Asma Allah dan Kaitannya dengan Sifat Wajib Allah

 
Asma Allah dan Kaitannya dengan Sifat Wajib Allah
Sumber Gambar: Foto (ist)

Laduni.ID Jakarta - Sifat Allah Swt adalah sesuatu yang menunjukkan arti [makna] tambahan atas dzat-Nya. Sedangkan asma Allah [ism Allah] adalah sesuatu yang menunjukkan dzat Allah saja atau menunjukkan dzat dan sifat-Nya. Dan ulama memiliki redaksi yang berbeda-beda dalam mendefinisikan asma'.

Contoh sifat Allah, Qudrah. Ia menunjukkan makna kuasa yang ada pada dzat Allah.

Contoh asma Allah, Khaliq. Ia menunjukkan makna "Khaliqiyah" [pencipta] dan dzat Allah [yang disifati Khaliqiyyah]. Atau contoh asma "Allah". Ia menunjukkan dzat Allah dan tidak menunjukkan sifat atau makna lain selain dzat-Nya.

Kaitan dengan hubungan asma dan sifat Allah, al-Baihaqi berkata: "Allah memiliki asma dan sifat. Asma-Nya adalah sifat-Nya". Atau dalam kitab lain, beliau berkata: "Menetapkan asma Allah adalah menetapkan sifat-nya".

Dari pernyataan itu dapat dipahami bahwa antara sifat dan asma Allah sangat berkait dan tak dapat dipisahkan. Wallahu A'lam.

Lalu bagaimana memahami hubungan antara asma Allah dan sifat Allah?

Jawabannya, sifat Allah yang memiliki keterkaitan dengan asma Allah hanya sifat aqliyyah. Yaitu sifat yang selain ditetapkan dengan nash dan ijma' salaf [dalil naqli] juga bisa ditetapkan dengan dalil aqli [logika]. Dan sifat khabariyyah [sifat yang tidak bisa ditetapkan dengan logika] tidak terkait sama sekali dengan asma Allah [Asma Husna]. Kita tidak akan menemukan asma husna yang diambil dari sifat istawa, nuzul, yad, wajah, dan lain-lain. Demikian satu diantara perbedaan antara dua sifat Aqliyyah dan sifat Khabariyah.

Sifat Allah yang aqliyyah dibagi menjadi dua [2], yaitu sifat dzat dan sifat fi'il. Perbedaan keduanya; sifat dzat adalah sifat yang dimiliki Allah dan Allah tidak memiliki sifat sebaliknya, seperti Qudrat, Iradat, Ilmu dan lain-lain. Sementara sifat fi'il adalah sifat yang dimiliki Allah tetapi Allah juga bisa memiliki sifat sebaliknya, seperti sifat imatah [mematikan] tetapi juga punya sifat ihya' [menghidupkan] dan lain-lain.

Kemudian menurut analisis ulama', asma-asma Allah [asma husna] semua kembali dan bermuara pada sifat Allah yang aqliyyah, baik sifat dzat atau sifat fi'il.

Lebih tegas lagi, Imam al-Laqqani menyebut asma Allah diambil dari sifat dzat Allah dan sifat fi'il-Nya.

Al-Ghozali berkata, bahwa asma-asma Allah ada yang [1] menunjukkan dzat Allah, [2] menunjukkan dzat dengan sifat besertaan sifat salbiyah, [3] menujukkan dzat bersamaan dengan sifat sifat ma'ani, dan [4] menunjukkan dzat bersamaan dengan fi'il atau perbuatan Allah.

Bahkan dari contoh-contoh yang dikemukakan ulama', Asma Husna paling banyak didominasi asma yang diambil dari sifat fi'il Allah.

Kesimpulannya, Asma Husna secara dasar kembali kepada sifat-sifat Allah yang aqliyyah, baik sifat dzat [termasuk diantaranya sifat wajib Allah 20 [memasukkan salbiyah]] dan sifat fi'il. Tapi jangan dikatakan bahwa asma husna kembali kepada sifat wajib Allah 20, karena selain kurang tepat juga bahwa rumusan tersebut muncul pada tahun 800-an hijriyah oleh Imam as-Sanusi yang sifatnya untuk memudahkan dalam mengetahui dan mempelajari sifat-sifat Allah.