Membincang Kritik Terhadap Haji Berulang-ulang

 
Membincang Kritik Terhadap Haji Berulang-ulang

LADUNI.ID - Sebentar lagi jamaah haji datang. Biasanya orang-orang pun berziarah meminta doa mereka. Beberapa dari daftar ziarah yang ada di memori saya adalah orang yang sudah haji beberapa kali. Iri sekali pada mereka, semoga kelak bisa dipermudah juga haji berkali-kali. Amin.

Di sisi lain, kita lihat ada yang suka mengkritik orang haji berkali-kali. Dibilang tak peka pada orang sekitar yang membutuhkan, harusnya ongkosnya diberikan pada fakir miskin, harusnya diganti dengan ibadah sosial kemanusiaan, bla... bla... bla... Bahkan ada yang berfatwa bahwa haji berkali-kali tak diterima Allah bila ada kerabat dan tetangganya yang miskin.

Anggap saja kritik seperti itu benar, anggap memberikan sisa rezeki ke orang fakir miskin lebih utama daripada haji, tapi kenapa ya kritik tajam semacam itu hanya tertuju pada ibadah haji berulang saja? Tak satu pun saya dengar kritikus yang demikian mengkritik orang yang beli mobil, tanah, membangun rumah dan lain-lain dengan alasan serupa. Padahal harga mobil bekas standar saja bisa cukup setidaknya untuk haji dua kali. Apalagi harga mobil baru, harga tanah, membangun rumah dan sebagainya yang bisa seharga puluhan kali ongkos haji. Kenapa kritik tajam yang sama tak ditujukan pada mereka padahal seharusnya itu yang lebih pas dikritik?

Ketika ada orang yang kelebihan rizkinya dibuat untuk investasi seharga ratusan juta, ia diam atau bahkan kagum berharap bisa melakukan hal serupa. Ketika melihat kawannya naik mobil bagus ia santai membicarakan harga dan fiturnya sebab ingin membeli juga atau setidaknya membandingkan dengan miliknya. Namun ketika ada orang yang kelebihan rizkinya dibuat untuk haji berulang langsung kritis ingat fakir miskin yang tak pernah habis di setiap zaman. Kira-kira bisikan apa yang merasuki pikiran orang ini?

Sejatinya mana sih yang lebih utama antara mengulang haji dan sedekah? Jawabannya tak boleh digeneralisir begitu saja. Perlu perincian dengan melihat kadar terdesak tidaknya sedekah itu. Bila misalnya tetangganya ada yang dikhawatirkan mati bila tak ditolong atau ada musibah kelaparan di lingkungnnya, tentu bersedekah ke tetangga tersebut lebih utama dari haji. Tapi kalau kondisi normal, di mana orang miskinnya tetap hidup biasa saja seperti keadaannya sehari-hari (meskipun pas-pasan), maka mengulang haji lebih utama sebab pahalanya lebih besar.

Imam Malik pernah ditanya soal ini:

سئل مالك عن الحج والصدقة أيهما أحب إليك؟ فقال: الحج، إلا أن تكون سنة مجاعة. اهـ
"Imam Malik ditanya tentang haji dan sedekah, manakah yang lebih engkau sukai? Ia menjawab: Haji, kecuali kalau sedang tahun kelaparan" (Mawahibul Jalil)

Dalam konteks urgen seperti kelaparan inilah kritik bagi orang yang haji berulang itu relevan diucapkan, seperti yang dilakukan Imam Ghazali yang menyatakan di antara tipe orang yang yang tertipu setan adalah orang yang haji berulang tatkala para tetangganya kelaparan:

وَرُبَّمَا يَحْرِصُونَ عَلَى إِنْفَاقِ الْمَالِ فِي الْحَجِّ فَيَحُجُّونَ مَرَّةً بَعْدَ أُخْرَى وَرُبَّمَا تَرَكُوا جِيرَانَهُمْ جِيَاعًا
"Seringkali mereka (yang tertipu setan) suka mengeluarkan hartanya untuk haji sehingga haji berkali-kali dan seringkali mengabaikan tetangganya yang kelaparan." (Ihya' Ulumiddin)

Tapi harus diingat, Imam Ghazali melontarkan kritik di atas dalam posisi konsisten. Hidup beliau sangat zuhud, orang makan sehari dua kali saja dikritik sebab dianggap berlebihan, apalagi orang kaya yang enjoy dengan kekayaannya habis semua dikuliti oleh beliau. Ini namanya konsisten dalam kritik, tak seperti kritik orang di zaman ini yang tajam hanya pada orang haji.

Apakah berarti tidak peka pada masalah sosial? Tidak juga. Kemiskinan itu selalu ada dan tak bisa musnah hanya gegara seorang muslim tak haji berulang. Butuh solusi yang kompleks, massif dan lama untuk memerangi kemiskinan. Di saat proses panjang itu, tak masalah (tak haram, bahkan tak makruh) kalau ada orang kaya yang menyisihkan hartanya untuk membeli mobil, rumah, tanah atau apa pun kebutuhan pribadinya, apalagi untuk berhaji yang memang rukun islam.

Tentu saja orang kaya tetap wajib berzakat dan sangat dianjurkan berinfaq, sedekah, wakaf dan sebagainya sebagai ibadah sosialnya. Namun ini bukan alasan untuk melarangnya haji berulang, kecuali memang kondisi sekitarnya sangat-sangat urgen. Dan yang namanya sangat urgen itu artinya kondisi yang tak terjadi setiap hari sepanjang tahun. Pastinya, jangan hanya haji berulang yang disorot tapi semua jenis pengeluaran.

Oleh: Halimi Zuhdy

 

 

Tags