Pangeran Diponegoro Pekikkan Takbir Melawan Belanda, Bukan Bangsa Sendiri

 
Pangeran Diponegoro Pekikkan Takbir Melawan Belanda, Bukan Bangsa Sendiri

LADUNI.ID, Jakarta - Banyak cerita mencengangkan dari Pangeran Diponegoro terutama kompilasi berhadapan dengan Belanda. Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari Sultan Hamengkubawana III. Sebagai sulung, ia sangat menentukan posisinya putra dari selir. Dia membantah Ayahnya yang mau mengangkatnya menjadi raja. Dia memilih menekuni agama, jauh dari kekuasaan dan merakyat. Sebuah pilihan yang sangat langka untuk dunia sekarang.

Keputusan itu membuktikan bahwa dia sangat berbeda. Pangeran Diponegoro tidak tertarik dengan kekuasaan. Dengan mengenakan sorban putih di kepala, jubah putih, penampilan Pangeran Diponegoro lebih mirip dengan ulama mahsyur, dari seorang 'pangeran'. Fisiknya biasa-biasa saja, hanya sepucuk keris di pinggang yang menampakkan dengan nyata. Dia adalah perang panglima, seorang pangeran dengan wibawa luar biasa.

Sebagai seorang pangeran dan pejuang, sejarah telah mengenangnya, bahkan lebih mahsyur dari keputusan raja. Pangeran Diponegoro sangat muak dengan serdadu Belanda, yang semakin hari semakin merendahkan penduduk, semakin membebani rakyat dengan pungutan pajak yang tidak masuk akal, bahkan Belanda juga tidak sesuai adat-istiadat lokal, menghina agama, dan berbagai bentuk pelecehan pun membutuhkan lebih banyak.

Dengan keadaan bangsanya yang seperti itu, Pangeran Diponegoro semakin muak dengan Belanda. Pangeran Diponegoro pun memutuskan mencabut kerisnya, memulai perang. Pangeran Diponegoro mulai membangun markas di sebuah gua, yaitu Gua Selarong. Di tempat inilah kemudian dia memimpin pasukan menyerukan 'perang sabil', melawan penjajah Belanda. Seruan itu bergaung hingga seantero jagat Nusantara. Banyak tokoh dan rakyat jelata yang bergabung, termasuk Kyai Maja, seorang tokoh agama dari Surakarta.

Sekira 5 tahun, mulai sejak tahun 1825 hingga tahun 1830, peperangan tidak terbendung. Bahkan, Belanda malah kehilangan tiada tara. 15.000 serdadu, 20 juta gulden. Jika di kurs-kan hari ini, boleh jadi bisa mencapai triliunan rupiah. Perang ini adalah perang yang sangat besar, perang massal yang terbuka untuk memperebutan kebebasan desa dan kota. Pangeran Diponegoro sangat kuat. Jika siang hari Belanda mengambil desa, tetapi malamnya, desa itu sudah dikuasai kembali oleh pasukan Pangeran Diponegoro. Serdadu Belanda pun berhasil dilumpuhkan dan mundur.

Puncaknya, Belanda mengerakan 23.000 serdadu untuk menyerang Pangeran Diponegoro. Bahkan jika difilmkan, lebih parah dari adegan film Lord Of The Ring, atau The Last Samurai. Pada peperangan ini, Belanda menggunakan peralatan paling canggih di jaman itu untuk melumpuhkan pasukan Pangeran. Jika kisah Lord Of The Ring itu adalah fiksi, tapi kisah Pangeran Diponegoro adalah nyata. Senyata catatan-catatan perwira Belanda yang dibawa ke negerinya, senyata nama-nama korban serdadu, jutaan gulden yang dihamburkan mereka.

Perang terus berkecamuk, Belanda bahkan membawa serdadu tambahan. Sayangnya, setelah diserbu habis-habisan oleh Belanda, kekuatan pasukan Pangeran Diponegoro semakin lemah. Satu per satu, panglima perang Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda. Kyai Maja, Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasya dan beberapa pejuang lain ditangkap. Pangeran Diponegoro semakin terjepit, hingga akhirnya di tahun 1830, Belanda yang licik kemudian menjebak Pangeran. Pangeran Diponegoro kemudian dibuang ke Sulawesi. Beliau wafat, dimakamkan di Makassar.

Demikian kisah Pangeran Diponegoro. Ingat lah, kompilasi Pangeran melawan penjajah Belanda. Ingat lah, seorang Pangeran Diponegoro, berderap kudanya, teracung kerisnya, pemimpin pasukan rakyat jelata, sambil berseru, “Allahuakbar! Allahuakbar! Allahuakbar! ". Kalimat Tauhid memberikan kekuatan untuk melawan penjajahan. Bukan melawan bangsa sendiri seperti yang banyak kita temui sekarang.

Betapa besar jasa Pangeran Diponegoro untuk negara ini. Para pejuang itu rela mati melawan penjajah. Kenanglah kisah-kisah ini, agar kita tidak berhasil siapa yang membuat kita merdeka.

Merdeka !!!