Dikecam Masyarakat, Foto Mirip Jokowi Jadi Cover Majalah Tempo

 
Dikecam Masyarakat, Foto Mirip Jokowi Jadi Cover Majalah Tempo
Foto : Tempo

LADUNI.ID, Jakarta - Cover majalah tempo hari ini berhasil menarik emosi sebagian pendukung Jokowi. Ada yang mengecam, bahkan ada juga yang melaporkannya ke Dewan Pers.

Sekilas cover Tempo itu mirip dengan cover majalah obor rakyat, majalah fitnah yang telah mengantarkan pembuatnya masuk penjara. Tapi, meskipun serupa, Tempo bukanlah media abal-abal. Mereka media mainstream yang berada di bawah ketiak dewan pers. Kalau ada orang yang tersinggung, tak bisa langsung lapor ke polisi. Kira-kira begitu mekanisme pengamanannya.

Jadi, buat teman-teman relawan yang sudah melaporkan Tempo ke Dewan Pers, sabar saja. Mereka ini memang begitu. Berlindung di balik aturan, memanfaatkan celah. Sekalipun mengikuti jejak majalah hoax obor rakyat, Tempo bukan media kemarin sore. Mereka sudah pasti melakukan pertimbangan matang sebelum memilih cover tersebut.

Lagipula, bukankah Tempo memang selalu begitu? covernya heboh. Tapi isinya ya biasa saja. beberapa kali saya membaca majalah tersebut, selalu ada dua kesimpulan akhir yang saya dapatkan. Pertama, tidak percaya, karena kadang laporan investigasi muncul lebih dulu padahal belum ada beritanya. Atau, artikel-artikel di dalamnya sudah basi, karena kita sudah membaca poin serupa di media online.

Dalam edisi cover Jokowi bersiluet pinokio, setelah saya baca terkait laporan wawancara mereka dengan KPK, isinya biasa saja. Basi. Saya sudah sudah pernah baca beberapa berita dengan poin-poin yang sama. Jadi majalah tersebut hanya seperti rangkuman.

Tapi ya meski begitu, majalah tersebut terlanjur dibicarakan khalayak. Rame atau viral. Bahkan ada teman yang beli majalahnya bukan karena ingin baca, hanya karena ingin foto. Ya gimana, majalah tempo kan murah bagi sebagian orang. Seharga secangkir kopi.

“Mayan lah, daripada gue bayar buat foto sama burung hantu, lebih mahal,” celetuk teman saya yang tak mau ketinggalan trending topik.

Tanpa disangka, celetukan ini membuat saya tersadar. Bahwa dengan cover majalah yang provokatif seperti itu, ternyata berhasil mendatangkan konsumen baru. Luar biasa, Tempo memang jago soal beginian.

Tapi kemudian, saya jadi bertanya. Apakah ini disengaja? Maksudnya memanfaatkan seorang Jokowi yang memang media darling sejak dulu, demi mendongkrak penjualan majalah? Bukan apa-apa, sudah banyak majalah yang gulung tikar. Tempo termasuk salah satu yang berhasil bertahan hingga sekarang.

Karena kebetulan, 3 minggu yang lalu saya sempat berdiskusi dengan beberapa orang terkait tantangan media. Beberapa media mengalami masalah yang sama, terutama majalah seperti Tempo. Mereka yang suka menenteng majalah rata-rata orang yang sudah tua. Selain itu, mereka yang mau membaca konten politik dan investigasi dengan bahasa berat jurnalis, pun orang-orang yang sudah tua.

Ya mungkin ada anak-anak muda, seperti saya, yang pernah membaca majalah sejenis Tempo. Tapi pertanyaannya, seberapa banyak? bukankah faktanya, dua alasan tersebut berhasil menutup banyak majalah karena tidak laku? 

Menurut salah seorang teman dalam diskusi tersebut, Tempo termasuk yang paling parah. Tidak hanya majalahnya, tapi juga media onlinenya. Mayoritas pembacanya tua-tua. Sementara yang muda lebih memilih media lain, dengan alasan yang beragam. Masalahnya, yang tua ini sampai kapan akan bertahan kalau tidak ada generasi baru?

Melihat apa yang dilakukan Tempo hari ini, adalah hal wajar kalau mereka membuat cover kontroversial seperti itu. Namanya juga tempo, dari dulu sudah begitu. Semakin kontroversial, semakin dibicarakan, semakin habislah majalah mereka di pasaran. Rumus sederhananya begitu, strategi menolak kalah pada digitalisasi.

Tapi, nampaknya Tempo lupa bahwa Jokowi adalah pribadi yang berbeda. Maksudnya, tak semua orang bisa dia hajar dengan cara yang sama. Bagaimanapun Jokowi adalah Presiden Indonesia dua periode. Dipilih langsung oleh rakyat. Maka segala bentuk penghinaan  pada Presiden, terlepas dari aturan hukum atau sikap pribadi Jokowi, ada pendukung yang ikut merasakannya. Dan mereka tersinggung melihat cover Tempo mirip dengan Obor Rakyat.

Tempo harus belajar dari Bukalapak. Saat Zaky sang founder coba membuat keributan dengan tulisan asal, lalu diakhiri dengan istilah presiden baru. Tak lama setelah itu Bukalapak langsung terjun bebas karena gerakan uninstall BL. Bahkan Zaky sampai harus datang ke Istana dan memohon Jokowi untuk merespon hal ini, agar tidak ada lagi gerakan negatif semacam itu.

Tapi karena ini majalah, mungkin efeknya tak akan secepat Bukalapak. Kita lihat saja beberapa bulan ke depan, apakah majalah tersebut masih bisa tayang atau basi di pasaran karena tak ada yang mau beli. Begitulah kura-kura.

==================
Alifurrahman
Sumber: Seword dengan judul "Cover Tempo Mirip Majalah Hoax, Selamat Tinggal"