Pemahaman Islam dan Penerapannya di China 'Revolusi Mental'

 
Pemahaman Islam dan Penerapannya di China 'Revolusi Mental'

LADUNI.ID, Jakarta - Lima tahun lalu saya mampir di toko buku yang ada di Bandara Hong Kong. Saya terkejut karena ada terjemahan buku dalam bahasa inggris yang ditulis oleh Wang Tai Yu, judulnya "Chinese Gleams of Sufi Light."

Wang adalah ulama dan juga intelektual Islam di China abad 17. Saya langsung beli. Mengapa?, karena menurut cerita orang orang yang sudah baca, buku ini bisa membuka tabir bagaimana sebetulnya orang china memandang Islam. 

Sebelum abad 17, para ulama besar China menulis buku berisi tentang  syariah Islam dan fikih. Sementara Islam sebagai hakikat melahirkan semangat kemandirian membangun peradaban, tidak diajarkan.

Komunitas Islam di China tumbuh seperti itu dan Wang menangkap bahaya untuk eksitensi Islam. Karena itulah dia terpanggil menulis. Buku tersebut mengubah prakonsepsi - prakonsepsi tentang peran Islam di China.

Seorang perwira Militer China, ketika saya tanya mengenai buku Wang, dia mengatakan bahwa apa yang ditulis oleh Wang tentang Islam, menyimpulkan bahwa Islam adalah ajaran yang luar biasa. Dan kami mengakui itu. Kehebatan Wang dalam menyapaikan ajaran islam itu, dia tidak sama sekali menghilangkan ajaran konfusian, namun dia menyebut dengan Neo Konfusian.

Cara dia menyampaikan ajaran itu tidak menggunakan bahasa arab tapi menggunakan padanan bahasa yang ada pada konfusiasisme, taoisme dan budhisme. Tradisi China yang memang tidak melanggar Tauhid ya tidak dihapus atau tidak dikatakan bid'ah.

Dan kalaupun dinilai melanggar Tauhid maka diluruskan dengan modifikasi yang tetap tidak menghilangkan tradisi China. Seperti cara Walisongo menyiarkan islam di tanah jawa. Tradisi jawa tidak di hilangkan namun di perbaiki sesuai dengan prinsip tauhid.

Walau partai komunis selama revolusi kebudayaan melarang umat Islam melaksanakan ritual agama secara bebas namun hakikat Islam tetap hidup didalam jiwa orang china. Mengapa?, karena Agama dan budaya melekat dalam diri mereka. Sehingga tidak sulit menyebar kepada non Islam.

Mungkin sebagian besar orang China tidak mengucapkan dua kalimat sahadat. Tapi mereka paham konsep Tuhan dalam Islam dan mengakui bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah dan tiada tuhan selain Allah.

Tentu mereka tidak menyebut seperti bahasa Arab, yaitu Allah tapi dalam bahasa China seperti Chen Chu atau Tuhan sejati atau Chen-I atau Esa sejati, atau Chen Tsai atau Penguasa sejati .Ya sama seperti orang jawa menyebut Allah, gusti pangeran, dan lain sebagainya.

Sementara sebutan rasul adalah Sheng-Hsien atau orang orang arif dan berguna. Sama seperti orang jawa menyebut Rasul, Kanjeng Nabi. Sementara ajaran Islam itu mereka sebut Ch'ing-Chen Chiao atau kalau diterjemahkan ajaran yang suci dan sejati.

Mereka tidak membaca Al-Qur'an, tapi buku yang ditulis ulama China mereka baca dan pahami. Mereka tidak perlu pertanyakan apakah tafsir itu benar atau salah. Selagi tidak bertentangan dengan budaya atau tradisi mereka ya itu dianggap sudah benar.  Paham neo konfusian itu sebagai lampu rakyat China bagaimana mereka membangun peradaban.

Melihat Islam di China jangan hanya lihat suku Urghu yang pakai baju gamis dan berjenggot tapi anda harus melihat tradisi China lainnya yang memang Islami. Karena bersumber dari Islam itu sendiri. Mereka pekerja keras, patuh kepada orang tua, setia kawan, patuh pada negara, berpikir positip, menghindari konflik, dan suka memberi dan jujur, rendah hati dan lain sebagainya.

Mereka cerdas menyikapi fenomena zaman. Mereka menerima komunisme tapi tidak menjalankan cara berpikir Karl Mark. Komunisme hanya dipakai sebagai metodelogi mengelola masyarakat. Mereka gunakan sosialisme untuk melindungi rakyat yang lemah dan menjadikan kapitalisme untuk lahirnya kemampuan bersaing bagi mereka yang kuat, dan negara ada ditengah tengah sebagai hakim untuk keadilan sosial.

Lantas apa sebetulnya kunci dari ajaran neo Konfusian itu? ya Akhlak!.

Lantas apa agama itu sendiri?
Seorang lelaki menemui Rasulullah Saw dan bertanya.
”Ya Rasulullah, apakah agama itu?”
“Akhlak yang baik.”
Kemudian ia mendatangi Nabi Saw dari sebelah kanannya dan bertanya,
“Ya Rasulullah, apakah agama itu?”
“Akhlak yang baik.”
Kemudian ia mendatangi Nabi Saw dari sebelah kirinya,
“Apa agama itu?”
“Akhlak yang baik.”
Kemudian ia mendatangi Nabi Saw dari belakang dan bertanya,
”Apa agama itu?”
Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? (Agama itu akhlak yang baik). Sebagai misal, janganlah engkau marah.”(Al-Targhib wa Al-Tarhib 3: 405).
===========================
Babo EJB