuangan mereka selama ini. Tapi anehnya, narasi "wajib diperjuangkan" dan konsep khilafah 'ala minhajin nubuwwah versi mereka hingga sekarang tidak pernah disampaikan bukti real nash-nya. Hanya nash-nash umum [muhtamal] yang masih terus memantik perdebatan, karena Rasulullah sendiri hanya mengkhabarkan fakta akan munculnya khilafah nubuwwah, tanpa ada perintah menegakkan atau memperjuangkan secara khusus. Beliau juga tidak menentukan, khilafah nubuwwah siapakah itu? Dan ini menegaskan perkara ijtihadi, bukan qath'i.

Kewajiban nasbul imamah atau khilafah [mengangkat pemimpin] yang tugas utamanya adalah menjaga agama dan mengatur dunia yang termaktub dalam kitab-kitab fikih juga tidak bisa dimaknai wajibnya mewujudkan khilafah Islamiyyah 'ala Hizbut Tahrir. Karena masa yang disifati Rasulullah sebagai "mulkan" pun, nasbul imamah [atau khilafah] tetap wajib dilakukan walaupun tidak 'ala minhajin nubuwwah. Untuk membuktikan hal ini, apakah ada bukti sejarah ulama'-ulama' di zaman setelah khulafa' rasyidin yang geger ingin menegakkan khilafah 'ala minhajin nubuwwah?

Dan bagi saya pribadi, secara ilmiyyah, tak masalah berpendapat seperti itu, karena ini adalah ijtihadi dalam ranah furu'iyyah asalkan disampaikan dengan cara-cara yang baik, jujur, ilmiyah serta menghargai pendapat lain. Toch mereka sendiri meyakini masalah ini adalah masalah furu' fiqhiyyah [amaliyah], bukan usuluddin. Clear khan?!

Kemudian terkait dengan khilafah nubuwwah yang terakhir dalam hadits di atas, secara umum ulama' masih berbeda pendapat.

PENDAPAT PERTAMA:
Menurut Mulla Ali al-Qari dalam Mirqah al-Mafatih, khilafah yang dikhabarkan tersebut adalah khilafah masa Nabi Isa dan Imam Mahdi dan itu belum terjadi. Beliau berkata:

والمراد بها زمن عيسى عليه الصلاة والسلام والمهدي رحمه الله

"Yang dikehendaki dengan khilafah nubuwwah adalah masa Nabi Isa dan al-Mahdi".

PENDAPAT KEDUA:
Perawi hadits di atas, yaitu Habib bin Salim, memiliki analisis lain, bahwa khilafah nubuwwah yang dijanjikan Rasulullah tersebut adalah khilafah Sayyidina Umar bin Abdil Aziz sebagaimana riwayat Ahmad berikut:

قال حبيب: فلما قام عمر بن عبد العزيز، وكان يزيد بن النعمان بن بشير في صحابته، فكتبت إليه بهذا الحديث أذكره إياه. فقلت له: إني أرجو أن يكون أمير المؤمنين - يعني عمر - بعد الملك العاض والجبرية، فأدخل كتابي على عمر بن عبد العزيز فَسُرَّ به وأعجبه.

"Habib [bin Salim] berkata: "Ketika Umar bin Abdil Aziz menjabat sebagai khalifah, dan Yazid bin Nu'man bin Basyir menemaninya, aku mengirim hadits ini dan mengingatkan tentangnya. Aku berkata kepadanya: "Aku berharap Amirul Mu'minin Umar adalah setelah kekuasaan yang menggigit dan memaksa". Kemudian surat aku sampaikan kepada Umar bin Abdil Aziz, dia pun senang dan takjub".

Klaim terakhir ini diperkuat dengan pernyataan Imam Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jami' al-Ulum wal Hikam yang menunjukkan banyaknya dukungan ulama' terhadap pendapat ini:

ونص كثير من الأئمة على ان عمر بن عبد العزيز خليفة راشدة ايضا ويدل عليه ما خرجه الإمام أحمد من حديث حذيفة عن النبي صلى الله عليه وسلم تكون فيكم النبوة ما شاء الله ان تكون

"Banyak ulama menjelaskan bahwa Umar bin Abdil Aziz adalah khalifah rasyidah juga. Dan menunjukkan itu adalah hadits yang dikeluarkan Imam Ahmad dari hadits Hudzaifah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Nubuwah akan berlangsung diantara kalian lamanya sesuai kehendak Allah".

Tentu saja pendapat pertama dan kedua bukan yang diyakini oleh kawan-kawan Hizbut Tahrir.

PENDAPAT KETIGA:
Khilafah nubuwah yang terakhir menurut Dr. Ahmad asy-Syarbasyi [ulama' kontemporer] dalam kitab fatwa-nya, Yas'alunaka, adalah khilafah akhir zaman sebelum lahirnya khilafah Imam Mahdi, dan bukan khilafah Imam Mahdi. Hanya saja, menurut pendapat ketiga ini, kemunculannya tidak ditentukan waktunya oleh Rasulullah. Inilah pendapat Hizbut Tahrir.

Lepas dari shahih [muktabar] atau tidaknya pendapat ini, kami sendiri belum menemukan ulama'-ulama' besar Ahlussunnah yang berpendapat seperti pendapat ketiga ini.

Dalam sebuah website pendukung khilafah, disebutkan bahwa mereka sendiri masih berbeda pandang tentang khilafah akhir zaman sebelum munculnya Imam Mahdi. Ada yang meyakini wujud khilafah nubuwwah sebelum Imam Mahdi, dan ada yang meyakini tidak ada, dengan hujjah-hujjah yang mereka kemukakan. Dan perbedaan ini lagi-lagi menunjukkan ketidak qath'iyyan dalam masalah ini.

Sebagian kawan Hizbut Tahrir, pengikut pendapat ketiga, mencoba memperkuat persepsinya dengan hadits shahih berikut:

لاَ يَزَالُ الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ أَوْ يَكُونَ عَلَيْكُمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ

"Agama ini terus tegak hingga hari kiyamat, atau hingga wujud pada kalian dua belas khalifah yang semunya dari Quraisy" [HR. Muslim]

Dan kemudian mereka mengutip pendapat Imam as-Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa', bahwa telah lampau 10 khalifah dan masih menyisakan 2 khalifah yang ditunggu-tunggu [muntazhar] yang salah satunya adalah Imam Mahdi. Kami jawab, masalah penentuan nama 12 khalifah ini juga masalah ijtihadiyyah, buktinya ulama' banyak yang berbeda tafsir dengan Imam as-Suyuthi. Pun pula beliau tidak sedang menjelaskan khilafah nubuwwah secara khusus, dengan bukti beliau memasukkan Sahabat Mu'awiyah dan lain-lain. Selain itu, Hizbut Tahrir juga tidak mengakui kebakuan syarat dari Quraisy dalam penegakan khilafah.

Kesimpulan:

1. Khilafah Imam Mahdi bersama Nabi Isa yang berjalan sesuai minhajun nubuwwah adalah fakta yang pasti terjadi dengan hujjah-hujjah yang mutawatir.

2. Wujudnya khilafah nubuwwah akhir zaman sebelum Imam Mahdi masih diperdebatkan. Dan kawan-kawan Hizbut Tahrir meyakini akan tegak dan itulah misi dakwah mereka. Dan dua hadits di atas dianggap sebagai bukti atau hujjahnya.

3. Tentang siapakah khilafah nubuwwah akhir zaman sebelum Imam Mahdi juga tidak dapat ditentukan orangnya.

Dengan demikian, "syariat" berupa perintah memperjuangkan khilafah nubuwwah sebagaimana yang diyakini Hizbut Tahrir [terdapat hal-hal baku yang mereka yakini dari hasil ijtihad] adalah sesuatu yang ijtihadi atau konklusi final ulama' Hizbut Tahrir saja, bukan sesuatu yang qath'i secara ijma' ulama' atau sesuatu yang berdiri di atas dalil shahih yang qath'iyuddalalah [sebagaimana dakwa mereka]. Kitab-kitab ulama' diluar Hizbut Tahrir juga tidak membicarakannya, baik kitab furu' atau usul.

Kami menghormati usaha itu sebagai ijtihad, tapi tentunya tidak boleh dengan cara-cara yang dipaksakan seolah-olah itulah ijma' ulama' yang qath'i, apalagi tanpa melihat realitas di lapangan.

Keyakinan kami, seperti halnya keyakinan ulama'-ulama' terdahulu, bahwa khilafah nubuwwah yang dijanjikan telah wujud [Umar bin Abdil Aziz] sebagaimana pendapat sebagian ulama' atau maksudnya khilafah nubuwwah masa Nabi Isa dan Imam Mahdi. Kami juga meyakini, tidak ada perintah khusus, baik tersirat atau tersurat, untuk memperjuangkannya. Tetapi ini bukan berarti kami mengingkari usaha penegakan syariat secara kaffah dalam bingkai negara [apapun itu namanya] dalam koredor-koredor yang dibenarkan dalam kaidah fikih, termasuk mempertimbangkan aspek obyek hukum dan lain-lain.

Wallahu A'lam.

Oleh; Hidayat Nur